14. Hal Biasa dalam Sebuah Hubungan

40 2 4
                                    

"Ca, kita sekelas lagi nggak ya?" celetuk Kania sambil men-stabilo materi-materi yang kemungkinan akan keluar ujian semester besok.

Ujian semester tinggal menghitung beberapa hari lagi setelah acara perpisahan kelas 12 usai digelar. Kania yang ketinggalan beberapa materi pelajaran karena sibuk menjadi panitia acara selalu menggunakan waktu istirahat untuk mengganti waktu yang ia pakai selama menjadi panitia.

"Lo mau pilih peminatan apa, Kan?" tanya Eca.

"Gue geografi, lo?"

"Yahhh, nggak bakal sekelas lagi kita sih kayaknya. Gue pilih ekonomi."

"Aaaaa, ntar gue duduk sama siapa dong kalo nggak sekelas sama lo?"

"Ya gimana, emang lo mau masuk ekonomi?"

"Kenapa lo milih ekonomi sih?" Raut muka Kania sedikit kesal.

"Lah lo kenapa milih geografi?"

"Gue nggak suka ekonomi, pusing ngitung duit ghaib," ujar Kania.

"Gue juga males ngitung jalan, apalagi ngapalin jenis tanah," sahut Eca.

"Yaudah deh, emang takdir kita sampai sini doang kali."

*****

Ujian semester berlangsung selama seminggu. Kania sudah jarang pulang dengan bus sekolah. Meskipun ia senang memiliki banyak waktu dengan Kevin, ada diri lain Kania yang merasa kesepian. Hari-hari yang dulunya ia habiskan pulang bersama Amira dengan cerita-cerita random sepulang ujian, sudah tak lagi ada. Tawa-tawa Amira yang dulu sering mengganggu telinganya justru sekarang jadi hal yang paling dia rindukan.

Meskipun Kania dan Amira masih satu bus, mereka sudah jarang mengobrol seperti dulu. Kalaupun satu bus, mereka berdua sudah tidak lagi duduk di kursi yang sama. Mereka berdua saling menghindar, padahal dalam lubuk hati mereka saling merindukan satu sama lain.

*****

"Kev, lo milih peminatan apa?" tanya Nando.

"Gue geografi, lo apa?" ujar Kevin sambil membuka kulkas dan meneguk air di rumah Nando.

"Widih, widih, ngikut Kania lo?"

"Yoi! Tapi lo jangan bilang-bilang kalo niat gue sebenernya juga pengen sekelas sama dia di kelas 11."

"Gila ni anak, udah cinta level dewa."

"Lagian gue juga lebih aktif geografi selama setahun ini daripada ekonomi. Kan menyelam sambil minum air, bro."

"Alesan mulu lo!"

"Eh bentar lagi kita bakal sibuk banget nih acara class meeting."

"Yoi, gue nggak masalah sih, kan ada Kania."

"Tai, lo. Nyesel gue ngenalin lo ke Kania, eh gue malah putus sama Maria," keluh Nando.

"Eh iya, lo belum bayar taruhan gue ya, traktir bakso sebulan," timpal Kevin.

"Waaaaa, parah lo! Ternyata anak orang lo bikin taruhan beneran."

"Hahaha, itu namanya sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui."

"Hah? Tiganya apaan?" tanya Nando.

"Lo putus sama Maria. Hahaha."

"Waaah, kurang ajar ya lo lama-lama!" Nando membekap Kevin yang terlentang di kasur dengan bantal.

"Hahahaha, ampun, Nan, ampun!"

Kevin sangat menyadari bahwa ia sangat menyayangi Kania. Di matanya, Kania benar-benar bisa memahami dirinya lebih baik dari siapa pun. Dalam benaknya, ia takut jika nanti Kania hilang dari hidupnya, apalagi kalau dirinya yang menjadi penyebab Kania pergi.

Tokoh Fiksi [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang