Chapter 2

36 8 24
                                    

"Menurutmu, apa semuanya akan berbeda jika aku terlahir dari rahim ibunya Kak Heeseung?"

Pertanyaan itu mengguncang isi kepala Niki. Seolah bumi baru saja bergetar hebat dan hal itu membuat jantungnya terasa baru saja jatuh ke perut. Dalam diamnya Niki berusaha meredam badai yang mengamuk hebat dalam dirinya. Mereka baru tujuh belas dan kedewasaan mulai merenggut kedamaian mereka perlahan. Apa? Kenapa? Bagaimana mereka harus menghadapi dunia yang rumit ini.

Tak apa jika sekarang mereka berperang dalam rumitnya menjadi dewasa. Tetapi, apakah selamanya akan begini?

Walau berasal dari keluarga yang terpandang dan kaya raya, keduanya tak lantas mendapatkan beberapa keistimewaan untuk hidup sebagaimana remaja pada umunya. Nara tumbuh menjadi gadis anti sosial karena semua orang memandangnya hina hanya karena dia terlahir sebagai seorang anak dari istri kedua. Tepatnya dia terlahir dari hubungan gelap meski setelahnya Tuan Lee mengumumkan kepada media jika dirinya akan menjalani kehidupan yang baru dengan memiliki dua istri sekaligus. Karena hal itulah tak ada orangtua yang mau anaknya berteman dengan Lee Nara.

Sedangkan Niki hidup dengan tekanan untuk selalu menjadi nomor satu. Masa lalu dan rasa trauma sang ayah telah membuatnya sanggup untuk menekan anak semata wayangnya agar selalu menjadi yang ter-unggul. Dalam bidang apapun dan dalam tempat manapun. Karena hal itulah Niki tak pernah diperbolehkan keluar rumah bahkan hanya untuk pergi ke toserba. Tempat yang ia kunjungi hanya berupa tempat les, kursus, dan gimnasium sekolah. Tak pernah Niki merasakan bagaimana rasanya duduk di kafe bersama teman-temannya atau pergi ke tempat karaoke hanya untuk melepas penat setelah pulang sekolah. Kemana pun itu, Niki akan selalu diantar oleh orang-orang ayahnya dan selalu dijemput untuk memastikan jika dia tidak pernah melangkahkan kaki ke tempat aneh.

Jika Nara harus menghadapi seluruh dunia untuk tetap bertahan dalam kewarasan. Maka Niki harus bertahan menghadapai dunia yang diciptakan oleh ayahnya untuknya. Dan karena hal itulah tidak mungkin untuk mereka berteman atau mungkin saling mencintai. Karena sudah dari jauh-jauh hari Nara memperingatkan Niki untuk tetap pada porosnya dan Nara akan melakukan hal yang sama.

"Duniamu dan duniaku memang tampak sama dari kejauhan. Tetapi, kita adalah yang paling tahu bagaimana dunia milik kita, itu jelas berbeda, Niki-yya,"

"Apakau pernah berpikir untuk melewati batasanmu?" Niki menggulingkan bola basket seolah melepaskan seluruh taruhan hidupnya di sana. Berharap jika ada celah kecil untuknya bisa berdiri di sisi Nara sebagai seorang teman di hadapan dunia milik mereka berdua. Begitulah awalnya galaksi yang berada di kepala Niki saat ini.

"Jangan mencobanya, aku tahu apa yang kau pikirkan. Itu hanya akan menyakitimu juga menyakitiku,"


Sejak saat itulah mereka berdua tak pernah melanggar batasan yang mereka buat untuk diri mereka sendiri. Karena ketika siapapun melakukannya lebih dulu mereka akan hancur bersama dan tak akan ada lagi dunia di mana mereka dapat bersandar satu sama lain dan saling menguatkan satu sama lain. Niki selalu berdoa kepada Tuhan agar selalu menjaganya di dalam batasan yang ia miliki. Karena dilihat dari segi manapun, Niki adalah yang paling berpotensi memutus batasannya sendiri dan mengahancurkan kedua dunia yang mereka miliki.








"Sama saja. Dunia kita memang sudah seperti ini dari awal. Berhenti berpikir seperti itu atau ibumu akan terluka jika tahu anaknya ingin pindah ke rahim ibu orang lain," Niki menatap bintang di langit dengan tatapan yang redup. Seperti biasa mereka berbaring di atas rumput hanya untuk menatap langit malam yang tampak selalu menyedihkan untuk dipandangi.

"Tapi-"



"Apakau berharap dijodohkan denganku jika hal itu terjadi?" tanya Niki menoleh kepada Nara yang mendadak tersedak ludah sendiri.

"Tidak! Apa maksudmu!" elak Nara memukul dada Niki dengan manik yang mengkilat.

Benar, mungkin saja jika Nara terlahir dari rahim ibunya Heeseung mereka akan dapat hidup dengan normal. Nara hanya kurang satu hal itu untuk menjadi kandidat terbaik untuk menjadi teman, sahabat, atau mungkin menantu keluarga Nishimura. Dia terlahir dari keluarga terpandang, cantik, dan tidak terlalu bodoh dalam nilai akademik atau non akademik, dia mahir bermain piano, menguasai dansa waltz, dan pandai memasak telur gulung. Ayah Niki pasti akan sangat mendukung hubungan mereka dan tak perlu bertemu diam-diam atau saling tak peduli jika bertemu di sekolah.

Keduanya kemudian terdiam satu sama lain. Tetapi, isi kepala Niki menjadi begituh riuh dan berisik.

"Benar, andai saja seperti itu,"





"Jangan lagi berpikir seperti itu," Niki memejamkan matanya mencoba untuk berdamai dengan isi kepalanya sendiri.

"Itu terlintas begitu saja," jawab Nara berbohong.

"Begini saja sudah cukup," Niki memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Nara masih dengan mata yang tertutup rapat.

Ada kalanya Nara berpikir untuk melewati batasannya. Terkadang, dia berharap Niki melakukannya lebih dulu. Tetapi, doa yang selalu ia langitkan selalu bertolak belakang dengan ego yang ia miliki. Dia akan selalu berharap jika mereka akan tetap seperti ini tanpa harus saling menyakiti.



"Pulanglah jika kau mengantuk," perintah Nara menatapi langit yang dipenuhi bintang.

"Sepuluh menit lagi,"

"Hawanya semakin dingin, sudah kubilang tadi untuk memakai jaket tebal," celoteh Nara sedikit melirik Niki dengan wajah sebal.


Niki tak merespons, mungkin dia terlelap.

Untuk beberapa saat yang krusial, Nara ikut memiringkan tubuhnya dan mengadapa ke arah Niki sepenuhnya. Dia kemudian memaku netranya pada sabit milik Niki yang tenang.

"Apakau tertidur?" bisik Nara pelan.

Tak ada jawaban. Bahkan Niki tak bergerak sedikitpun.

"Apakau lelah?"

"..."

"Lima atau enam tahun lagi, apakah kita akan terus seperti ini?"

"..."

"Jika lelah, bersandar padaku, ya,"

"..."


"Nishimura Riki, kau adalah yang kedua setelah Kak Heeseung, jangan berubah, ya," bisik Nara nyaris tak terdengar.

"..."





Dua puluh menit telah berlalu, kini giliran Niki yang menatapi wajah damai milik Nara. Seperti dugaannya, Nara terlelap begitu mudah.



"Kupikir Sunghoon menyukaimu, Ra-yya, apa hal itu akan mengubah dunia kita?"








Tbc.....
Romancenya tipis2 aja ya kaaan, yg frontal mah udah biasa😀

AnathemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang