10. Acc.

70 11 0
                                    

Ini Grup Bujang

Gapi : PING PING!

Kipli : Apaan?

Gapi : Gue ada pertanyaan.

Pram : Nanya mulu lo, tapi nggak pinter-pinter.

Gapi : Setan! Diem lu.

Sam : Wkwkwk.

Kipli : Kalau mau nanya, buruan. Mumpung lagi nganggur.

Gapi : Pantat manusia itu dua atau satu?

Kipli : Pertanyaan sampah!

Pram : Bentar, gue cek punya gue dulu.

Sam : Satu nggak, sih?

Gapi : Lah? Bukan dua? Kan, ada kanan sama kiri. Lubang hidung aja ada dua.

Kipli : Lubang pantat lo ada berapa? Coba cek!

Gapi : Ya, satu, lah. Ogeb! Kalau dua repot waktu ceboknya, Bre.

Kipli : Dan lo baru aja nyamain jumlah pantat sama lubang hidung. Pinterrr ...

Pram : Eh, punya gue ada satu, tapi kebelah jadi dua.

Kipli : -_-

Gapi : Eh, semua yang ada di dunia pasti diciptain saling berpasang-pasangan. Pantat ada dua, fix.

Sam : Nggak paham lagi wkwkwk ...

Kipli : Dahlah! Otak gue terlalu cerdas untuk orang-orang berotak Patrick kayak lo.

Gapi : Dih, ni bocah song—

Pram buru-buru keluar dari aplikasi chat, lalu menjejalkan ponsel itu ke dalam kantung celana pendeknya. Ia melesat menghampiri sang mama yang baru saja keluar dari ruangan kemoterapi. Tangannya merangkul pundak wanita itu posesif. Dadanya selalu berdenyut melihat wajah pucat dan letih sang mama tiap kali wanita itu selesai menjalani pengobatan rutinnya.

"Sakit nggak, Ma?"

Di sela-sela wajah letih itu, menyembul sebuah senyuman—yang walau tipis namun tetap manis. "Pertanyaan kamu selalu sama. Mama bosen dengernya. Nggak kreatif."

Pram terkekeh. "Kalau gitu, enak nggak, Ma, dikemo?"

"Enak, rasa cokelat."

"Pantes setiap keluar dari ruangan itu muka Mama pucet. Cokelat emang makanan paling munafik. Manis tapi nusuk dari belakang. Coba Mama nyengir, pasti ilang satu, deh, giginya."

Sang mama terkekeh.

Ini bagian yang paling wanita itu sukai dari sesi pengobatan rutinnya. Mendengar celotehan anak laki-lakinya yang ada-ada saja. Energinya yang terkuras habis seperti dipacu naik hingga menyentuh angka seratus persen kembali.

Di sisi lain, Pram tersenyum walau hatinya terasa getir. Sudah hampir dua tahun ia selalu rajin menemani sang mama datang ke rumah sakit ini, untuk kemoterapi atau sekedar kontrol rutin. Leukemia Limfositik Kronis (LLK). Penyakit itu yang bersarang di tubuh sang mama. Salah satu jenis kanker yang menyerang sumsum tulang belakang dan sel darah, yang menyebabkan terjadinya penumpukan sel darah putih pada darah, sumsum tulang belakang, limpa, hati, bahkan organ-organ lain dalam tubuh. Pram cukup stres saat pertama kali mengetahui kabar itu. Tapi sang mama yang justru menguatkannya, mengelus punggungnya dan mengatakan, "Mama baik-baik aja. Ini bukan masalah besar."

107,7 FM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang