epilogue - present

277 13 1
                                    

"Dan itulah kisah gimana gue sama Dea jatuh cinta," gadis yang sekarang berumur 21 tahun itu berkata dengan ringannya.

Menceritakan memori-memori itu kepada temannya seolah membawanya kembali ke masa lalunya yang indah bersama Dea.

Suara ringan yang khas itu tidak lain adalah milik Vina, yang sekarang adalah teman hidup dari seorang Dea. Vina tertawa kecil sebelum melanjutkan ceritanya.

"Dan ya, kayak yang lu lihat, kita langgeng sampai sekarang," Vina berkata sementara orang di sampingnya, Dea memasukkan roti ke dalam mulutnya.

Vina dan Dea sedang duduk di sebuah cafe, mengobrol bersama seorang teman dari jurusan yang sama dengan mereka, dipanggil Farah.

Farah, gadis bermata tajam itu adalah satu-satunya insan di gedung perkuliahan mereka yang tahu tentang hubungan Dea dan Vina yang terkesan tabu untuk mayoritas.

Dea dan Vina beruntung bertemu dengan seorang Farah yang memiliki pikiran yang terbuka.

"Taphhi tapii tapi-" Farah membuka mulut dengan makanan di dalam mulutnya, membuat Vina mendelik tajam padanya, tanpa kata menyuruh ia mengosongkan mulutnya terlebih dahulu.

Farah memutar matanya jengah namun tetap menuruti Vina. Ia lanjut berbicara setelah menelan seluruh isi mulutnya.

"Gak ada yang nembak kayak.. 'will you be my girlfriend', gitu?" tanya Farah sambil membuat gestur tertentu.

"Nope. Kita jadian ya.. kayak gitu aja. Kayaknya bakal cringe deh, kalau salah satu dari kita ngelakuin itu."

Vina membalas sambil tertawa, lantas menyeruput kopi dinginnya dari sedotan. Gaya bicaranya belum berubah sejak dulu. Dea di sampingnya ikut terkekeh, menyetujui perkataan Vina.

"Wow, bisa gitu ya," cecar Farah yang tampak tidak setuju dengan kisah cinta dari kedua temannya. Menurut farah, kisah mereka sangat tidak memuaskan dan seperti kurang 'bumbu'.

Farah ikut menyeruput kopi panasnya, sebelah alisnya terangkat dan matanya masih menatap curiga kepada sejoli di depannya.

"Terkadang.." suara lembut yang tidak lain adalah milik Dea mulai berbicara. "Tidak semua hal perlu disampaikan secara verbal. Ada hal yang akan lebih terkenang jika hanya ditunjukkan."

"Show not tell.. they say," tambah Dea terdengar bijak-- setidaknya di mata Vina.

"Kalian berdua aneh. Gimana bisa yakin kalau kalian saling cinta?"

"Ya, tidak lebih aneh dari poni lu," sarkas Vina sambil menatap marah pada Farah, sangat tersinggung dengan komentarnya. "Gue menyebutnya.. romantis," tambah Vina.

"Soal gimana gue bisa tahu kalau Dea cinta banget sama gue ya.. Dea gak bisa aja lepas dari gue," sombong Vina mendapatkan cemooh langsung dari Dea.

"Kamu terlalu percaya diri. Aku sama kamu karena gak ada pilihan lain aja. Yang aku kenal kan cuma kamu aja saat itu."

"Yakin?"

"Yakin," jawab Dea dan "Blah blah blah.."

Setidaknya itulah yang Farah dengar selanjutnya. Farah selalu malas dan jengah saat sepasang itu melupakan kehadirannya dan asik dengan dunia mereka sendiri. Dea dan Vina tidak tahu kemesraan mereka membuat Farah merasa menjadi nyamuk di antara mereka.

"Kalian gak bosan apa, mengabaikan saya terus?" omel Farah mendapatkan perhatian mereka.

Vina tertawa lepas, lantas menyelipkan seutas rambut di belakang telinganya. Perasaan hangat di antara mereka membuat Vina kembali merasa seperti menjadi seorang remaja yang jatuh cinta.

"Life is beautiful," komentar Vina.

"With you," tambah Dea, dengan sangat tidak terduga.

"Duh, bucin cheesy nih." Farah meringis sambil menutup kedua matanya, tubuhnya meringkuk menambah kesan dramatis yang menunjukkan bahwa matanya tersakiti dengan hal manis di depannya.

Kedua bucin yang dikatakan Farah hanya tertawa, tidak menepis sama sekali fakta yang terucap dari mulutnya.

End of the story.

Life So BeautifulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang