Sudah berlalu beberapa minggu setelah kemarin. Aku baru saja selesai dari kelas bahasa Inggris.
Tepat saat bel yang menandakan jam istirahat berbunyi, Vina mendobrak masuk ke dalam kelasku dan langsung menghampiri mejaku.
Aku yang melihat ia tiba-tiba di depanku terkejut. Ia menjelaskan kepadaku bahwa ia belum mengerjakan tugas kimianya dan mata pelajaran itu adalah kelas yang akan ia ambil setelah jam istirahat.
Akhirnya, aku membantu Vina untuk mengerjakan tugasnya. Hanya butuh waktu 10 menit bagiku untuk mengerjakan tugasnya yang ia tunda selama 2 hari.
"Makanya lain kali dikerjakan tugasnya," nasehatku sambil memberikan jawaban padanya.
"Hehe," adalah yang keluar dari mulutnya sebelum ia menjelaskan kepadaku bahwa ia tidak pernah paham dengan materi yang diajarkan oleh pak Galang, guru kimia kami selama ini.
Aku hanya ber 'oh iya' dan kembali pada coretan sketsaku di kertas. Hening terjadi di antara kami untuk sementara sebelum ia tiba-tiba mengajakku untuk..
"Kita belajar bareng hari ini. Bisa gak?"
Aku yang mendengar ajakannya langsung mengangkat kepalaku dari kertas, menatap heran ke arahnya. Seluruh pertanyaan yang dilontarkan dari mulutku menjelaskan keherananku.
"Seorang Vina tidak pernah belajar. Anda sebenarnya siapa?"
Vina yang mendengar itu langsung memberikan tatapan 'kamu serius?' padaku dan mendecih, namun ia tidak dapat menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Vina melipatkan kedua tangan di depan dadanya, melemparkan sebuah sarkasme yang membuatku terkekeh.
"Masih Vina kok. Sahabat Anda satu-satunya yang tercinta."
Aku balik memberikannya senyum sarkas dan entah dari mana, ia mengeluarkan sebuah kertas dan memperlihatkannya padaku.
"Lu lihat nilai mate gue berapa."
Aku bisa melihat angka 0 sempurna dengan tinta merah tertera di lembar jawabannya yang kosong. Vina membaca catatan kaki yang tertulis di bawah nilainya dengan nada yang dibuat-buat mirip dengan guru kami.
"Kalau mau tinggal kelas, pertahankan 0 kamu ya, nak~"
Aku bimbang di antara harus menertawakan catatan kaki itu atau menghawatirkan studinya saat ini. Jadi aku memilih keduanya. Setelah aku menertawakannya, aku mengangkat kedua bahuku, tanda menyetujui ajakannya.
Seketika mulutnya melengkung senyum dan aku dapat melihat binar di matanya yang menatapku. Melihat ia yang tampak senang saat aku menerima ajakannya juga membuatku senang. Tapi... tentu aku tidak akan menunjukkan perasaanku secara kentara sepertinya. Karena itu aku hanya tersenyum tipis dan balik ke kertasku.
Dengan tiba-tiba ia mencubit pipiku gemas, membuatku menyalak kesakitan, langsung mendelik tajam padanya. Dari tatapanku mengatakan 'Apa-apaan?!'
"Senyum lebih tulus kenapa sih. Kayak ga rela banget bantu gue belajar."
"Sakit bego!"
Aku menepis tangannya kasar dan mengelus-elus bekas cubitannya. Bercak merah terpampang pada pipi putihku yang ia cubit. Aku mendengus kesal.
"Jadi hari ini aku nginap di tempatmu?" tanyaku tampak tidak senang, tapi dalam hati.. menginap di tempat Vina adalah permintaan yang selama ini aku tunggu-tunggu darinya.
"Enggak. Di penjara sono sama bokap nyokap gue."
Aku berdecak, "Eish. Gak boleh gitu."
Vina memutar matanya, tampak sebal. Tapi meski begitu, ia tetap menjawabku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life So Beautiful
Short Story(proses revisi) Menceritakan dua orang sahabat yang dekat sedari masa SMA, Dea dan Vina. Mereka memiliki karakter yang berbeda tetapi saling menerima. Juga, mempunyai latar belakang yang sama mendekatkan mereka. Kisah ini adalah kisah di mana rasa...