BERCERITA PADA IBU

3 0 0
                                    

Dewa mamutuskan pulang setelah berbincang sedikit dengan Ibu Jane, Ibu Jane sempat meminta maaf juga karena tidak datang ke acara pernikahan kakaknya, Dewa paham itu dan tidak mempermasalahkan sedikitpun. Karena memang acaranya intimate, hanya untuk orang-orang terdekat saja.

Kepulangan Dewa membuat Ibu Jane sedikit menghela nafas sedikit kasar, seperti menyayangkan sesuatu, entah apa sebenarnya yang Ibu Jane telah ketahui. Tentang Dewa dan Erika, atau tentang Anaknya dan Dewa. Entahlah, yang jelas Ibu Jane mengetahui sesuatu yang selama ini di sembunyikan oleh Jane.

Sedikit kecewa, kenapa Jane tidak pernah bercerita apapun mengenai masalahnya, mungkin jika tidak bisa membatu Ibunya sudah cukup menjadi seorang pendengar, pendengar dari segala keluh kesah Putrinya.

Pintu keluar sudah di kunci, begitu juga dengan Ibu Jane yang memutuskan untuk masuk ke rumah dan beristirahat. Untuk esok, mungkin akan banyak hal yang harus dia bicarakan bersama anaknya, Jane.

Jane telah tertidur pulas, dengan mata sembabnya, lagi-lagi menangis karena Dewa. Alasan air matanya selalu tentang Dewa, apakah cinta semenyedihkan ini. 

Fajar telah menyingsing dari ufuk timur, arah kebahagian yang telah terbit dengan kebahagian yang belum bangkit. Jane memutuskan untuk istirahat hari ini, ia sudah membicarakannya dengan wali kelas di sekolah, bukan tanpa sebab Jane bolos dari sekolah, melainkan ia sedikit demam, pusing juga perutnya yang sedikit terasa kuang nyaman.

"Makan dulu nak" Ibu datang dengan semangkuk bubur ayam dan segelas minum tentu saja dengan obat yang sudah berjajar manis di nampan yang Ibu bawa.

"Makan ya, minum obat, Ibu tahu kamu kuat" sambungnya.
"Jiji kan emang kuat bu, kapan Jiji pernah ngeluh" jawab Jane.
"Yang bener" ucap Ibu sedikit menggodanya.

Jane hanya mengerucutkan bibirnya, sedikit kecewa dengan jawaban yang Ibunya berikan, seolah tidak percaya bahwa Jane adalah orang kuat.

"Kuat itu harus, tapi jangan lupa berbagi keluh kesah, kalo di pendem sendiri itu jadi penyakit" ucap Ibu Jane.
"Iya bu" ucap Jane.

"Ngomong-ngomong, semalem ibu denger kalian marahan, ngga sengaja sebenernya" ucap Ibu dengan melihat jelas keterkejutan di wajah Jane.
"Ibu sengaja ngga matiin?"
"Engga, Dewa lupa ngga matiin, pas Ibu mau matiin keburu kalian--, ya kamu tau" ucap Ibu.

"Jiji ngga papa kok bu, I'm Fine really fine" ucap Jane sembari memperlihatkan senyum terbaiknya, Ibunya paham bahwa di masa remaja ini cepat atau lambat pasti Anaknya itu akan mengalami masa-masa itu.

"Jadi, Jiji harus cerita lagi atau engga? maaf ya Ibuuuuu, bukan maksud Jiji mau sembunyiin dari Ibu, tapi Jiji ngga mau Ibu jadi kepikiran" lanjut Jane.
"Sekarang ngga perlu, sekarang waktunya makan,minum obat dan istirahat, ceritanya besok aja" ucap Ibunya.

Tentu saja Jane menurut, seharian ini hanya berdiam diri di kamar, rasanya sangat bosan. Sampai Jane teringat bahwa dari semalam Handphonenya belum dia buka, benar saja saat di buka sudah banyak notifikasi dari Instagram dan WhatsApp, dan yang paling menonjol adalah panggilan tidak terjawab dari Caca dan Ara.

Tumben sekali, Caca dan Ara sampai menelepon sampai sebanyak ini. Tanpa pikir panjang Jane menelepon Caca, menanyakan sebenarnya apa yang menjadi alasannya sampai menghubungi berkali-kali.

"Hallo, apasi lo nelpon banyak banget, kangen lo sama gue?!" ucap Jane mengawali pembicaraan.
"Idih Najis, Lo ngga masuk hari ini?" tanya Caca di seberang sana.
"Engga, gue mau rehat, ngga tau sampe kapan, Ibu gue juga kayanya ngga bakal Izinin gue sekolah dulu buat beberapa hari, ngemeng-ngemeng tumben amat Lo peduli ama Gue ca, ada apa gerangan" jawab Jane.

"Gue cuma khawatir aja sama Lo, gara-gara kerjadian semalem sih, gue takut lo kenapa-kenapa" ucap Caca.
"Kejadian semalem? gue?" tanya jane
"Iya eloo dongo! siapa lagi sih, btw gue ngga sengaja hehe, gue semalem balik lagi ke sekolah, buat ambil barang yang ketinggalan" jelas Caca. Ternyata selain Ibu,Caca juga tahu kejadian semalam.

"Lo liat semua?" tanya Jane sedikit ragu.
"Iyalah, dari awal sampe akhir, Ara juga liat, Lo aja yang ngga sadar kalo tempat lo teriak-teriak masih banyak orang Ji, parah sih" ucap Caca.
"Hah?! semenyedihkan itu gue ya Ca?" tanya Jane menunduk lesu.

"Emang" jawab Caca spontan.
"Kurang ajar Lo!"
"Lah emang iya, masa gue jawab engga"
"Minimal, minimal inimah lo semangatin sahabat lo ini Ca"
"Mau gue semangatin kaya apa lagi? sampe mulut gue berbusa kalo otak lo goblok ya goblok aja" ucap Caca.
"Durhaka banget Lo"
"Gue ngga durhaka, lo aja yang dasarnya tolol"
"Lo ngatain gue?!"
"Bukan ngatain Ji, ini itu kenyataan. Lo tolol sama goblok! terima aja si"
"Enak aja lo! tapi iya juga sih, dah ah gue pusing, sana lo masuk noh bagian Bu Yanti kena damprat baru tau tasa lo!"

"Lah Iya anjir, males banget gue kalo bagian Bu Yanti, lah udah dateng bae tuh orang" ucap Caca yang melihat Bu Yanti berjalan menuju kelasnya, itu terlihat jelas dari jendela kelas.

"Mampus Lo!"
"Berisik! dah gue matiin, bye"
"Bye"

Panggilan berakhir, juga dengan Jane yang sedikit terlarut dengan omongan Caca, benarkah semalam dirinya menjadi tontonan banyak orang. Siapa lagi yang melihat dirinya bertengakar dengan Dewa selain Caca dan Ara di sekolah. Memikirkan itu nampaknya membuatnya sedikit pusing, hingga kepalanya sedikit berdenyut nyeri. Baiklah, mungkin sekarang Jane harus fokus untuk mengistirahatkan diri, entah badan atau pikiran.

Untuk saat ini tolong jangan datang kedalam pikiran Jane, hilang lah sejenak, hanya itu yang Jane minta untuk saat ini, dan tentang apa yang harus Jane ceritakan pada Ibunya, telah Jane putuskan untuk menceritakannya segera setelah Jane benar-benar sehat.

TBC

TENTANG JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang