Dua Cincin [Bab 22]

134 8 2
                                    

Selamat membaca. Jangan lupa tandai typo! Rabu, 21 Februari 2024






"Gimana, dia ada?"

"Ada. Kamu beneran nggak mau nyerah sama dia?" Hani menatap wanita di depannya.

"Nggak akan, Han."

"Sudah aku duga. Tapi memang Mandala itu pria yang mempesona. Bahkan dengan satu anak pun dia ketampanannya nggak berubah. Makin berkarisma," puji Hani sambil membayangkan wajah Mandala.

"Heh! Jangan bayangin calon suamiku!" bentak Nanda kesal. Bisa-bisanya Hani mengagumi pria pujaannya.

Tawa Hani meledak. Wajah kesal Nanda membuat Hani senang. Dua hari sebelumnya sang sahabat terlihat murung. Mogok makan. Tapi sekarang sudah bisa berteriak, tandanya Nanda sudah kembali normal.

"Aku ngomong beneran lho."

Mengabaikan tawa Hani, Nanda kembali bertanya. "Istrinya lagi ngapain waktu kamu ke sana?"

"Ck! Istrinya kayaknya abis masak deh. Rambutnya agak awut-awutan. Terus dasteran. Heran, deh, kok, bisa Mandala ngebucin sama wanita kek gitu. Nggak ada cantik-cantik nya," seloroh Hani seolah Hera adalah seorang upik abu di matanya.

"Mandala dipelet sama istrinya?"

Rasanya, Nanda tidak ingin mengiyakan. Tapi dia tahu kebenaran tentang bagaimana Mandala bisa menikah dengan Hera. Pria itu ... dia, ah, Nanda tidak ingin mengingatnya.

"Bukan pelet lagi. Istrinya ulat bulu. Gatel banget. Segala cara dia gunakan buat dapetin Mandala. Kamu tahu, Hera bahkan dengan suka rela ngangkan di bawah Mandala sebelum mereka menikah."

"Jadi dia hamil duluan?"

"Iya. Wong setiap hari dia itu godain Mandala. Mau nggak mau Mandala harus nikah sama dia."

"Lah, terus orang tua Mandala mau punya mantu kayak dia?" tanya Hani tak habis pikir.

"Mau. Secara dia itu muka dua. Tahu caranya narik simpati. Makanya sampai sekarang dia masih jadi istrinya Mandala, ya, karena dia."

Penjelasan Nanda semakin menambah rasa penasaran dan jijik Hani pada Hera. Wanita yang merupakan teman Nanda semasa kerja di Tokyo itu kian percaya. Hani juga merasa pilihannya untuk membantu Nanda mendapatkan Mandala semakin kuat.

"Terus, gimana caranya kamu bisa mendapatkan Mandala, Nan? Hera kayaknya bakalan nempel terus deh."

"Makanya itu aku butuh bantuan kamu, Han." Senyum lebar Nanda membuat kerutan di dahi Hani, tampaknya dia masih belum menangkap maksud terselubung dari kalimat Nanda.

"Ck! Nanti aku jelasin. Sekarang mending kamu buruan ke rumah mereka."

***

"Wah, anak Ayah ganteng banget," puji Mandala sambil mengecup kepala Cakra.

"Ayah mandinya lama." Bibir Cakra mengerucut. Bocah laki-laki itu memandang kesal Mandala.

Mandala hanya menanggapinya dengan tawa kecil. Dia lalu melirik Hera yang tampak menggigit bibir bawahnya. Sepertinya istri Mandala itu masih memikirkan penyebab lamanya mandi mereka.

"Bunda."

"Eh, iya, Sayang. Kenapa?"

"Kok Bunda melamun? Bunda sakit? Wajah Bunda merah?" Cakra hampir turun dari kursinya, menghampiri Hera yang duduk di samping kanan Mandala.

Telapak tangan kecil Cakra melekat di dahi sang bunda, lalu satunya lagi melekat di dahinya. "Normal," gumam Cakra.

"Bunda nggak sakit, Sayang. Makasih, ya, sudah perhatian sama Bunda," ucap Hera dengan menatap lembut putranya. Diraihnya tangan kecil Cakra, membawanya ke bibir dan dikecupnya. "Sekarang, Abang makan, ya. Bunda tadi masak sup ayam kesukaan Abang."

Dua Cincin [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang