CHAPTER 10

374 65 0
                                    

***
Jangan lupa tinggalin jejak,
__________________________

Happy reading...

Di sinilah mereka berada, di sebuah tempat yang terlihat ramai seperti di pasar, banyak orang yang sedang memakan makanan yang mereka pesen, mereka ber-empat masih asik dengan makanan mereka tanpa memperdulikan pandangan orang. Hingga sebuah suara mengagetkan mereka semua, mata mereka tertuju pada sebuah ojek yang menurutnya untuk dilihat.

Di depan kantin ke-empat cowok itu memasuki kantin yang sudah terisi penuh dengan orang-orang yang kelaparan sama halnya dengan Franklin dan sahabatnya, teriakan demi teriakan memekik telinga mereka ber-empat, berbeda dengan berry dan Abigail, mereka malah tebar pesona membuat para ciwi-ciwi semakin histeris, sudah kebiasaan hal ini terjadi, semenjak mereka sekolah disini, sama halnya dengan Edgar and the geng, mereka juga most wanted.

Ngomong-ngomong sekarang Edgar sudah sembuh dan sekarang ia dan sahabatnya berjalan beriringan memenuhi koridor ntah sejak kapan, mereka juga terkenal sebagai cowok kepribadian baik, Edgar menjabat sebagai ketos, pantes popularitas semakin banyak apalagi anak yang masih menjalankan MOS itu.

***

Selang beberapa menit kantin yang tadi ramai semakin ramai karna kedatangan seseorang yang di rindukan para siswa, Edgar yang dulunya koma, sekarang udah sehat kembali, waktu Edgar di rumah sakit, ketua OSIS di ganti dengan Kevin wakil ketua serta Sahabat dari Edgar.

Franklin yang kebetulan duduk di bangku pojok menatap datar sesosok yang sudah lama tidak ia temui, Edgar yang tanpa sengaja menatap manik Franklin, tatapan nya susah di artikan, membuat Edgar begidik ngeri karna mata tajam itu.

"Eh? Itu siapa woy?" bisik Edgar pada Kevin. Kevin menautkan alis, "Lo? Lupa sama dia?"

Edgar mengangkat bahu acuh, "Ntahlah nggak tau gue."

"Ye si bangsat!"

Franklin yang di tatap inteks itu hanya menatap tajam lawannya. Beda dari sahabatnya yang mengoceh tidak karuan.

"Wah? Si Edgar kaget noh liat tatapan tajam yang di berikan pak bos."

"Lah masa?! Biasa si Edgar juga kagak kaget, malah sering adu tatap saling tajam menajam, kayak di film-film gitu, nanti ada yang baper," ujar Abigail.

Berry menoyor kepala Abigail, "Si dugong malah, bahas homo."

"Anjir!! Yang bahas homo siapa!?"

"Pikirannya Lo udah sampai ke mars deh, Ber," lanjut Abigail. Yang lain cuma geleng-geleng melihat satu sama lain.

Beberapa menit kemudian terdapat suara cempreng yang sering di dengar setiap orang bahkan hewan juga.

"Sayang!! Kok kamu udah berangkat? Nggak bilang aku dulu?" tanya Adline berjalan mendekati bangku yang di duduki Edgar.

Franklin dan ke-tiga sahabat nya menatap ke arah Adline dengan tatapan. "Ye! Mak lampir dateng lagi, kesel gue denger suara cempreng dia." Franklin yang mendengar gerutu Berry hanya mengangkat bahu acuh.

"Lagian ngapain di dengerin ber?" goda Abigail membuat yang lainnya ikut tertawa.

"Bacot, berisik kalian!!"

Abigail dan lainnya semakin tertawa melihat wajah Berry yang memerah menahan kesalnya. Mereka ber empat akhirnya menikmati pemandangan yang akan terjadi selanjutnya.

"Eh?! Kamu sekolah disini juga?" tanya Edgar dengan wajah tengilnya.

Adline mengerutkan keningnya tanda bingung. "Kan emang aku udah lama sekolah disini, kamu kenapa si? Bangun dari koma kayak bukan kamu aja!"

Edgar memegang pundak gadis yang berada di depannya. "Nggak gitu atuh, cuma ya lupa aja gitu."

Adline yang awalnya tersenyum manis di gantikan dengan senyum kecut, "Kamu beneran mau terima perjodohan oleh orang tua kamu?"

Edgar menggeleng, menuntun Adline untuk duduk meja yang tersedia. "Bukan nggak terima, tapi aku juga harus terima."

"Ya... Walaupun berat hati, aku harus mutusin hubungan kita!" lanjut Edgar menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.

Adline menunduk, ia tidak boleh menangis, emang dari dulu ia tidak di restui sama kedua orang tua Edgar. Sesak didada selalu membuat Adline menjadi lemah, Apalagi setelah kejadian kemarin waktu di rumah sakit, itu adalah kejutan Adline yang pernah ia dengar, semakin membuat jarak antara keduanya. Adline nekat dekat terus dengan Edgar, walaupun sering di peringati, Adline tidak peduli itu.

Edgar yang selalu mejadi penyelamat, menjadi tameng dari ayahnya yang memperlakukan kekasihnya kekerasan, Edgar sering ngelawan apa yang sering di ucapkan ayahnya itu. Hanya seorang gadis. Camkan hanya seorang gadis. Bukankah itu ga sopan? Yap benar Edgar yang waktu dulu sebelum jiwa nya pergi, selalu menentang apa yang di perintahkan orang tuannya, susah di atur. Dan sekarang jiwanya sudah di gantikan dengan Dimas yang dimana Dimas juga akan tertekan selanjutnya.

***
Maaf telat up kawan, sibuk banget asli.
Dan juga di part ini cuma sedikit kata, jadi gpp ya.

Tbc
.
.
.

12-02-22

Antagonis Ava (Sedang Pergi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang