epilog: Captain

248 25 6
                                    

Tepat saat dua tahun Mitsuya tinggal di Kanada, baru pertama kalinya ia mendapatkan telfon dari Sang dokter yang mengobati Aiya.

Ia mulai cemas saat mendapatkan telfon dari Sang dokter, hanya ada dua kemungkinan yang ada dalama pikirannya. Yakni, Aiya yang sudah membaik atau bahkan terbangun dari tidur panjangnya, atau... Ah sudahlah, jangan dibahas lebih lanjut.

Namun, telfon singkat dari Sang dokter mampu membuatnya melebarkan matanya seketika, tangannya bergetar dengan dada yang bergemuruh hebat. 

Waktu baru menunjukkan pukul tiga sore namun ia segera berlari kencang ke parkiran kantornya tempat bekerja sebagai desainer pakaian, ia mengendarai mobilnya menuju ke rumah sakit tempat Aiya dirawat.

Ia meninggalkan sketsa desainnya yang belum beres sama sekali untuk pergi ke rumah sakit, ia meninggalkan segala pekerjaannya demi hari ini.

Hatinya sudah tak karuan, rasanya ia ingin teleportasi agar langsung sampai di dalam ruangan Aiya. Namun hal seperti itu terbilang mustahil.

Keringat dingin mulai bercucuran di dahi dan pelipisnya, ia benar-benar merasa gelisah dan tak tenang jika ia tidak cepat berada di rumah sakit.

Sesampainya di parkiran rumah sakit, ia segera berlari menuju ke ruangan milik Aiya. Ujung jemarinya mulai terasa dingin karena kabar dari Sang dokter tadi.

Setelah lift terbuka, ia langsung menuju ke ruangan Aiya.

Tangannya dengan cepat membuka kenop pintu, memperlihatkan seluruh keluarga Aiya yang sudah berada di dalam ruangan tersebut dengan Sang dokter.

Mitsuya berjalan mendekat untuk melihat Aiya secara langsung, matanya melebar seketika kala melihat wanita yang selama ini ia tunggu menatapnya dengan mengerjap pelan dan merubah eskpresi bingungnya menjadi tersenyum lebar. "Tadaima!" Ucap Aiya dengan riang, namun suara perempuan itu masih terdengar sedikit serak.

Dengan refleks dari tubuhnya sendiri, Mitsuya memeluk Aiya dengan erat dan tidak memperdulikan seluruh orang yang ada di ruangan Aiya.

Dalam pelukannya, ia terisak pelan karena penantiannya benar-benar terjawab hari ini. Wanita yang selama dua tahun lebih ini tertidur pulas di rumah sakit, akhirnya terbangun dari tidur panjangnya. "Okaeri." Ujar Mitsuya dengan suara yang sangat pelan.

Sang dokter bersama dengan Kakek dan Nenek serta kedua orang tua Aiya memberikan waktu berdua antara Mitsuya dan Aiya yang benar-benar sudah lama tak berjumpa.

Aiya mengelus punggung Mitsuya pelan, "Lelaki tidak boleh menangis, Taka-chan. Terlebih lagi, kau sudah menjadi pria saat ini." Ujar Aiya dengan kekehan pelan pada kalimat terakhirnya.

Mitsuya tidak menjawab, melainkan melepaskan pelukan eratnya dan langsung mencium Aiya dengan hangat, juga air mata yang turun perlahan, mengisyaratkan bahwa pria berambut perak itu sangat merindukan Aiya.

Setelah beberapa saat, akhirnya Mitsuya melepaskan ciumannya dan kembali memeluk Aiya yang tak kalah eratnya dengan sebelumnya. "Kenapa kau tega meninggalkanku selama ini?" Tanya Mitsuya dengan lirih.

"Aku sangat merindukanmu, Aya. Tolong jangan pergi lagi dariku." Lanjut Mitsuya.

Aiya yang mendengar suara Mitsuya yang begitu lemahnya, membuat ia merasa bersalah telah membuat Mitsuya menjadi seperti sekarang ini. "Taka-chan, aku mencintaimu." Ujar Aiya.

Mitsuya melepaskan pelukannya, menatap Aiya dengan mata melebar. Terlebih lagi, ekspresi wanita yang ada di hadapannya ini tidak berubah sama sekali, masih ada rona kemerahan di pipinya yang menggemaskan. "Aku mencintaimu, Mitsuya Aiya." Ucap Mitsuya mampu membuat Aiya mengernyitkan dahinya.

Captain | 𝐌𝐢𝐭𝐬𝐮𝐲𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐚𝐬𝐡𝐢 ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang