C H A P T E R 2

71 16 4
                                    

Seperti perjanjian yang seharusnya, orang tua atau wali dari Sandra wajib mendatangi ruang dekan untuk membicarakan permasalahan-permasalahan Sandra di setiap mata kuliah.

Sudah sepatutnya pihak kampus melakukan hal ini, tapi siapa yang berani pada Sandra? Hingga baru hari ini orang tua Sandra dipanggil oleh pihak kampus atas permintaan Akbar.

Dosen muda itu baru saja memasuki ruang dekan setelah 5 menit Tama dan Linda menunggu.

"Assalamualaikum."

Meski berada di ruangannya sendiri, Akbar tetap mengetuk pintu terlebih dahulu dan mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam." Linda dan Tama menjawab serentak dengan suara pelan. Kepala keduanya tampak menunduk malu. Merasa sadar Sandra memang wanita yang nakal.

"Tolong panggilkan mahasiswi dengan nama Sandra Melisa, fakultas bahasa dan seni untuk segera menghadap saya di ruang dekan."

Suara Akbar mengalun saat menghubungi seseorang melalui telpon yang disediakan di setiap ruangan.

Brakk.

Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Sandra duduk di samping kedua orang tuanya. Bahkan dengan sengaja, Sandra menutup pintu ruangan dengan kasar.

"Sandra.."

Sebagai seorang ibu, Linda mencoba menegur tingkah Sandra yang sangat tidak sopan.

"Maaf, pak. Atas tindakan Sandra barusan."

Linda semakin menundukkan kepalanya dalam.

"Tidak apa, bu. Dan saya mohon jangan menunduk seperti itu."

Suara Akbar terdengar sangat lembut. Dengan perlahan, Linda menegakkan kepalanya, diikuti oleh Tama yang langsung membelalak terkejut.

"Loh, kamu?"

Akbar tersenyum lembut sebelum menjelaskan semua kenakalan Sandra.

"Maaf sebelumnya pak, bu. Sandra kerap kali membolos di semua mata kuliah. Terutama mata kuliah saya. Sudah sejak 2 bulan terakhir ini, Sandra tidak mengumpulkan tugas-tugas yang saya berikan. Dengan ini, Sandra terancam D.O"

Tama memijat dahinya pelan. Sejak 2 bulan lalu, Sandra benar-benar berubah. Setiap kali ia tanya maka Sandra hanya akan menjawab : pah, aku mulai dewasa. Atau papah gak akan ngerti, deh. Ini urusan perempuan.

"Tapi bapak dan ibu tidak perlu memberikan Sandra hukuman ataupun melampiaskan semuanya dengan kekerasan, saya lihat Sandra ini memiliki potensi untuk maju jika saja tidak malas."

Sandra memutar bola matanya malas. Apa-apaan dosen muda ini, berniat menyindir dirinya, hah?

"Sandra hanya akan dikenakan SP2, padahal sebelumnya Sandra telah mentandatangani surat perjanjian apabila mengulangi kesalahan yang sama, maka kedua orang tuanya akan didatangkan ke kampus. Dan, bapak juga ibu pasti tau apa yang sudah Sandra lakukan hingga akhirnya bapak dan ibu berada di ruangan ini sekarang."

Akbar meneliti ekspresi Sandra yang menatap wajahnya dengan kesal. Hingga seolah tersadar, Akbar berdehem pelan dan mengalihkan tatapan matanya ke lain arah.

"Saya mohon, jangan sampai anak saya kena D.O, tolong bimbing anak saya, pak Hi-ma-mi Ak-bar."

Tama memohon sambil berusaha mengeja nama yang tertulis di papan nama di atas meja.

"Tentu, pak. Asalkan anak bapak dapat diajak kerjasama."

"Gak. Mau."

Sandra menekan kata yang terucap dari bibirnya saat Tama dan Linda menatap penuh harap padanya.

Wa'alaikumsalam, Imam!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang