MENUJU AKHIR

5 1 0
                                    

Hari libur rasanya begitu singkat ketika hari sudah harus membuatmu kembali bersekolah, tentu saja hari senin. Senin mendung, seperti hari kemarin. Langkah Jane begitu berat, seperti dirantai besi yang begitu besar. Susah untuk melangkah, bahkan Jane lupa bahwa senin harus melaksanakan Upacara bendera. Bisakah dirinya langsung berada di sekolah tanpa harus melakukan persiapan apapun.

Tampaknya, rasa malas Jane sudah sampai otaknya yang juga enggan sadar bahwa hari ini dia harus melakukan sesuatu, agar semuanya berakhir. Alasan kenapa Jane sulit bangun pagi ini mungkin karena semalam Jane tidur larut malam, memikirkan hal apa yang harus dia lakukan, karena cepat atau lambat apa yang harus selesai memang harus benar-benar di akhiri. 

Dengan sedikit terburu-buru Jane bergegas, menyambar handuk dan berlari menuju kamar mandi. Mau tidak mau kewajiban bersekolah harus ia jalankan, terlepas dari dirinya yang enggan bertemu dengan Ayana, namun itu harus. Dengan alasan apapun antara Ayana dan Jane, yang memiliki sudut pandangnya masing masing, memiliki pembelaannya masing-masing. Sebab tidak akan pernah ada hanya satu pihak saja yang salah dalam sebuah hubungan.

Sesampainya di sekolah, hampir saja gerbang akan ditutup oleh satpam. Nafas Jane memburu, akibat berlari dari arah parkiran ke gerbang sekolah. Jaraknya cukup dekat, namun bukan berarti satu atau dua langkah. 

Saat gerbang ditutup, Jane masuk dan langsung berlari menuju barisan kelasnya, melempar tas kecilnya di depan kelas. Pagi-pagi sudah berlomba dengan waktu, sangat lucu. Gara-gara ia tidur larut semalam.

Tiga puluh menit telah berlalu, begitu juga dengan Upacara bendera yang telah selesai beberapa menit yang lalu.

Ternyata alam tidak mendukung untuk senin yang hujan, setelah subuh hingga pukul setengah tujuh seperti akan hujan lebat, ternyata itu kebohongan yang sangat begitu rapih. Nyatanya menuju siang, hari semakin cerah, namun tidak secerah hati Jane. Karena hari ini semuanya harus benar-benar diselesaikan.

"Jii" Baru saja dibicarakan, Ayana sudah lebih dulu menghampirinya,

"Ya?"

"Kita bisa bicara? nanti istirahat mungkin" Sembari sedikit melirik ke dalam kelas yang Jane tempati yang kebetulan sudah ada seorang guru yang akan siap mengajar.

Memang itulah yang Jane inginkan, bahkan sangat ingin meski sedikit ragu.

"Oke, mau di mana? aku ngikut aja"

"Taman sekolah ya, di gazebo depan, lumayan tenang buat kita bisa bicara" Ucapnya

"Oke"

"see u"

Jane tersenyum singkat, sedikit berat, mungkin karena hatinya sudah terlanjur kecewa. Ayana memang baik, tapi tidak dengan semesta yang tidak merestui tentang jalan apa yang beberapa minggu lalu akan Jane pilih. Untuk lebih dekat, melupakan Dewa dan membuat lembaran baru dengan sosok Ayana.

Apakah Jane jahat? menggunakan Ayana untuk melupakan Dewa? bukankah untuk menyembuhkan hati harus menemukan hati yang baru? atau hati yang sakit harus sembuh dengan sendirinya terlebih dahulu.

Jane tidak pernah melihat Ayana sebagai sosok pengganti, Ayana dan Dewa memiliki diri dan keistimewaanya masing-masing, begitu juga dengan Jane yang melihatnya.

Tapi jika ditanya apakah Jane sudah benar-benar melupakan Dewa, maka jawabannya adalah tidak. 

Tapi dalam masa ini adalah masa Jane dan Ayana, bukan Dewa. Meski mau tidak mau Dewa tetap bagian dari kisahnya, bahkan kisah yang mungkin belum selesai, dan tidak berniat untuk menyelesaikan. Jane tahu dia terlalu pengecut, sama pengecutnya dengan Dewa. Sama sama pengecut yang bersembunyi dalam kata teman, sahabat lama. Perasaan yang jelas-jelas sudah disadaripun malah menjadi malapetaka, untuk semuanya, tanpa tersisa.

Orang-orang hanya melihat Jane dan Ayana adalah pertengkaran biasa, seperti yang Ibu Jane sangka, jika Jane bisa mengatakan pada dunia maka dia akan berteriak, tidak sesederhana itu.

Jam istirahat sudah berdering, hampir lima menit yang lalu. Dan Jane sedang benar-benar menyiapkan diri, untuk bertemu Ayana sesaui kesepakatan pagi tadi.

Dengan sedikit ragu Jane melangkahkan kakinya, menuju taman sekolah, dimana gazebo yang dimaksud Ayana itu ada.

Dari kejauhan, Jane sudah bisa melihat Ayana sedang duduk sendiri yang sudah pasti menunggunya. Jarak Jane dan Ayana masih cukup jauh, tiba-tiba Sari datang menghampiri Ayana, dan Jane melihat itu.

Jane tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi yang jelas mereka berbicara sebentar sebelum Ayana melihat padaku lalu diikuti Sari yang juga ikut melihat kearahku.

Sari meninggalkan Ayana, menuju ke arah Jane. Jane kira Sari akan dengan marahnya menuduh segala macam pada Jane, ternyata yang terjadi begitu terbalik. Saat Sari melewati Jane, kepalanya tertunduk, entah apa yang Sari pikirkan, Jane agaknya tampak terheran-heran sambil sedikit mengernyitkan dahi.

Tanpa banyak berfikir, Jane menghampiri Ayana.

"Hai"

"Hallo"

"Sepuluh menit" Ucap Ayana sambil melihat jam yang melingkar ditangan kirinya.

" hm, sorry"

"It's okey, duduk sini"

"Mau Kamu atau Aku dulu?"
Jane sedikit berfikir, dan benar-benar harus siap untuk bicara, Jane memutuskan untuk memulai pembicaraan, mengenai diirnya dan Ayana, mengenai Sari dan segala urusan yang harus mereka luruskan.

"Emm, Gue udah tau, tentang Lo sama Sari" Mulainya,

"Lo? Gue?" Ucap Ayana seakan meminta penjelasan
"Iya, ngga enak kali kan udah ada Sari, Gue ngga mau dia mikir yang enggak-enggak tentang kita"

Ayana hanya mengangguk tanpa memberikan balasan apapun.

"Terlepas dari kita, maksudunya gue ngga tau kita tuh dari awal itu apa, yaudah cuma jalanin aja, dan ngga tau kenapa gue marah pas tau lo sama Sari, emm ya kalian pasti tau lah. Mungkin emang gue yang terlalu baper, gue ngga tau, terlepas dari itu semua gue minta maaf kalo emang gue ada salah, kita sama-sama ya ikut adil sama apa yang terjadi. And thanks for everything, about you, about me and our memories. Maybe"

TBC

TENTANG JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang