Yara merasa apa yang dilakukannya salah. Membiarkan Aldo mengusik hidupnya dan pasrah dengan semua ajakan cowok itu hanya karena perasaan takut kembali mengulang kesalahan yang sama, yaitu menyakiti orang-orang yang tulus mencintainya.
Yara tidak tahu, seberapa besar cinta Aldo untuknya. Namun, setiap melihat tingkahnya, Yara selalu melihat bayangan Danes. Raut kecewanya yang berusaha ditutupi dengan senyuman.
Rasanya sangat menyiksa. Yara tidak suka dengan perasaan tersebut.
Danes pasti akan mengatakan dirinya hanya merasa bersalah. Ya, memang, tapi tidak semuanya benar. Cowok itu tidak tahu bagaimana Yara merasa hampir gila setiap melihatnya berduaan dengan Ilona.
"Ra, duluan, ya!"
Yara menoleh pada teman satu ekskulnya. Tania yang sudah menggendong tasnya berjalan keluar lapangan, tersisa Yara dan beberapa anggota lain yang sedang merapikan peralatan marching band untuk disimpan ke ruangan.
Hari ini kegiatan ekskul terakhir di semester dua karena minggu depan sudah mulai ujian kenaikan kelas.
Cewek itu mengarahkan pandangan mendengar tawa dari arah lapangan. Anak-anak futsal baru selesai melakukan pendinginan. Yara yang sempat membatu menyunggingkan senyumnya. Ia kemudian mengambil tongkat mayoret dan berjalan mengikuti temannya menuju gudang.
Danes ada di antara mereka, tak jadi berhenti dari ekskul futsal. Setelah melewati masa terberat dalam hidupnya, cowok itu akhirnya bisa bangkit dan Yara merasa lega melihatnya.
Pamit pada teman-temannya, ia berjalan seorang diri. Suasana koridor terasa sepi karena hari sudah sore dan cuaca mendung. Tersisa beberapa siswa yang baru selesai mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Sepanjang perjalanan menuju gerbang, Yara memikirkan banyak hal, terutama perasaannya yang semakin lama tak bisa ia tahan. Yara rindu kehadiran cowok itu disertai raut cerianya. Ia ingin kembali merasakan perhatian Danes dan ... dirinya begitu ingin meneriakan kalimat yang sama berkali-kali sampai Danes bosan mendengarnya.
"Gue nyesel, Nes. Nyesel banget. Gue pingin lo kembali jadi Danes yang dulu. Danes yang nggak tau malu dan terus perjuangin gue. Gue juga bakal berubah. Gue nggak bakal biarin lo berjuang sendirian lagi. Gue bakal berusaha hargai semua yang lo lakuin. Jadi, ayo kita mulai semuanya dari awal, Nes! Kasih gue kesempatan sekali lagi. Lo mau, kan, Nes?"
Sayangnya, Yara tidak pernah bisa menyuarakan keinginannya. Lidahnya terlalu kelu dan rasa malunya merajai.
Rintik hujan menyadarkan lamunannya. Yara mendongak disusul dengan matanya yang membeliak. Segera ia berlari menuju pos satpam karena hanya tempat itu yang paling dekat dengan posisinya.
Yara melengokan kepala. Keadaan pos satpam tenyata kosong, padahal Yara berharap ia tidak sendirian. Ada rasa takut yang menyerangnya, apalagi hujan langsung deras dan tidak bisa dipastikan kapan akan berhenti.
Suara gemuruh disertai kilat membuat Yara terlonjak. Ia mendorong pintu pos yang sayangnya terkunci. Mendesah berat, gadis itu mengambil ponsel dari tas untuk memesan gocar.
"Aish, sial!" umpatnya. Yara lupa kalau poselnya mati sejak siang. Kalau sudah begini ia harus bagaimana?
Haruskah Yara kembali masuk ke gedung sekolah? Tapi tubuhnya pasti tambah basah kuyup.
Gelegar dari atas langit membuatnya kembali terkejut, apalagi kilat yang menyambar terlihat tepat di depan matanya. Yara takut, ia juga kedinginan karena hanya mengenakan seragam sekolah yang sudah basah terkena cipratan air. Lengkap sudah penderitaannya sekarang.
Gadis itu berjongkok, berharap ketakutannya akan sedikit berkurang. Yara butuh seseorang yang bisa menenangkannya hingga satu nama melintas di pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nayara's Two Wishes ✔️
Novela JuvenilNayara Prameswari sangat membenci Arshaka Daneswara. Baginya, Danes adalah spesies cowok menyebalkan yang terus mengganggunya. Nayara memiliki dua keinginan yang senantiasa ia panjatkan dalam doa. Pertama, menjadi pacar Ghafi, si kakak kelas yang me...