Intermezzo : Twinster

34.7K 1.7K 181
                                    

"AZKIA NAFEEZA ARDAN!" teriakan Nigi dari ruang tengah mengejutkan Kiana yang baru saja masuk ke dalam rumah. Langkahnya terhenti karena sang Bunda sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan murka. Gadis berusia lima tahun itu sepertinya sudah dapat menduga apa yang akan terjadi pada nasibnya saat ini. Sambil menunduk Kiana menghampiri Nigi, dengan kedua tangan yang dikepal satu sama lain di depan perut.

"Hai, Nda" sapa Kiana dengan suara lemah, namun masih dapat didengar Nigi yang berdiri sangat dekat dengannya saat ini.

Nigi merendahkan tubuhnya hingga sejajar dengan Kiana, hingga mata bertemu dengan mata. Meski sudah berusaha menahan kemarahannya Nigi tetap terlihat menakutkan, tapi bagi Kiana itu sudah menjadi pemandangan biasa.

"What have you done in school ?
Make more troubles?!"

Kiana masih menunduk tanpa berniat menjawab pertanyaan bundanya. Entah karena takut atau ia terlalu malas melakukan hal itu. Gadis kecil itu memang sudah terlalu sering mendapat omelan Nigi, tapi bukan berarti Kiana berhenti membuat masalah yang bikin sakit kepala kedua orangtua itu.

"Nggak mau jawab?"

"No, Nda! I just cut Zain's hair to make it more presentable. But he was actually crying hysterically."

"But you cut it without his permission!" Nigi menarik napas menahan sabar, ketika pergerakan lain tidak jauh dari mereka mengalihkan perhatiannya. "Kaie, Bunda belum izinin kamu naik ke kamarmu," suara Nigi terdengar tegas.

Kaie--bocah laki-laki yang hendak menaiki tangga menuju kamarnya pun mengurungkan niatnya dan berjalan menghampiri sang Bunda, lantas berdiri di samping saudari kembarnya, Kiana.

"So, how do you explain this?"

"I just cut it a little, and his reaction is too much. Lagi pula nanti rambutnya tumbuh lagi bukan?"

"Kiana! Even you don't look to be sorry? Kepala sekolah baru aja telepon Bunda, dan bilang bahwa Bunda harus datang ke sekolah karena masalah ini. Orangtua Zain marah besar karena Zain menangis histeris."

Barulah timbul raut penyesalan di wajah putrinya yang kini menunduk, membuat orangtua mana pun tidak akan tega jika terus memojokan kesalahan yang dibuat tanpa unsur kesengajaan itu. Tapi masalah seperti ini bukan hanya sekali terjadi, melainkan sudah berkali-kali bahkan puluhan kali mungkin, dan Kiana masih tetap mengulanginya membuat Nigi kehabisan akal untuk menghadapi malaikat kecilnya itu.

"Dan kenapa kamu nggak cegah Kiana untuk membuat masalah, Kaie? Kamu saudaranya, sudah seharusnya kalian saling menjaga."

Kaie menghela napas berat, seolah beban yang dipikulnya begitu besar hingga ia merasa lelah hanya karena mendapatkan pertanyaan yang sudah puluhan kali ia dengar. Dibanding Kiana--Kaie memang cenderung lebih pendiam dan tenang, lebih bisa dikontrol dan penurut dengan perkataan siapa pun yang sepemikiran dengannya.

"I did, Nda. Tapi Kian bilang dia Kakak, dia berhak ngelakuin apa pun tanpa persetujuanku. Termasuk membuat masalah." Kalimat terakhir Kaie seolah dimaksudkan untuk menyindir Kiana yang kini melirik sinis padanya.

Memejamkan mata, Nigi menarik napas panjang. Putri kecilnya memang sudah benar-benar menjadi pembuat masalah! Entah harus memupuk kesabaran macam apa untuk bisa menghadapi Kiana kedepannya. Sepertinya gadis kecil itu terlalu kreatif dan banyak akal untuk membuat alasan agar tindakannya yang brutal dapat diterima akal sehat.

Setelah berusaha menenangkan diri, Nigi membuka mata. Menatap Kiana tajam lantas beralih pada Kaie.

"Minggu ini nggak akan ada liburan ke mana pun! Entah ke rumah Kakek, Uncle Arya atau si kembar. Kalian dihukum dan harus ada di rumah akhir pekan ini."

DAMN! It's You?!! [TRILOGI "YOU" BOOK 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang