Part 8

34 8 0
                                    

Kehilangan sosok ibu sempurna tidak pernah Hera rasakan sampai ia mengerti bagaimana seharusnya seorang ibu memperlakukan anaknya. Hera kecil bahkan menyiapkan makanannya sendiri, mengambil sereal dan susu untuk sarapan, menghangatkan makanan beku jika lapar. Elena Russell sibuk mencari uang dan pria untuk kelangsungan hidup mereka. Ia pikir asal kebutuhan Hera tercukupi itu sudah cukup.

Suatu hari di musim panas, Elena menitipkan Hera yang sedang libur musim panas pada Marie. Roti panggang dengan selai kacang, segelas susu hangat dan sepiring buah tersaji di meja makan saat Hera hendak menyiapkan sarapan. Hera ragu apakah ini untuknya? Akhirnya dia mengabaikan semua hal itu, mencari kotak sereal dan susu di lemari es seperti yang ia lakukan seperti biasanya.

"What are you doing dear?" perkataan Marie mengejutkan Hera yang sedang menjulurkan kepalanya ke dalam lemari es.

"Mencari susu Grams," jawabnya polos.

"Sudah kusiapkan di meja sayang, apa kau tidak suka?" tanya lagi Marie keheranan.

Hera menegakkan tubuhnya, memutar badan melihat lagi meja yang penuh makanan.

"Itu kan sarapanmu," ucap Hera tidak kalah heran.

Hati Marie terenyuh melihatnya. Apa yang sudah gadis kecil ini alami? Ia bahkan belum lulus sekolah dasar. Seberapa terlantarnya gadis ini selama ini? Marie mendekati Hera, mengambil kotak susu di tangan mungilnya, mengembalikannya ke lemari es dan menutupnya. Marie menggiring Hera menuju meja, mendudukkannya di kursi tinggi dan meletakkan sepiring roti di depannya.

"Makanlah, Grams menyiapkan semua ini untukmu. Kalau kurang grams akan menyiapkan lagi apapun yang ingin Hera makan."

"Benarkah Grams semua ini untukku? Mommy selalu mengatakan kalau aku lapar aku harus mengambil makanan yang ada di lemari es atau lemari penyimpanan," tanya Hera heran.

"Selama kau ada di sini, Grams akan memasakkan semua makanan yang ingin Hera makan. Makanlah kau pasti lapar," perintah Marie.

Hera mulai makan tanpa di perintah dua kali. Roti panggang terenak yang pernah ia rasakan. Marie tersenyum lebar melihat betapa lahap cucunya menghabiskan sarapan pagi ini. Marie menggeser susu dan buah ke hadapan Hera yang sedang mengunyah potongan terakhir rotinya.

"Kau mau lagi? Akan Grams buatkan," tawar Marie.

"Tidak Grams ini sudah cukup."

Hera menghabiskan susu hangatnya dalam sekali teguk. Tanpa menunggu apa yang di mulutnya habis, ia mengambi piring berisi buah dan mulai memasukkan setiap potong buah bergantian tanpa tersisa. Marie masih setia di sana melihat cucunya yang seperti orang takut makanan-makanan itu akan hilang jika tidak cepat ia habiskan.

"Sudah kenyang?" tanya Marie.

Hera mengangguk dengan mulut penuh buah.

"Sekarang pergilah bermain, Grams akan mencuci ini sebentar baru menyusul."

"Biar aku yang mencuci," ucap Hera.

"Tidak. Ini pekerjaan orang tua, kau bermainlah," tolak Marie.

"Tapi aku selalu melakukan hal itu setiap hari."

"Selama kau ada di rumah Grandma tugasmu hanya bermain dan makan. Sana pergilah, sebelum Grams berubah pikiran."

***

Hera duduk sepanjang malam di samping  Marie yang sedang terbaring lemah. Selang oksigen terpasang untuk membantu pernapasan wanita tua itu. Alat pendeteksi detak jantung terhubung ke dada Marie mendeteksi detak jantungnya yang melemah. Hera menggenggam erat tangan keriput Marie, sesekali ia cium. Hera tidak melepaskan pandangannya pada wajah dan dada Marie. Ia takut jika dada itu tidak bergerak jika ia berpaling sebentar saja.

Don't....! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang