20. COME BACK

1 0 0
                                    

Tampaknya mentari sedang menarik perhatian semua orang. Terbukti karena cuaca hari ini begitu cerah, sepertinya dikarenakan ikut senang akan kembalinya Jane memasuki sekolah.

Hari ini Jane benar-benar sudah diperbolehkan memasuki sekolah, seperti biasanya. Merajut tawa bersama dengan teman-teman di sekolah. Mengingat pagi tadi, Ara dan Caca menginap di rumah Jane, oleh karena itu sekarang mereka berangkat bersama. Di awali dari rumah Caca terlebih dahulu yang memang lebih dekat dengan Jane,

 lalu ke rumah Ara yang jaraknya lebih dekat ke sekolah. Entahlah, Jane yakin hari ini mereka akan kesiangan, bahkan sangat yakin. 

Jam sudah menunjukan pukul tujuh tiga puluh, benar-benar akan sangat terlambat, entah alasan apa yang akan mereka jelaskan kepada guru di kelas. Apakah sakitnya Jane? apakah karena mereka menginap? apa alasan saja jika mobil yang mengantarkan mereka mogok? seperti alasan di film-film yang sering Jane tonton?.

Ini semua gara-gara Ara dan Caca bersikukuh ingin berangkat bersama, berakhir dengan jam yang sudah semakin siang dan mereka yang masih menetap di rumah Ara, menunggunya berdandan.

Tampaknya, Jane kali ini selamat dari hukuman karena datang terlambat, itu karena selembar kertas dari dokter yang menyatakan bahwa dirinya tidak boleh melakukan kegiatan yang terlalu keras, terbukti dengan dirinya yang hanya mengelap kaca sedangkan Ara dan Caca harus mengangkat buku-buku berat yang dipindahkan dari perpistakaan lama ke perpustakaan baru.

Sekolah Jane sedang dalam masa renovasi di setengah bangunannya yang sudah hampir penyelesaian akhir. Oleh karena itu banyak barang-barang yang harus ditata kembali setelah renovasi selesai.

Sudah hampir bel pulang sekolah, tapi mereka bertiga masIh bergulat dengan banyak buku-buku dan kertas keterangan.

"Semangat guys, gue yakin kita bisa!" ucap Jane dengan semangat.
"Semangat mata Lo!" sentak Ara.

Jane hanya menyengir tanpa dosa, dia tahu bahwa teman-temannya itu lebih merasa lelah. Karena Jane hanya ditugaskan lima puluh persen dari tugas penuh, dan mereka berdua mengerjakan seratus persen, kurang beruntung apa Jane?.

Menit demi menit waktu terus berlalu. Hingga bel penanda telah berakhirnya pembelajaran hari ini berdering begitu keras, atau mungkin hanya Jane yang merasa bahwa bel pulang hari ini sangat mengagetkan dirinya, terbukti karena beberapa detik yang lalu Jane masih setia menelungkup di atas meja, tentu saja tidur.

Lelah, dengan semuanya, bahkan gosip di sekolah tentangnya dan Dewa mungkin telah menyebar, Jane yakin itu. Bukan karena Jane yang dikenal banyak orang, namun karena Dewa adalah atlet volley yang pasti banyak digandrungi kaum hawa.

Mengingat masalah itu membuat Jane yang tenang menjadi Jane yang gusar, tentu saja hidupnya sudah benar-benar terusik. Semua orang hanya tahu bahwa dirinya dan Dewa adalah sepasang sahabat yang begitu dekat, bukan dua orang pengecut yang menyembunyikan segala kebenaran atas nama sahabat.

Jane memutuskan untuk pulang setelah dirasa mungkin sekolah sudah sepi. Benar, tujuannya adalah untuk tidak terlihat oleh siswa lain, menghindari segala pertanyaan yang belum bisa ia jawab.

Tentu saja Jane tidak sendiri, beranikah jika teman-temannya akan meninggalkan Jane dalam keadaan susah?. Entahlah, karena apa yang kita lihat dan rasakan hari ini adalah sebuah sesuatu yang hanya sementara, cepat atau lambat semuanya akan berubah seiring dengan umur dan pemikiran.

Suasana sekolah sudah sepi, Jane memutuskan untuk pulang, juga dengan Caca dan Ara tentu saja Zahra.

Langkah demi langkah menuruni anak tangga yang menghubungkan lantai bawah dan lantai atas. Jane berjalan dengan pasti. Beriringan dengan tubuhnya yang indah dengan sorot mata yang teduh. Di ujung tangga sana, satu sosok yang berusaha sangat Jane hindari sedang berdiri menghadap ke lapangan, yang tentu saja membelakangi Jane, juga beberapa siswa yang ternyata melewati mereka dengan menatap seolah-olah ada sesuatu yang patut menjadi tontonan publik.

Hela nafas Jane terdengan kasar, entah karena di depannya ada sosok Dewa, atau tatapan siswa yang seolah ingin menelannya hidup-hidup. Dua hal yang sama-sama sedang Jane hindari, dan keduanya datang diwaktu bersamaan.

Jujur saja, Jane benar-benar sedang malas berdebat atau berbicara, bukan hanya pada Dewa, juga pada semua orang. Tenaganya sudah sangat terkuras habis karena menjalani hukuman karena keterlambatan, juga karena fisiknya yang belum benar-benar bisa pulih seperti biasanya.

Dewa mengajak Jane untuk pulang bersama, tanpa mengeluarkan sepatah kata, Jane hanya menurut, bahkan Caca dan Ara sudah berusaha untuk mencegahnya. Namun apalah daya. Seperti anak baik yang menuruti segala perintah orang tua, begitulah Jane, bungkam tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengisyaratkan anggukan kepada sahabatnya, menandakan bahwa dia akan baik-baik saja.

Motor yang dikendarai Dewa melaju dengan kecepatan rata-rata, tidak ada obrolan sedikitpun, hanya gemuruh angin yang menyelimuti mereka.

Dulu, bukan motor yang menjadi saksi bagaimana kisah ini dimulai, melainkan sepeda. Benar, sepeda Apri, Jane pernah mengatakan bahwa dirinya dan Dewa selalu tanpa sengaja masuk dalam kelompok pembelajaran yang sama.

Dan waktu itu, tugas yang harus dikerjakan adalah membuat drama. Projeknya begitu lama, dimulai dari pembuatan naskah, pencocokan karakter sampai dimana projek itu sukses di kerjakan. Banyak hal yang terjadi waktu itu, hal hal diluar dugaan yang menjadi saksi bisu bahwa Jane dan Dewa pernah sedekat dan sehangat itu.

Saat itu, drama yang dibuat harus divideokan, ibaratnya seperti shooting film kecil-kecilan. Dan pemilihan latar tempat telah diputuskan disekitaran rumah Apri yang kebetulan juga letak rumah Dewa tidak begitu jauh dari tempat shooting akan dilaksanakan.

Drama yang diangkat oleh kelompok Jane adalah tentang kehidupan. Jane tidak mengingat begitu jelas cerita apa yang di angkat pada saat itu. Hanya saja, waktu itu Jane sangat ingat bahwa Dewa adalah pemeran utamanya, dan Jane sebagai sutradara bersama Febri waktu itu. 

Dan entah karena apa itu, Jane menggunakan sepeda Apri untuk menjemput Dewa ke rumahnya dengan tujuan supaya shooting segera dilaksanakan dan tugas yang diberikan cepat terselesaikan. Jane pikir, Dewa memintanya untuk menjemput supaya ibunya mengizinkan untuk pergi. Dan Jane pikir juga, Dewa akan menggunakan kendaraan miliknya sendiri. Namun tanpa disangka Dewa naik dan berakhir dengan berkeliling komplek dalam sepeda yang sama.

Jane dan Dewa saling berboncengan, dengan sepeda sayur yang tentunya milik Apri. Entah bagaimana kabar sepeda itu, masih baik-baik saja atau sudah berganti dengan yang baru, Jane pikir akan menanyakannya pada Apri nanti.

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TENTANG JANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang