10- (Bukan) Sahabat Lagi

157 35 48
                                    

Mungkin memang seharusnya kita saling menjaga jarak.
***

Kegiatan kemah sudah selesai pagi tadi. Yara baru mengistirahatkan diri sebentar sebelum kemudian bersiap untuk menemui Sherin. Kebetulan Sabtu kemarin saat dirinya dispen, ada tugas yang harus dikumpulkan untuk besok. Berhubung buku paket Yara hilang, ia memutuskan untuk meminjam pada teman sebangkunya yang sudah menyelesaikan tugasnya.

Sherin juga sekalian hendak memberikan gelang miliknya yang jatuh di kelas. Tentu saja Yara tidak jadi membuang barang berharga tersebut. Saat itu, ia hanya sedang marah dan perkataan Danes benar, ia akan menyesalinya jika mengambil keputusan ketika emosi.

Yara bahkan sempat kelabakan, takut jatuh di suatu tempat. Beruntung Sherin segera memberitahukan keberadaan gelangnya.

Cewek itu keluar rumah hanya memakai jeans dan kaos hoddie berwarna maroon. Lagipula, ia tak berniat berlama-lama mengingat rasa lelah yang masih sangat terasa. Kalau saja tidak ingat dengan tugas yang diberikan Pak Ferdi, guru yang terkenal galak tersebut, mungkin Yara akan sedikit bersantai.

Keduanya memutuskan bertemu di taman. Sherin kebetulan hendak pergi ke rumah tantenya, jadi sekalian lewat katanya. Yara sendiri memilih memesan gojek, padahal dua motor ada digarasi rumah.

Mereka sempat bercakap-cakap sebentar, meneceritakan tingkah Danes yang membuatnya malu, berakhir dengan terus menjadi bahan ledekan Didit dan Anton. Sherin hanya tertawa mendengarnya. Cewek itu bilang dirinya beruntung dicintai oleh Danes, hh.

"Nayara?"

Yara menghentikan omelannya, menoleh untuk mencari sumber suara. Mendapati sosok tak asing yang tertangkap retinanya, mata Yara membola. Ia pasti salah melihat.

Memastikan, Yara segera berdiri menghadap wanita paruh baya yang tengah duduk di kursi roda. Ia membekap mulutnya tak percaya.

"Bunda Sekar," ucapnya lirih. Tanpa sadar mata Yara sudah berkaca-kaca. Wajah wanita itu tampak tirus, bahkan badannya juga lebih kurus dari saat terakhir mereka bertemu.

"Benar kamu, Nak. Ternyata bunda tidak salah liat." Sekar tersenyum hangat.

"Siapa, Ra?" tanya Sherin. Respon yang diberikan Yara menarik atensinya.

Dengan nada tercekat, Yara menjawab, "Bunda Samia."

Sherin tak kalah terkejut mengetahui siapa wanita di depannya. Menangkap tangan sahabatnya yang terkepal, Sherin segera memegang lengan Yara, berusaha menenangkan.

Diam-diam Yara tersenyum miris. Samia menghakiminya hanya karena ia tak jujur tentang perasaannya pada Ghafi, sedangkan cewek itu sendiri, bahkan ... lebih kejam darinya.

Samia menyembunyikan hal sebesar ini dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja.
***

Semalaman, Yara tidak bisa tidur, padahal kondisi tubuhnya sedang membutuhkan istirahat yang cukup setelah dua malam dirinya tidak tidur.

Pertemuan dengan Sekar di taman membuatnya terjaga hingga pagi. Kesal, kecewa dan marah. Yara merasakannya. Mengingat kehidupan Samia yang sulit sejak dulu, ditambah kondisi Sekar, ia tak bisa membayangkannya.

Bukankah seharunya Samia menceritakan padanya?
Itupun kalau cewek itu menganggapnya sahabat.

Yara memang jahat pernah menjauhi Samia hanya karena perasaan cemburunya, tapi ia tak pernah benar-benar ingin persahabatan mereka hancur. Dirinya hanya sedang berada di fase patah hati. Sifat buruknya adalah ia selalu mengambil keputusan dengan tergesa-gesa. Tanpa mau repot-repot mencari tahu.

Rasanya ia ingin segera menemui Samia. Menanyakan alasan cewek itu merahasiakan keadaannya. Beberapa hari lalu, Samia dengan congkak mengatakan dirinya tak menganggap penting persahabatan mereka. Samia tidak berkaca, malah menudingnya.

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang