20) END

957 50 3
                                    

Vote!

Seorang pria paruh baya duduk di bangku sendirian dengan raut wajah penuh kesedihan. Sudah berberapa bulan ini ia merasa seperti sebatang kara. Setelah kejadian belasan tahun yang lalu ia ungkapkan kejadian yang sebenarnya. Kejadian, dimana dirinya tak sengaja mendorong anak perempuannya, Naisya yang sedang hamil hingga terjatuh dan mengalami pendarahan.

Angin malam bertiup kencang dan membawa hawa dingin menyentuh pipinya.

"Naisya, Papi benar-benar menjadi orang yang sangat buruk. Buruk sekali!"

"Sekarang Papi seperti kena karma karena perbuatan Papi" Yuno menangis tanpa suara.

"Nai, tunggu Papi di sana! Sebentar lagi papi akan menyusul Naisya"

"Ginjal Papi sudah benar-benar rusak. Percuma Papi bertahan semuanya sudah membenci Papi. Termasuk Juan"

"Semuanya membenci Papi saat Papi mengatakan hal yang sebenarnya kamu alami dan sebelum kamu meninggal"

"Mereka membenci Papi, karena Papi sudah membunuhmu nak. Dan menuduh Raffasya yang menyebabkan kamu meregang nyawa ketika melahirkannya"

"Apakah kamu juga membenci Papi, Nai?"

"Maafkan Papi sudah membunuhmu. Papi tak sengaja mendorongmu kala itu. Karena emosi dan keegoisan Papi, kamu meregang nyawa. Papi terlalu keras kepala"

"Nai, sudah sebulan lebih Juan dan keluarganya tak berkunjung ke rumah Papi. Sekarang Papi seperti merasakan apa yang Reyfan rasakan. Hidup sebatang kara tanpa sanak keluarga dan saudara"

"Papi ikhlas menjalankan hukuman ini"

Pagi hari di rumah sakit Adhinata, Reyfan tengah mengelap badan Raffasya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi hari di rumah sakit Adhinata, Reyfan tengah mengelap badan Raffasya. Sudah hampir dua bulan ia berada di rumah sakit karena kondisinya yang semakin menurun dan tak ada kemajuan.

"Yah, Atya kapan pulang?"

"Atya?"

"Dulu ketika Fasya masih kecil manggil diri Raffasya, Atya"

Reyfan terkekeh kecil. Ia baru ingat, dulu anaknya belum bisa mengucap kata "Raffasya" hanya bisa mengucap kata "Atya"

"Belum boleh pulang. Kamu masih belum pulih nak"

"Atya, ingin sekali pergi jalan-jalan berdua sama Ayah. Pokoknya Atya mau menghabiskan waktu di luar sama Ayah, sebelum Allah panggil Raffasya"

Dengan refleks Reyfan menutup mulut Raffasya. Tak lama ia meneteskan air mata.

"Jangan berucap seperti itu! Ayah tidak suka. Kalau kamu pergi, siapa yang menemani Ayah?"

"Ayah tak punya siapa-siapa di sini. Orang tua Ayah sudah meninggal sebelum Ayah menikah. Setelah Ayah menikah beberapa bulan kemudian ibumu meninggalkan Ayah untuk selamanya. Hanya kamu yang Ayah punya. Kamu harapan Ayah. Jangan tinggalkan Ayah!"

Raffasya (SELESAI) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang