3/. BENDERA PERANG MULAI BERKIBAR

17.9K 2.2K 115
                                    

Happy Reading

Angkasa kini tengah merapikan buku-buku miliknya, bersiap untuk keluar kelas karena sudah waktunya istirahat, namun Haikal tiba-tiba datang ke mejanya dan mengejutkan Angkasa.

"Baaa." Haikal mengejutkan Angkasa.

"Elo, Kal. Hampir pindah tempat ni jantung gue," ujar Angkasa.

Haikal tertawa. "Lebay lo," sahut Haikal dan Angkasa hanya tertawa.

"Kok bisa terlambat lagi sih lo?" Tanya Haikal seraya duduk di atas meja Angkasa dengan santainya.

"Biasa, motor gue mogok lagi," sahut Angkasa dan Haikal mengangguk paham.

"Nggak heran sih," ujar Haikal sambil mengangguk-anggukkan kepalanya membuat Angkasa tertawa tanpa sadar.

Bahkan terkadang karena terlalu motor tua miliknya mogok Haikal sampai meminta Angkasa untuk menjual motornya. "Saran gue sih mending kiloin aja deh motor lo, Sa!"

Angkasa tak menjawab lagi-lagi saran seperti itu yang Haikal katakan. Angkasa menatap ke luar jendela, melihat siswa-siswa yang tengah bermain basket di lapangan. "Woy, kenapa? Malah ngelamun."

"Gue pengen main basket juga, Kal." Lirih Angkasa sambil terus melihat ke luar.

"Jangan mimpi deh, Sa. Yang main basket di sini cuma orang-orang yang berduit. Lah kita jajan sehari aja 10 ribu, nah mereka sehari bisa 100 ribu."

Memang benar, anak-anak yang bisa dikatakan sederajat dengan Angkasa dan Haikal dalam artian anak beasiswa tidak ada yang diperbolehkan untuk main basket di lapangan, sebenarnya tidak ada peraturan seperti itu, namun lapangan basket sudah dikuasai oleh Jeandra dan antek-anteknya tidak boleh sembarangan orang boleh bermain basket di lapangan.

"Ya walaupun sebenernya gue juga pengen main basket," timpal Haikal.

Angkasa menatap Haikal lalu ia tersenyum karena ide cemerlang muncul begitu saja. "Gimana kalau besok pulang sekolah kita main basket dulu?" Tanya Angkasa antusias.

"Ide bagus tu, tapi adek lo si Jidan gimana? Entar dia pulang sekolah sama siapa?"

"Iya juga ya," cicit Angkasa.

"Lo hidup di hutan apa, Sa? Nggak punya tetangga gitu yang bisa dimintai tolong?" Sindir Haikal.

Angkasa menghela nafasnya seraya menyandarkan punggungnya di kursi. "Nanti deh gue minta tolong sama Buk Halimah."

"Nah gitu dong."

"Ayo ke kantin!" Ajak Haikal.

Angkasa bangkit dari duduknya lalu keduanya bergegas ke kantin, setelah sampai di kantin seperti biasa kantin sangat ramai karena memang jam-jam makan siang membuat Angkasa dan Haikal harus mengantri padahal yang mereka beli hanya mie rebus tanpa minum, mereka hanya minum air putih gratis yang memang disediakan oleh pihak kantin.

Seperti biasa orang-orang kaya lah yang berada diurutan paling awal, sedangkan Angkasa dan Haikal yang hanya orang biasa berada diurutan paling belakang.

Tidak adil memang namun ya mau bagaimana lagi, di sekolah ini uang lebih berkuasa. "Lo punya uang, lo punya kuasa," ujar Haikal kala itu.

"Minggir!" Seru siswa yang berdiri di belakang Haikal.

"Enak aja lo, ngantri dong," sahut Haikal tanpa melihat ke belakang.

Tiba-tiba suara pekikan kesakitan Haikal terdengar, saat Angkasa menoleh ke belakang ternyata Haikal sudah terjatuh karena bagian belakang lututnya ditendang oleh orang yang berdiri di belakangnya.

Angkasa dan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang