Senja pertama

12 2 0
                                    

Sore ini senja sedang cantik-cantiknya, tidak secantik Jane yang tersenyum dengan mata sembab nya.

Kehilangan memang sangat amat membuat seseorang selemah itu. Namun pada kehilangan, Jane menyadari bahwa segala sesatu memiliki titik akhirnya. Segala sesautu memiliki alur dengan ending yang berbeda.

Jika bisa mengulang waktu, Jane hanya ingin lebih menikmati lagi waktunya bersama sahabat dan teman masa kecilnya itu. Jane tidak ingin egois untuk merubah takdir dan menginginkannya tetap tinggal.

Lagi lagi, di saat dirinya sedang terpuruk, kemunculan Dewa membuat langkahnya kembali suram.
Lebih cerah dari biasanya dan lebih kelabu dibanding sebelumnya. Benar, keadaannya begitu kacau.

Setelah dua tahun berjalan, virus covid-19 sudah sedikit lenggang, begitu juga dengan kegiatan sekolah yang sudah mulai berjalan normal.  Jane akan mengikuti tour pekan besok, tentunya itu adalah kegiatan pertama yang diadakan di  era pandemi.

Jika semasa SMP begitu antusias, maka berbeda dengan tahun ini, dibangku SMA perasaan menggebu itu tidak lagi terasa. Entah karena sudah semakin dewasa, atau suasana hati sedang tidak baik-baik saja. 

Hari ini tiba saatnya pemberangkatan menuju pusatnya budaya, sebagai tujuan utama tour yang diadakan sekolah yang Jane tempati. Yogyakarta? ini adalah kali ketiganya Jane menginjakkan kaki di Kota Istimewa Yogyakarta. Suasananya masih sama, begitupun dengan kenangannya. 

Di masa SMP dulu, Jane masih dengan teman-teman lamanya yang kini sudah entah dimana. Ingat Febri? Ia kini sedang bersekolah di sekolah pelayaran, mimpinya ingin menjadi TNI, menjaga kedaulatan  dan mengabdi kepada Negara . Cita-cita yang sangat mulia, si ambisus yang lahir di Bulan Februari. 

Sedangkan Awa dan April, kini masih satu sekolah dengan Jane. Tetapi intensitas bertemunya sudah tidak seperti dulu lagi, karena memang jalannya sudah berbeda, meskipun masih tetap menjadi teman, teman lama mungkin.

Jika dulu Borobudur yang menjadi destinasi utama, maka kali ini pusat industri sebagai pokok kunjungan utamanya. Ternyata di usia remaja ini, mempersiapkan diri untuk dewasa menjadi tujuan yang paling harus dilakukan.

Mau tidak mau, menjadi dewasa adalah sebuah takdir perjalanan kehidupan. Jane pernah mengatakan pada seseorang, bahwa dia tidak ingin menjadi dewasa, dia ingin tetap menjadi gadis kecil untuk ayahnya, dan adik kecil untuk kakaknya. Tidak ada alasan yang jelas akan keinginan Jane yang menurut orang lain adalah sebuah keanehan yang nyata.

Yang Jane dapatkan adalah sebuah jawaban yang pastinya sudah Jane duga, 

"Lo tuh orang paling langka yang pernah gue temuin, bisa-bisanya lo mikir sampe sana sedangkan di usia kita tuh rata-rata orang pengen cepet gede"

"Dulu gue pengen cepet gede waktu gue masih SD, pas SMP gue pengen cepet-cepet masuk SMA, dan sekarang gue ngga mau cepet-cepet lulus."

Itulah perbincangan singkat dengan seseorang yang terlintas dalam ingatan Jane. Entah awalnya membahas tentang apa hingga berujung pada Jane yang mengutarakan inginnya.

Jogja begitu istimewa hingga tidak ada rasa lain yang menandinginya, seperti dirinya. Sudah di coba beberapa kali pun, dengan keras bahkan begitu keras namun hati tau siapa pemiliknya, hati tahu siapa yang menjadi keinginaannya. 

Dua tahun sudah, dua tahun rasanya berjalan begitu cepat, padahal  dua tahun bukan waktu yang singkat. Lalu apa kabar dengan hati yang masih menetap pada sakit yang sudah tidak ingin lagi dirasa. Kenapa sih? ada apa dengan Jane, seistimewa apa sih seorang Dewa?. Jika soal fisik, maka ada yang mendekati Jane bahkan lebih dari Dewa. Bukan berniat sombong, sebutlah si good boy yang sad boy.  

Mentari Yogyakarta sedang berpamitan untuk tenggelam sementara, di balkon kamar Jane senja pertama di Yogyakarta ini begitu terasa indah dipandang mata. Di atas pegunungan di depan sana matahari sedang bersinar begitu gagah menampakkan sinarnya yang menyerupai hangatnya semesta.

Sepertinya di temani segelas kopi panas akan terasa lebih pas, ah sayang sekali Jane kurang suka dengan minuman itu, lebih tepatnya kopi hitam, mungkin untuk ukuran perut Jane masih bisa mentoleransi jenis kopi susu. 

Di tambah lagi dokter tidak menyarankan Jane untuk meminum minuman jenis kopi dan teh, bukan karena Jane punya riwayat penyakit berat. Hanya saja karena kebiasaan buruknya yaitu makan yang tidak teratur membuat perutnya sedikit berontak sekarang, lemah jika harus memakan makanan yangsekiranya harus dihindari. 

Mungkin penyebab dari kurang suka itu karena tidak terbiasa, bisa saja saat seseorang sudah terbiasa maka hal tabu baginya akan menjadi biasa-biasa saja.

TBC

SEE'U GUYS!

MAAF JIKA BANYAK KESALAHAN ATAU KETIDAKNYAMBUNGAN

VOTE NYA PLEASE!

AKU MASIH TAHAP BEAJAR, BUKAN PENULIS PROFESIONAL, HANYA SEORANG GADIS DENGAN JULUKAN "PENULIS ABAL-ABAL"







TENTANG JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang