Dua Cincin [Bab 04]

378 30 8
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa tandai typo.

Sabtu, 5 Februari 2022


Pandangan Hera tak lepas dari punggung lebar sang suami, ia tidak menduga membicarakan Nanda dapat mengaduk emosi Mandala. Sejak tadi Mandala tidak mengalihkan pandangannya dari jendela kamar mereka.

Awalnya membicarakan Nanda terasa biasa saja bagi keduanya, tapi dengan banyaknya waktu yang berlalu keadaan menjadi berbeda.

"Nanda tiba-tiba menghubungiku. Dia bilang kalau saat ini dia di Jogja. Aku nggak tahu maksudnya apa dengan memberitahukan keberadaannya padaku," ungkap Mandala seraya membalikkan tubuhnya, menatap lurus wajah sang istri yang tampak terkejut.

"Aku nggak akan menemuinya jika kamu nggak mengizinkan, Ra."

"Nanda sahabat kamu, Mas. Aku rasa kamu nggak perlu izin untuk bertemu dengannya," balas Hera lugas. Raut wajahnya tidak lagi tegang.

Mandala menggeleng, kakinya perlahan mengikis jarak di antaranya dan Hera. "Label sahabat nggak bisa menjadi alasan kalau aku bisa bertemu dia tanpa izin kamu. Karena saat ini aku sudah memiliki istri pergi berdua dengan lawan jenis bisa menimbulkan fitnah. Aku nggak mau hal-hal kecil ini merusak pernikahan kita, Ra. Kamu mengerti, 'kan?"

Walau tahu istrinya sangat pengertian, Mandala tidak bisa membiarkan dirinya berlaku sesuka hati. Dia tidak ingin mengulang kesalahannya lagi.

Ada sedikit rasa senang, tetapi di balik itu ada rasa perih yang datang menyusup ke hati Hera. Dia tahu sepertinya Mandala tidak ingin kejadian lalu sebelum mereka menikah terulang lagi. Namun, Hera tetap senang. Dia suka Mandala yang selalu mengendapkan perasaannya. Selalu meminta izin dan memberitahunya jika bertemu klien wanita.

"Aku nggak masalah kalian bertemu," kata Hera dengan senyum manisnya.

"Makasih, Sayang." Mandala tidak lagi menahan diri, sepasang lengan kekarnya menarik Hera dalam dekapannya. Mengecup kepala istrinya dengan penuh sayang. Hera, wanita di dalam pelukan Mandala itu begitu pengertian. Dia masih sama seperti dulu. Kebaikan hati dan kepercayaannya pada Mandala selalu konstan.

"Mas...."

"Hm."

"Kamu nggak balik ke kantor?"

"Nggak. Aku mau di rumah aja, mau manja-manja sama istri dulu."

"Ih, harusnya aku dong yang manja-manja, Mas," ucap Hera.

"Bagian kamu malam, Sayang. Sekarang bagian aku," balas Mandala sambil menggendong tubuh berisi Hera. Membawa wanita itu ke atas ranjang besar.

Hera tertawa. Hal-hal kecil seperti ini yang mampu membuat rumah tangganya dan Mandala selalu hangat. Pria itu selalu tahu bagaimana menambah bumbu manis ke dalam pembicaraan mereka. Satu hal sederhana yang Mandala pelajari dari ayahnya.

Mencari uang memang penting, tapi kebersamaan bersama istri dan anak jauh lebih penting dari uang.

***

Setelah asyik bermanja-manja dengan sang istri termasuk menjenguk bayi mereka, Mandala sekarang sudah duduk di sofa panjang di dalam kamar putra pertamanya dan Hera.

Cakrawala Sandyakala Eka Mahesa.

Menatap wajah tenang putranya yang sedang terlelap, Mandala merasa tidak nyaman. Diam-diam perasaan bersalah menyelimutinya.

Mandala ingat bagaimana dia nyaris kehilangan Hera. Wanita itu dengan seenaknya meminta untuk membatalkan pernikahan mereka. Bahkan, ingin putus dari Mandala.

Dua Cincin [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang