Bersamanya

13 5 6
                                    

Minggu pagi. Nata yang notabene nya gadis yang sangat malas untuk bergeraja saat ini malah tengah tertidur di atas ranjang dengan kondisi tengkurap, ponsel gadis itu tertindih di bawah tubuhnya. Mulutnya menganga, matanya sedikit terbuka, rambutnya acak-acakan. Sempurna untuk jenis monyet liar.

TOK TOK TOK

"ASSALAMUALAIKUM-- Eh lupa gua Kristen."

TOK TOK TOK

"WOIII, BANGUN ANJIIR!!"

Nata terusik karena ketukan pintunya yang keras di tambah suara Mira yang melengking nyarinya dari luar. Dengan malas-malasan Nata mendudukkan dirinya mencoba mengumpulkan nyawa.

TOK TOK TOK

"MASIH HIDUP GA LO???"

Nata berdecak sebal, "Hmm, tunggu Napa!!!' dengan rasa dongkol karena tidurnya terusik Nata membukakan pintu untuk Mira.

Mira terlihat sudah rapi dengan celana jeans pendek sepaha, di tambah Cardigan silver membungkus tubuhnya.

"Di cariin Fathur Lo," Mira memicing menatap Nata, "Lo beneran pacaran sama Fathur???"

Nata ingin terkejut, namun tak jadi begitu mengingat perkataan Fathur yang katanya akan berkunjung pagi-pagi sekali kerumahnya. Tanpa menyadari penampilan nya yang berantakan Nata berjalan keluar kamar.

"Dimana??" Suaranya serak, kentara sekali gadis itu masih menahan kantuk.

"Ruang tamu," Mira memilih acuh atas penampilan Nata, ia lalu mendahului Nata agar cepat sampai ke ruang tamu dimana Raka sudah menunggunya.

Fathur yang tadinya sedang serius berbicara dengan Raka menghentikan obrolannya, ia terpanah dengan penampilan Nata yang mirip monyet liar, walau begitu wajah gadis itu masih terlihat cantik, bahkan sangat cantik.

"Kenapa??" Nata menguap, ia mendudukkan tubuhnya di sofa dekat Fathur.

"Masih ngantuk, hmm?"

Dengan polos Nata mengangguk, ini semua karena Fathur yang tiba-tiba berkata romantis semalam yang mengakibatkannya begadang karena syok+kaget atas perilaku pria itu.

"Eh, gua duluan ya Bro," Raka melakukan tos ala pria bersama Fathur sebelum beranjak keluar dari rumah itu bersama Mira.

Saat Nata menatap penampilan Mira yang sangat rapi, tiba-tiba ia terbelalak mengingat ia belum memperbaiki penampilan nya sebelum keluar kamar tadi. OMG!! Ia benar-benar malu sekarang.

"Lo--- Lo tunggu di sini."

Fathur buru-buru menahan lengan Nata ketika gadis itu sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari.

"Lo bisa jatuh anjiir!"

Nata meneguk ludahnya susah payah, dengan sudah payang ia menyembunyikan wajahnya yang ia yakini sudah di penuhi oleh jejak peta Indonesia dengan di lengkapi belek di sekitarnya, euyyy.

"Gu---gua mau cuci muka dulu."

"Lo ga ke gereja??" Bukannya mengizinkan gadis itu, Fathur malah bertanya.

Nata agak tak suka jika orang-orang menanyakan nya tentang hak yang berbaur agama. Nata sadar dirinya sangat durhaka kepada Tuhan, datang saat ada maunya doang seperti saat pemilihan ketua Osis dulu, karena itu Nata tak suka hal berbaur agama di bahas dengannya khususnya dalam hal sekolah Minggu.

"Gimana mau jadi istri Sholehah coba, ibadahnya aja jarang." Fathur berdecak sedikit mengejek kemalasan gadis itu.

Hati Nata tertekuk mengingat satu hal, satu hal yang menjadi pemisah nya dengan Fathur, kepercayaan. Mereka berdua berbeda keyakinan.

Putih Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang