29- Sebuah Keputusan

175 36 17
                                    

Danes menatap sosok di depannya dengan bibir terkatup. Pandangannya jatuh pada tupperware yang Ghafi simpan di pangkuan.

Mereka belum saling bicara. Suasana terasa canggung, lebih tepatnya Danes yang tidak tahu harus berkata apa karena selama ini ia hanya bersikap ketus pada kakak tirinya.

Ghafi yang dapat membaca situasi langsung membuka topik. "Dari Yara," jujurnya membuat tubuh Danes kaku seketika. "Kalau gak suka, jangan dibuang. Simpen aja, entar gue yang makan."

"Oh ya satu lagi." Ghafi yang sudah berjalan kembali berbalik. "Yara minta gue buat gak ngasih tau elo, tapi gue ngerasa lo emang harus tau."

Setelah mengatakan itu, Ghafi berjalan ke luar ruangan. Ia harap adiknya sadar bahwa Yara sudah berubah. Cewek yang diam-diam masih memberi perhatian itu bahkan berusaha untuk tak menampakan diri demi menjaga perasaan orang di sekitarnya.

Di dalam ruangan, Danes masih bergeming. Mendengar nama itu membuat sesuatu dalam dadanya berdesir. Bodoh memang. Setelah disakiti begitu dalam, ia masih belum berhasil melupakan perasaannya, bahkan malam tadi ... suara Nayara membuatnya tak bisa memejamkan mata hingga pagi tiba.

"Gu-gue juga sayang elo, Arshaka Daneswara."

Nayara dan suara lirihnya berhasil memporak-porandakan hati dan pikiran Danes.

Cowok itu menarik napas dalam lalu membuka tutup tuperware di pangkuannya. Aroma dari puding cokelat tercium di indra pembaunya. Danes mengambil sendok yang sudah disediakan Yara, menyuapkan ke mulutnya dan mengunyah perlahan.

Dapat ia rasakan ketulusan dalam setiap suapannya hingga Danes tak sadar puding di pangkuannya tersisa sedikit.

Merasa sudah kenyang, ia menutup kembali dan menyimpannya ke meja samping brankar. Danes menyadarkan punggung, tangannya kini fokus pada ponsel. Menjelajahi media sosial hingga pada akhirnya mampir ke akun milik Yara. Tidak ada unggahan terbaru. Terakhir kali cewek itu meng-upload foto setelah mengetahui bahwa dirinya berpacaran dengan Ilona. Yara menuliskan caption galau dengan singkat.

Derit pintu membuatnya mendongak. Didapatinya cewek berambut sepunggung melambaikan tangan disertai senyuman manisnya.

"Hai, pacar! Gimana keadaannya sekarang?" Ilona terkekeh diakhir kalimat. Ia melirik tuperware yang tergeletak di atas meja dan merapatkan bibir, menahan senyum.

"I'm fine," jawab Danes tak kalah semangat membalas sapaan pacar pura-puranya.

"Bagus deh." Cewek itu mengangguk. Ia terdiam sejenak lalu melirik Danes. "Nes!"

Danes yang kini tengah melihat video di akun tiktok berdeham.

"Bisa fokus dulu gak?" tanya Ilona meminta perhatian. Ada yang ingin ia bicarakan. Sebenarnya sudah ia pikirkan selama beberapa hari, hanya saja Ilona maju mundur untuk menyampaikan apa yang mengganggunya.

Danes menatap teman sekelasnya lalu mengangguk dan menyimpan ponsel. Melihat raut Ilona, ia yakin ada hal serius yang ingin cewek itu bicarakan.

"Serius banget ya?" Danes menangkap kebimbangan di matanya.

Ilona sempat merapatkan bibir sebelum berbicara. "Nes, apa kita akhirin aja ya?"

Kernyitan di dahinya muncul. Bukankah Ilona sudah setuju membantunya dan akan mendapatkan timbal balik yang sama menguntungkannya?

Cewek itu mendesah pelan. Terlihat sekali sedang memikirkan masalah berat. Danes jadi merasa bersalah. Mungkin selama ini permintaannya membebani teman sekelasnya.

"Lo lagi ada masalah?" tanya Danes yang mendapat gelengan.

"Gue cuma ... ngerasa apa yang kita lakuin sia-sia, Nes." Ilona mengembuskan napas lelah. Ia menatap Danes dengan sungguh-sungguh. "Kebohongan ini gak bikin Yara berhenti kayak apa yang lo bilang. Sikap dia yang sekarang malah bikin gue ngerasa jahat, padahal dia keliatan tulus banget."

Nayara's Two Wishes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang