3. Konsep

166 16 0
                                    

Baru saja Pram menyandarkan punggung di tiang beton, tubuhnya otomatis menegak kembali ketika sosok gadis yang sejak tadi ia tunggu, tampak muncul dari balik pintu kaca student center. Student center adalah sebuah gedung tiga lantai tempat menampung seluruh UKM yang ada di Universitas Ranaka. Lantai satu dan duanya merupakan ruang sekretariat setiap UKM, sedangkan lantai tiga adalah aula.

Dengan senyum lebar, Pram menghadang langkah Mody, membuat gadis yang tadinya sibuk menatap ponsel itu, otomatis mendongak. Raut wajah Mody seketika mengendur ketika mendapati sosok Pram ada di hadapannya.

"Dasar generasi nunduk," ledek Pram tiba-tiba. "Kalau jalan, jangan main hape. Nanti nabrak gimana? Sukur kalau nabraknya gue, kalau orang lain?"

"Mending nabrak orang lain," balas Mody cuek. Gadis itu melengos, melewati tubuh Pram sambil kembali sibuk dengan ponselnya. Seolah, Pram hanyalah sebuah kerikil yang menghalangi jalan dan dapat dengan mudah ia singkirkan dengan cara menendangnya.

Tapi sikap Mody itu justru membuat Pram tertantang. Sifat bebalnya mendadak terasa berguna di masa-masa perjuangan seperti ini. Ia berjalan cepat menyusul Mody. Lalu dengan seenak dengkul merangkul pundak Mody dengan telapak tangan yang ia tempelkan di kening gadis itu—membuat langkah Mody otomatis terhenti. Kepala Mody yang semula tertunduk bahkan otomatis terangkat dan tersandar di bahu Pram karena ulah laki-laki itu.

"Baru juga dikasih tau, nanti nabrak kalau nunduk terus. Malah makin dilakuin."

Dengan muka kesal Mody menyingkirkan tangan besar Pram dari kening juga pundaknya. "Lo ngapain, sih?! Repot banget. Mau gue nabrak, kek, jungkir balik, kek, ap—"

Ucapan Mody terputus ketika Pram tiba-tiba saja menjepit kedua pipinya dengan satu tangan, membuat wajah gadis itu kini persis terlihat seperti sebuah squishy yang sedang digencet.

"Ngomel mulu. Sekali-kali ngomong yang manis gitu kalau ketemu gue," ucap Pram. Tapi ucapannya dengan cepat berubah menjadi sebuah ringisan ketika Mody tiba-tiba saja menggeplak tangannya kencang. "Galak banget, ih," sungut Pram sambil mengelus-elus bekas kemerahan di tangannya.

"Lo mau ngapain, sih, sebenernya? To the point aja, jangan bikin kesel!"

Rengutan di wajah Pram, perlahan dihiasi sebuah senyuman. Ia suka dengan sifat Mody yang satu ini. Tidak suka basa-basi apalagi menye-menye. Menurut Pram, gadis seperti ini cukup langka di jaman dinosaurus. Ya iya lah!

"Gue punya pantun. Mau denger, nggak?"

Mody menatap Pram jengah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Apa susahnya, sih, menjawab pertanyaannya barusan? Diminta to the point, malah makin ngalor-ngidul. Mau heran, tapi ini Pram. Sejak awal kenal juga Mody sudah sadar kalau laki-laki itu termasuk spesies manusia aneh.

Mody bersiap membuka mulut, namun Pram menyela lebih dulu.

"Pasti mau denger, kan?" ujar laki-laki itu percaya diri. Sesaat kemudian ia berdeham untuk melegakan tenggorokan. Padahal cuma akan berpantun, tapi pakai pemanasan tenggorokan segala. Memang dasar manusia lebay!

"Ada itik lagi main sama guguk," mulai Pram. Tapi Mody tidak memberikan reaksi apa-apa. "Bilang cakep, dong, biar seru."

Mody berdecak. "Males."

"Bilang dulu, baru dilanjut," keukeuh Pram.

Gadis itu hanya bisa menghela nafas jengah lantas bergumam dengan malas, "Cakep."

Melihat Mody yang menurut meski tidak ikhlas, Pram tidak bisa menyembunyikan senyuman di wajahnya. Entah sejak kapan Mody jadi sangat menggemaskan seperti ini di matanya. Ah, sepertinya ia benar-benar suka pada gadis itu. Mendadak jadi buta begini.

107,7 FM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang