Intermezzo: Auditory Hallucination

32.1K 1.1K 118
                                    


Bulir keringat membasahi sekujur tubuh Saba yang baru saja tersentak bangun dari tidurnya. Wajah pucat dan nafas memburu adalah hal yang sering dijumpai dari pria itu saat bangun tidur beberapa tahun belakangan. Tidak ada lagi tidur nyenyak dalam hidupnya, tidak ada lagi mimpi indah yang dulu sempat hadir bahkan dalam kehidupan nyatanya. Kehidupan nyata? Saba malah sanksi menganggap semua itu nyata. Apa mungkin sesuatu yang indah itu memang hanya halusinasinya saja? Termasuk kehadiran wanita yang hingga detik ketika nafasnya berhembus saat ini masih membuat relung hatinya gamang, membuat paru-parunya sesak hingga seluruh sendi dalam tubuhnya terasa ngilu dan berakhir menyakitkan.

Saba mengusap wajah gusar, mencoba menahan bulir lain jatuh dari sudut matanya. Mengingat wanita itu memberi efek pada kedua matanya yang terasa panas seketika. Hingga detik berikutnya kristal bening tak dapat bertahan hanya di pelupuk mata, mengalir jatuh menambah goresan sakit yang bertambah memilukan, disertai suara serak samar yang keluar dari bibir bergetar milik pria itu.

"Nigi..." satu nama yang sukses membuat dunianya kini berantakan. Hanya satu nama, dan itu milik Nigi Syahreza.

***

Entah kenapa airmata justru jatuh dari kedua mata Nigi. Padahal jelas-jelas ia sedang menonton film komedi bersama teman-teman kuliahnya di gedung bioskop yang gelap dan dipenuhi gelak tawa. Sebagian hatinya terasa sakit, paru-parunya sesak, hingga sinyal yang diterima otak lantas meresponnya dengan bulir airmata yang kemudian jatuh. Nigi tidak mengerti, sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi padanya detik itu. Dan pada detik-detik selanjutnya yang tidak terekam dalam ingatannya. Menyisakan wanita itu pada keadaan di mana dirinya kini sendiri. Berjalan sendiri di tengah keramaian kota setelah berpisah dari kumpulan kawan-kawannya.

Bukan hanya kali ini, Nigi sudah berkali-kali mengalami hal yang sama. Seolah jiwa dan raganya terpisah tiba-tiba lantas kembali membawa rasa sakit yang sudah ia rasakan sejak kepergian orang itu. Rasa sakit yang coba ia abaikan dan lupakan, nyatanya masih mampu membuatnya menitikan airmata tanpa perlu alasan sempurna.

"Bahagia itu ketika kita merasa cukup." Kalimat itu yang Nigi katakan beberapa tahun lalu, di pinggir pantai bersama orang yang kini ia tangisi. Tapi bukan karena kata-katanya yang membuat Nigi menangis, melainkan kalimat yang Saba utarakan setelah itu, kalimat yang beberapa saat lalu ia dengar terucap dari salah satu aktor dalam film yang ia tonton di bioskop, lantas memancing gelak tawa seisi ruangan karena kalimat yang diucapkan terdengar layaknya gombalan anak muda jaman sekarang.

"Dan itu berarti bahagia gue adalah lo," bisik suara yang sama. Suara yang mampu menghancurkan pertahanannya selama ini. Suara samar yang entah berasal dari mana, tapi persis--bukan, lebih tepatnya memang suara orang itu. Suara Saba yang memanggil namanya.

Nigi meluruh, ditengah keramaian ia berjongkok dengan tangis yang seketika pecah. Ada kalanya diwaktu-waktu tertentu, saat rindu dan sakit itu tidak bisa lagi diredam, meledak mungkin adalah cara mengatasinya.

"Saba..."

***

Satu waktu didua tempat yang berbeda. Ada dua hati yang terpisah dan saling merindu. Bukan berarti tidak cinta, hanya saja cinta terlalu rumit menentukan jalannya sendiri, hingga akhirnya terpisah dengan cara menyakitkan.

Memendam rindu itu seperti bongkahan es di dua kutub. Tidak begitu terlihat dipermukan namun memiliki suhu mematikan jika ditelisik lebih dalam. Siapa pun akan hipotermia jika tidak memiliki amunisi apa-apa untuk menahan rasa dinginnya. Begitupun dengan cinta dan rindu, jika tak punya pengendalian diri yang kuat siapa pun akan hancur dengan segera karena tidak mampu menahan rasa sesaknya.

Hal itu yang kini terjadi pada Saba dan Nigi. Setelah berpisah beberapa tahun tanpa kabar, cinta tak lantas pergi. Justru mengakar begitu dalam hingga rasanya amat menyakitkan. Tapi bukan dua orang itu jika tak bisa begitu pandainya bersandiwara, atau lebih tepatnya memang berusaha menjadikannya realita? Entahlah, nyatanya sampai hitungan tahun yang kesekian ini senyum di bibir Nigi masih terasa hambar, sorot mata Saba masih terasa kosong. Hilang sudah, hilang jiwa mereka dibawa pergi dan ditinggalkan seseorang yang tak pernah mereka duga akan melakukannya.

Cinta memang begitu, terkadang menyimpan misteri yang sulit dinalar akal sehat. Mengapa orang yang baru hadir beberapa waktu dalam hidup seseorang bisa memberi efek sedasyat itu atas kelangsungan hidup orang itu dikeesokan harinya? Tanpa bisa dikendalikan perasaan itu justru menggerogoti hati dengan sadisnya. Bahkan tak terdengar masuk akal bagi mereka yang terlalu terbiasa dengan "cinta". Bagi mereka yang tak tahu bahwa ada cinta yang begitu menyakitkan, hingga rasanya sulit untuk memancing gelak tawa. Ya, salah satunya cinta Saba dan Nigi. Cinta yang mungkin salah satu dari cinta yang diragukan keberadaannya.

DAMN! It's You?!! [TRILOGI "YOU" BOOK 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang