06. The Fever Not Go

130 16 2
                                    

Proyek yang dikerjakan oleh Mitsuya dan Aiya menuai banyak pujian karena memiliki detail-detail jahitan yang terlihat sempurna dengan desain yang mereka buat.

Proyek tersebut berakhir pada lemari kaca tempat karya-karya milik klub menjahit. Ada sedikit rasa bangga di dalam lubuk hati Aiya saat matanya melihat kepada lemari kaca di dalam ruang klub.

Proyek bersama itu menjadi hasil karya untuk masa-masa terakhir di tahun kedua pada SMA ini.

Untuk menyelesaikan proyek terakhir pada tahun kedua itu, memerlukan begitu banyak waktu dan tetesan keringat dari Mitsuya dan Aiya.

Keduanya sama-sama bekerja keras hingga proyek yang digarap bersama itu membuahkan hasil akhir yang begitu memuaskan, mungkin rasa puas yang ada dikarenakan mereka berdua telah berusaha semaksimal mungkin untuk itu.

Namun setelah proyek bersama selesai dibuat dan tibalah libur akhir tahun, Aiya merasa sedikit kesepian. Entah karena sebelum-sebelumnya ia mengalami masa-masa yang sangat sibuk, atau karena hal lainnya.

Tetapi, karena ia setuju untuk membuat proyek bersama Mitsuya, hubungan diantara keduanya pun terasa semakin dekat. Bahkan karena beberapa kali mereka berada di ruang klub menjahit sampai larut, Aiya sempat tak sengaja tertidur dan kemudian dibangunkan oleh Mitsuya untuk pulang.

Tak jarang pula Mitsuya mengantarnya pulang sampai depan rumahnya, untung saja ia hanya tinggal bersama nenek dan kakeknya yang tidak begitu protektif seperti orang tuanya yang berada di luar negeri.

Saat ini, sekolah sudah mulai aktif kembali setelah libur akhir tahun yang panjang. Namun, kegiatan klub baru akan dibuka untuk minggu depan.

Aiya berjalan masuk ke dalam ruang klub seni yang tidak terkunci disaat jam-jam sekolah sampai jam kegiatan klub sore hari, sehingga ia dapat masuk ke ruang klub seni di jam berapapun selama tidak melanggar aturan sekolah.

Canvas besar yang berisi lukisannya mengenai kota Shibuya masih berdiri kokoh di depan dekat dengan papan tulis, ia hanya menatapnya sekilas dan segera terduduk di lantai pojok ruangan.

Tubuhnya terasa lemas entah kenapa, padahal ia sudah makan dan minum teratur juga menjaga pola tidurnya dengan baik selama ini, namun kenapa keplaanya terus terasa pusing akhir-akhir ini?

Aiya menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak ingin memikirkan hal yang tidak-tidak dan bahkan belum terjadi, ia juga tidak ingin membuat orang-orang di sekitarnya khawatir padanya.

Oleh karenanya ia berada di ruang seni saat ini untuk tertidur sejenak sebelum ia pulang ke rumah, bahkan ia berantisipasi sebelum datang ke ruang seni ia lebih dulu ke ruang UKS untuk meminta obat demam.

Aiya terduduk dengan menekuk kakinya sehingga ia dapat menenggelamkan wajahnya diantara lututnya, matanya terasa begitu berat sehingga tak lama setelah ia menutup matanya, ia pun sudah terlelap.

Sekitar sepuluh menit berlalu dari terlelapnya Aiya, Mitsuya mencarinya sampai menanyakannya pada teman-teman kelas Aiya.

Sampai lelaki berambut perak itu berada di ruang seni, ia memasuki ruang seni dan tatapannya masih saja terpaku dengan canvas besar nan kokoh yang ditaruh di bagian depan itu.

Rasa kagumnya sempat mengalihkan tujuan utamanya untuk masuk ke ruang seni, hingga ia mendapati Aiya yang tengah tertidur sembari terduduk di lantai.

Mitsuya berjalan cepat ke arah Aiya, ia sudah berjanji pada perempuan itu untuk memberikannya hadiah selamat karena sudah menyelesaikan proyek bersama dengan baik, dikarenakan saat liburan akhir tahun kemarin Aiya sibuk dengan keluarganya, sehingga Mitsuya tak dapat bertemu secara langsung untuk memberikan hadiah yang sudah ia siapkan.

Dan saat ini, ia bertujuan untuk memberikan hadiahnya pada Aiya, namun perempuan itu malah tidak berada di kelas saat sepulang sekolah sesuai janjinya.

Mitsuya menghampiri Aiya, ia memegang tangan Aiya dengan tujuan untuk membangunkan perempuan tersebut, namun ia malah menyadari bahwa suhu tubuh Aiya sangat tinggi.

Matanya melebar dan dengan segera ia menempelkan punggung tangannya pada dahi Aiya, kembali memeriksa suhu tubuh perempuan kurus itu.

"Aya-chan! Bangunlah! Demam mu sangat tinggi!" Ujar Mitsuya dengan sedikit panik.

Ia segera membawa Aiya pergi ke rumahnya untuk ia rawat, berpikir kalau demam Aiya masih dapat ia selamatkan jika ia rawat dengan baik, dan ia juga berharap agar kondisi Aiya tidak terlalu parah sehingga tak perlu ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah, ia segera menghubungi teman Aiya untuk membantunya menghubungi orang rumahnya.

Mitsuya menatap Aiya dengan khawatir sembari terus memeriksa suhu tubuh perempuan itu dan mengganti kain kompres pada dahinya.

"Nii-chan, siapa Nee-chan ini?" Tanya adiknya yang kedua.

Mitsuya menoleh sekilas, "Panggil saja Aya Nee-chan, kalian harus bersikap baik padanya. Oke?" Tanya Mitsuya dengan tersenyum tipis dan menepuk-nepuk puncak kepala adiknya.

Keduanya mengangguk dengan antusias, "Oke!" Jawab keduanya sembari mengangkat jari jempolnya.

"Cepat makanlah lebih dulu, Nii-chan akan makan nanti." Perintah Mitsuya pada kedua adiknya, untung saja kedua adik perempuannya mudah diatur dan selalu menuruti perkataannya, sehingga ia tak perlu repot-repot mengurus keduanya.

+×÷

Hari sudah berganti dan suhu tubuh Aiya masih belum turun sejak kemarin sore, perempuan itu pun tidak bangun sama sekali, seolah tidurnya begitu nyenyak walaupun dalam keadaan demam tinggi.

Akhirnya, sebelum ia pergi ke sekolah, Mitsuya lebih dulu membawa Aiya ke rumah sakit dan memberikan konfirmasi pada orang rumah Aiya mengenai kondisi tubuh Aiya.

Saat dokter sudah memeriksa Aiya dan keluar untuk memberitahukan pada pihak yang bersangkutan ataupun wali, hanya Mitsuya yang ada disana karena ia baru saja memberitahu hal tersebut pada orang-orang di rumah Aiya.

Pada awalnya, dokter yang memeriksa Aiya menolak untuk memberitahu Mitsuya sebab lelaki berambut perak itu mengaku sebagai temannya Aiya, dokter ingin memberitahunya pada pihak keluarga Aiya.

Tetapi setelah membujuk dokter untuk memberitahunya, akhirnya Sang dokter pun memberitahu Mitsuya mengenai kondisi perempuan itu.

"Mitsuya-san mengidap penyakit yang serius dan keadaannya saat ini cukup terbilang mengkhawatirkan. Ia mengalami cedera berat di kepala yang dapat menyebabkan berbagai keadaan seperti hilangnya kesadaran, sulit untuk memfokuskan diri terhadap satu hal, otak menjadi sulit untuk mengkoordinasikan sistem saraf. Hal ini mungkin dikarenakan atas benturan keras, kecelakaan ataupun kekerasan." Jelas Sang dokter dengan wajah yang terlihat sendu setelah melihat ekspresi wajah Mitsuya yang berubah.

Mitsuya melebarkan matanya saat mendengar ucapan Sang dokter padanya, ia sangat terkejut hingga sekujur tubuhnya terasa lemas.

Setelah dokter kembali ke ruangannya, Mitsuya akhirnya pergi ke sisi luar rumah sakit yang sepi, lelaki berambut perak itu menyandarkan tubuhnya pada tembok rumah sakit dengan tatapan yang kosong, merasa ingin menangis sekencang-kencangnya pun tidak bisa karena ia selalu ingat perkataan ibunya padanya. "Lelaki tidak boleh menangis, kau adalah orang yang akan adikmu cari dalam berbagai keadaan. Kau perlu menjadi kuat agar orang-orang disekitarmu tak perlu takut."

Ucapan ibunya masih sangat jelas ia ingat di dalam kepalanya, "Tapi bagaimana jika aku yang ketakutan, Bu?" Tanya Mitsuya dengan suara pelan yang terdengar lirih.

Ia menjatuhkan dirinya sehingga terduduk pada rerumputan, wajahnya menunduk dengan kedua tangan yang berada di kepalanya, menutupi wajahnya.

Captain to be continue...

Captain | 𝐌𝐢𝐭𝐬𝐮𝐲𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐚𝐬𝐡𝐢 ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang