5

3.1K 372 40
                                    

"Kamu kalau pake baju ini cocok tau, Obito!" Rin menunjukkan tampilan gambar di handphonenya pada sang kekasih di sebelah.

Obito menengok sebentar. "Tapi aku sukanya warna dongker gitu, Rin. Gak cocok kayanya aku model baju kaya gitu. Keramean." Ujarnya sembari menyeruput kopi hitam.

Mendengar hal itu Rin terdiam dan menunduk. Obito yang gelalapan berusaha mengubah suasana. "Eh tapi kayanya kamu bener, deh! Buat ganti suasana juga 'kan."

Seketika ekspresi wajah Rin berubah sumringah. "Beneran? Aah, syukurlah. Aku kemarin beliin kamu baju ini. Nanti sore aku dateng ke rumah kamu ya buat kasih langsung."

Obito terlihat membuang nafas lega kemudian tersenyum lebar. Diusapnya surai coklat sang gadis manis kemudian memberikan kecupan pada kening. "Makasih banyak ya, sayang."

Kakashi yang berada di hadapan kedua sejoli yang sedang bermesraan melirik tak tertarik dengan novel di genggaman.

Kemudian tak lama Rin berpamitan karena akan ada sesi kelas yang berlangsung.

Kakashi melihat Obito yang tersenyum sendiri meskipun sosok Rin sudah lama pergi. "Senyummu menjijikkan. Lagi pula kenapa kau tidak jujur saja kalau kau tidak suka baju itu?"

Obito melirik sobat super cuek di hadapannya. "Aku mengenal Rin. Dia itu tak pernah meminta apapun dariku. Sumber kebahagiaannya ya hanya saat melihatku senang. Kau pikir aku akan tega menyakiti hati malaikat sepertinya?"

Kakashi berdecih geli. "Secinta itukah kau padanya? Lagi pula apa sebenarnya itu cinta? Kau yakin benar yang kau rasakan itu cinta?"

Obito tertawa atas kekakuan pria berambut perak di hadapannya. "Aku tahu kau ini kaku, tapi aku tak menyangka kau akan sepesimis ini bahkan pada sahabatmu sendiri. Dengar Kakashi, aku juga tak bisa mendefinisikan cinta. Yang jelas, aku merasa jiwaku terhubung dengannya."

Perkataan Obito membuat alis Kakashi menukik tajam. Dipindahnya lembaran novel yang sudah dibaca. "Memangnya bagaimana awal jiwa yang terhubung itu, eh? Aku tidak percaya hal-hal mistis seperti itu. Kalian akan canggung ketika bosan dan berpisah nantinya. Apa bagusnya sebuah hubungan?"

Tawa kecil terus keluar dari bibir Obito. Ia tahu Kakashi memang tipe orang yang sangat menggunakan logika. Mungkin itu cophing mechanism-nya agar terhindar dari kekecewaan.

"Kau tak tahu karena kau belum menemukannya. Pada awalnya, aku memang jatuh cinta pada Rin karena kebaikannya. Ia terus percaya pada mimpiku ketika orang lain tertawa. Tapi bahkan ternyata, ketika Rin menjadi orang yang pemarah, sulit dimengerti pun aku tetap menyayanginya. Sehingga aku tak bisa menjelaskan apa yang membuatku sayang padanya. Hanya saja, aku bahagia bersamanya. Asal dia ada di sampingku, aku merasa lengkap."

Mendengar penjelasan itu Kakashi membuang muka tersenyum meremehkan. "Aku harap aku tak akan menemukannya. Sangat mengerikan untuk bergantung pada orang lain."

"Hmm, itu juga yang kupikir sebelumnya. Tetapi naluri manusia itu tak bisa dicegah, Kakashi. Kita membutuhkan orang lain. Hanya saja orangnya bagaimana akan berbeda setiap manusia. Aku harap kau akan bahagia ketika menemukannya." Ujar Obito menampilkan deretan gigi putihnya.

.
.
.

Manik hitam perlahan terbuka. Tidurnya terusik dengan suara kicauan burung di pagi hari.

Kakashi tersadar dari mimpinya. Sudah lama Obito yang hadir dalam mimpinya tak hadir dalam wujud tak menyeramkan. Ia kembali merindukam masa-masa mereka bersama.

Sebelum badannya bergerak untuk bangun, Kakashi tersadar dengan tubuh mungil yang ada di pelukannya, memeluk Kakashi erat.

Senyum tipis muncul dari wajah Kakashi. Ditatapnya wajah sang bocah yang tertidur pulas dengan rambur berantakan.

Healing [KakaNaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang