"Apakau akan datang ke pestanya Park Sunghoon?" Nara mencoba bertanya pada Niki hanya untuk memastikan. Sembari mengipas si onigiri itu yang sedang bermain game di pinggir danau di jam empat sore memakai ponsel Nara. Tentu saja karena di ponselnya tidak ada aplikasi semacam itu. Karena yang ada di sana hanyalah aplikasi hitung, kamus, dan seluruh aplikasi yang Nara tidak tahu apa kegunaannya. Niki tidak menginstal aplikasi game di ponselnya karena takut jika dia akan menghabiskan lebih banyak waktu lalu kehilangan waktu belajarnya yang berharga. Meski tentu saja Nara yang paling tahu jika Niki memang selalu membatasi dirinya hanya untuk membanggakan sang ayah. Dan hal itu masih tak akan pernah cukup untuk tuan Nishimura.
Biasanya Niki meminta Nara untuk mengingatkannya setelah satu jam bermain dengan cara apapun agar dia tidak menghabiskan lebih banyak waktu dan berakhir tidak pulang lalu dimarahi oleh ayahnya. Karena yang dimintai tolong adalah seorang Lee Nara, jadi Niki tentu tak pernah khawatir. Karena Nara punya seribu cara jitu untuk membuatnya sadar jika satu jam berharganya sudah berlalu.
Niki duduk membungkuk dengan mata yang tak lepas dari layar ponsel, "..., tentu saja," jawab Niki singkat, padat, dan jelas.
Nara hanya mengangguk lamban sebagai respons.
"Datanglah, keluarganya Sunghoon sangat baik," Niki menyarankan.
"Wah! Dari mana kau tahu Sunghoon juga mengundangku?!" Nara nyaris terjungkal dan tak bernapas.
"Dia meminta ijinku sebelum memberikanmu kartu itu, padahal dia tidak perlu melakukannya. Aku tidak terlalu peduli juga," seloroh Niki membuat gestur 'cepat kipasi aku' pada Nara. Sementara yang disuruh kini tampak akan menggebukan kipas ke kepala Niki. Harusnya Nara tadi membawa kipas portabel saja dan menggantungnya di leher pemuda itu.
"Aku tidak terlalu peduli juga," ejek Nara mengulang kalimat Niki dengan nada paling menyebalkan. "..., kipas saja sendiri!" Nara menjejalkan kipasnya ke tangan Niki yang masih fokus bermain. Lalu dikembalikan oleh Niki dan kembali menyuruhnya melakukan hal yang sama. Nara hanya mampu menatap Niki dengan datar lantas berpikir apakah dia perlu menenggelamkan Niki ke dasar danau atau tidak.
Lama hening dengan semilir angin yang kian berhambur membuat Nara melepaskan kipasnya dan berbaring di sebelah Niki lantas menatap pemuda itu yang hanya terlihat punggung dan potongan rambut bagian belakangnya saja.
Sudah lewat dari satu jam, tetapi Nara tidak mau memberitahu Niki dan terus menatapnya dengan perasaan yang sedikit perih.
"Tidak terasa kita sudah tujuh belas," gumam Nara nyaris tak terdengar seolah ia berbicara hanya pada dirinya sendiri. Ada beberapa hal yang tetap sama dan ada beberapa yang telah berubah.
"Itu artinya sudah delapan tahun saja," Nara mengalihkan pandangannya ke atas sana. Mengikuti burung-burung yang akan pulang ke rumahnya masing-masing. Burung tanpa nama yang berkicau bersama mentari yang mulai tenggelam.
"Dua tahun pertama harusnya tidak masuk hitungan,"
"Karena kita tidak pernah bicara saat itu,"
Niki hanya mencoba mendengarkan dalam diam.
Tak mau melanjutkan isi pikirannya yang membeludak, Nara mengambil ponsel Niki lalu membuka sosial medianya. Isinya cukup banyak karena sebagian adalah hasil postingan milik Nara. Mereka masih punya privasi, yang boleh dibuka hanya satu aplikasi dan jika ketahuan membuka aplikasi yang lain maka mereka harus masuk ke danau sampai benar-benar basah kuyup. Yang pernah mencobanya adalah Nara karena tidak sengaja membuka pop up yang muncul di layar, dan sialnya Niki memergokinya melakukan hal itu. Mau tidak mau ketika sore tiba mereka pergi ke danau dan Nara berakhir jera. Walaupun tidak sengaja, tapi Nara tidak mau melakukan kesalahan yang sama dan tetap berhati-hati ketika memainkan ponsel Niki.
Nara mengambil sebuah foto burung yang berterbangan di langit lalu mempostingnya dengan caption 'Burung tanpa nama'. Sosial media milik Niki hanya punya sedikit pengikut dan hanya teman-temannya yang dapat melihat postingan itu. Tentu saja karena Niki menggemboknya dan tidak menerima siapapun yang meminta berteman, kebanyakan yang diterima pun adalah karena Nara yang melakukannya. Biasanya jika Niki memposting sesuatu pasti berwarna hitam putih. Foto dirinya yang blur. Atau foto-foto yang menurutnya unik.
Lalu Nara melihat media sosial teman-teman Niki. Mulai dari Sunghoon, Jay, Jungwon dan lain-lain. Niki juga punya pengikut wanita karena Nara yang menerimanya. Jika menurut Nara wanita cantik dia tidak akan berpikir dua kali untuk menerimanya. Teman-teman sekolah juga terlihat banyak yang menyukai foto-foto milik Niki.
Nara kemudian menyukai foto milik Sunghoon dan memencet layar sebanyak dua kali ketika melihat foto menggemaskan adik perempuan Sunghoon.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Niki menoleh.
"Menyukai foto adiknya Sunghoon," jawab Nara seadanya.
"Adiknya memang menggemaskan,"
"Kakaknya juga,"
Niki tersenyum kecut ketika mendengar apa yang Nara ucapkan.
"Yak! Nanti malam aku mau ke toserba, apa kau mau titip sesuatu?" tanya Nara mendadak.
"Ramyun, aku mau ramyun pedas," Niki menjawab seadanya.
"Wah! Aku juga mau beli itu! Sepertinya akhir-akhir ini kita punya kebiasaan yang sama,"
"Menurutmu saja,"
"Tch," Nara rasanya ingin menggeplak kepala Niki dari belakang.
"Akan kulempar seperti biasa,"
"Kamera depan sedang rusak, tidak perlu memakai masker dan berpakaian seperti seorang mafia,"
"Menurutmu kenapa selalu rusak?" tanya Nara penasaran.
"Entahlah, mungkin karena terkena bola basket kemarin,"
"Kenapa bola basket selalu melayang ke sana?"
Setelah sekian lama mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing Nara mendadak bangun dan mendapati Niki yang menundukan kepalanya. Ia pikir Niki masih main game, tapi ternyata tidak.
"Apakau mengantuk?" tanya Nara menyentuh pelan lengan Niki.
Niki menggeleng pelan.
"Sudah selesai dengan game-mu?"
Nara sungguh penasaran mengapa Niki seolah tengah menyembunyikan wajahnya. Apa dia selelah itu?
"Mm," Niki menyerahkan ponsel Nara tanpa bergerak sedikitpun. Kepalanya masih menunduk dalam.
Setelahnya Niki beranjak. Meminta ponselnya lalu merapihkan pakaiannya lantas berkata, "..., aku pulang,"
"Ooh, aku juga akan pulang," Nara menyahut. Niki berlalu begitu saja dan Nara masih menatapi kepergiannya.
Ketika Niki tak lagi berada di jangkauannya Nara memeriksa ponselnya dan mendapati notifikasi di layar. Jika dilihat lagi, Niki bahkan tidak benar-benar keluar dari gamenya. Pop up sebuah pesan kemudian membuat Nara mengangkat kedua alisnya.
Park Sunghoon
Ibuku bertanya apakau bisa hadir lusa nanti?
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Anathema
Fanfiction"Jika aku tak kembali, sebaiknya hiduplah dengan kebahagiaan. Namun, jika kau tidak melakukannya, aku akan kembali dengan seluruh hidup yang aku punya." "Untuk apa?" "Mungkin untuk menjalani kutukan bersamamu," 25/01/22 Author's note: Ini bukan cer...