Suasana kampus sangat tenang sekarang. Di siang hari, biasanya para mahasiswa akan bersantai di kantin bersama temannya. Berbeda dengan Kakashi yang lebih memilih taman sebagai tempat untuk beristirahat.
Dia merindukan ini. Suasana tenang dan aroma tumbuhan segar dari pepohonan rindang sekitar kampus. Ia berandai-andai, jika saja Obito dan Rin ada disini menemaninya, tentu kebahagiaan Kakashi akan semakin lengkap.
"Yo, Kakashi!" Suara berat familiar itu mengalihkan atensi Kakashi. Berdiri Obito dan Rin yang tersenyum menggandeng bekalnya masing-masing.
Kakashi masih terkejut tak percaya. "Kalian.. bagaimana bisa?"
Rin tersenyum lebar. "Bertanya hal itu nanti saja. Aku sudah lapar sekali. Ayo kita makan terlebih dahulu."
Gadis itu membuka bekal yang dibalit dengan kain. Memakannya berdua bersama sang kekasih. "Apa kabarmu, Kakashi?" Tanya Obito.
Kakashi masih termenung bingung. "Baik. Kalian?"
Kedua manik pasangan sejoli itu saling melirik kemudian tertawa. "Lucu sekali melihatmu kaku seperti ini, Kakashi. Ah, kami hanya mampir sebentar untuk memberitahumu sesuatu."
Perkataan Rin membuat Kakashi menajamkan matanya, bersiap mendengarkan apa yang akan kedua sahabatnya sampaikan.
"Kami sudah bahagia bersama, Kakashi. Kau tak perlu merisaukan apapun lagi."
Air mata yang tertahan sejak tadi pun mulai menggenang membasahi bola mata Kakashi. "Tapi, andai saja aku bisa melakukan sesuatu pada saat itu--"
"God! Mengandai-andai tak akan membawamu kemanapun, Kakashi!" Obito memotong kalimat sahabatnya, muak dengan perkataan yang tujuannya hanya menyalahkan diri sendiri.
"Aku tahu sulit bagimu untuk selalu ditinggalkan. Tapi semua itu bukan salahmu. Hidupmu akan jauh lebih baik jika mampu mengikhlaskan kami. Dan itulah yang kami harapkan." Rin berkata selembut mungkin. Suara gadis itu selalu mampu memberikan ketenangan saat menengahi kedua sahabatnya yang sedang bertengkar.
"Penerimaan adalah kunci ketenangan, Kakashi. Menerima bahwa kita tak akan bisa mengontrol semua hal yang akan terjadi, menerima bahwa terkadang kehidupan tak memberikan kita keindahan yang didambakan, dan menerima bahwa kesedihan juga merupakan proses menuju kebahagiaan." Ujar Rin lagi.
Obito menodorkan Kakashi tisu. "Tak perlu terus menerus menangisi kepergian kami, Kakashi. Karena melihatmu tersiksa juga penyiksaan bagi kami."
Kakashi mengangkat wajahnya yang sudah memerah menahan tangis. "Maafkan aku."
"Sudah kubilang ini bukan salahmu! Haah.. kau ini memang manusia yang bebal." Ujar Obito kesal.
Diusapnya bahu sang sobat. "Kalau tanamanku gagal, aku bersedih. Tapi tak apa, karena aku masih bisa menemukan kebahagiaan baru ketika tanaman selanjutnya berhasil. Begitu juga hidup. Kau tak perlu mengisolasi diri atas rasa bersalahmu, Kakashi."
Kakashi mengangguk, tersenyum atas perkataan sahabatnya. Beban di pundaknya terasa seperti terangkat, memberinya keringanan yang baru ia rasakan.
Obito dan Rin tertawa. "Syukurlah. Kau terlihat lebih baik juga, Kakashi. Apakah ada hal baik yang terjadi?"
Tawa tipis terlukis pada wajah yang terhalang masker hitam. "Ya. Aku menemukan bocah yang mengubah hidupku. Berkatnya juga, aku merasa semakin baik dari hari kehari. Bocah itu juga yang kau katakan akan mengisi kekosongan jiwaku, Obito. Aku kini sudah bukan lelaki pesimis lagi berkatnya." Ujar Kakashi panjang lebar menceritakan Naruto yang mengisi hari-harinya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Healing [KakaNaru]
Romance[Selesai] Terkadang, hewan buas justru ada di aliran air paling tenang. Sama halnya seperti depresi yang kakashi rasakan. Kematian sahabatnya membuat dunianya seakan menggelap. Sampai ia bertemu bocah itu.. Bocah yang menyelamatkan dirinya.