14- Sesuatu yang Hilang

143 36 13
                                    

Seseorang membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk menyadari rasa kehilangan.
***

Dulu, saat Yara mulai menyadari bahwa dirinya menyukai Ghafi, ia tak pernah sedikit pun membayangkan mereka akan bisa menjadi dekat. Yara bukan tipikal cewek yang berani terang-terangan memperlihatkan rasa sukanya seperti Samia.

Yara mungkin pernah memberanikan diri memberikan minuman pada Ghafi, tapi siapa sangka cowok itu akan melihat ke arahnya hingga sejauh ini, lebih tepatnya sampai berani memintanya menemani ke Gramedia.

Tentu saja Yara senang. Meski kadang ketika terdiam sebuah pertanyaan melintas di benaknya.

Dua harapan yang kerap ia sematkan dalam doa, bagaimana bisa terkabul dengan begitu mudah?
Contohnya saja Danes yang berhenti mengganggunya dan Ghafi yang tiba-tiba mendekatinya.

"Gimana kemarin lancar?"

Yara yang sedang menyandarkan punggung pada pagar pembatas lapangan menoleh. Di sebelahnya ada Sherin yang tengah mengipasi wajahnya dengan kipas portable, kebetulan mereka baru selesai pemanasan dengan berlari memutari lapangan.

Cewek itu hanya balas mengangguk tanpa menambahkan apa pun, tak seperti dugaan Sherin sebelumnya.

"Abis dari gramed ngapain lagi?" tanya Sherin berharap dapat menangkap raut antusias sahabatnya.

"Makan." Singkat, padat dan jelas. Tentu saja Sherin bertambah heran. Ini Yara loh, cewek yang selalu saja membahas Ghafi dengan begitu antusias.

Sherin hendak kembali bertanya, tapi mengurungkan niat melihat Yara yang mendesah pelan. Ia memilih memijat kakinya yang teras pegal, membiarkan cewek itu bermain dengan lamunannya.

Yara sebenarnya menyadari tatapan aneh yang dilemparkan sahabatnya. Namun, ia memilih berpura-pura tak tau karena sedang tidak ingin ditanyai.

Yara tidak menduga, momen yang dulu sangat ia tunggu ternyata tak sesuai bayangan. Kemarin, pergi bersama Ghafi rasanya biasa saja. Mungkin karena Yara sedang lelah sehingga tidak bisa menikmati kebersamaan mereka.

"Nes ih, kembaliin!"

"Gak mau! Hahaha!"

Yara refleks menoleh ke sumber suara. Di koridor, ia melihat sepasang sosok tak asing. Si cewek berusaha mengejar teman cowoknya yang tertawa sembari menyembunyikan sebuah buku.

Danes tampak begitu senang melihat ekspresi kesal cewek itu.

"Ra!"

"Yara!"

Nayara tersentak kaget lalu mendongak ke arah Sherin yang sudah berdiri.

"Ayok kumpul!" ajaknya membuat Yara menoleh ke tengah lapangan di mana teman-temannya kembali membentuk barisan untuk mendengarkan intruksi sang guru. Mengangguk kaku, Yara segera berdiri. Akan tetapi, sebelum berjalan, ia sempat kembali menatap ke arah koridor yang sudah kosong.

"Yara ish! Ayo!" Sherin dengan tak sabar menarik lengan sahabatnya yang lebih banyak diam akhir-akhir ini. Ia yakin, Yara sedang memikirkan masalahnya dengan Samia dan juga Danes, tapi cewek itu selalu menyangkal.
***

"Lo beneran udah nyerah, Nes?"

Danes yang sedang menyeruput teh kotak menoleh pada Arsen. Tak membutuhkan waktu banyak untuk mengangguk membenarkan.

Ada raut tak suka di wajah sahabatnya, tapi ia tidak peduli. Lagipula, restu Arsen tidak pernah berguna.

"Yara mungkin cuma lagi kacau aja," ucap Arsen membuatnya tertegun.

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang