Sudah satu jam Junior memandangi wanita paruh baya yang sedang duduk di sebuah cafe. Tidak ada tanda-tanda wanita itu akan beranjak, padahal Junior sudah menghabiskan setengah bungkus rokok dan beberapa coffee yang ia pesan tadi.
Junior benci. Ia benci ketika saraf-saraf di otaknya di dera rasa penasaran, ia benci tidak tahu apa-apa, ia benci ketika dirinya merasa iba di saat kopi panas tumpah mengenai wanita itu. Ia tidak suka dirinya yang masih menyayangi wanita itu... Wanita yang tak lain adalah Ibunya.
Ibu yang sudah meninggalkannya. Ibu yang tetap melangkah meski jerit tangis seorang anak meraung padanya. Ibu yang menghilang tanpa kejelasan untuk di maafkan. Terkadang Junior mengira Ibunya sudah mati, karena tidak pernah ada kabar dari wanita itu. Dia hilang serperti di telan bumi. Lalu sekarang, ia kembali tanpa hal yang pasti.
Informasi yang ia dapatkan hanyalah tentang pekerjaan wanita itu. Katanya, ia di gadang-gadang akan menjadi pengacara ternama di ibu kota. Saat itulah Junior meyakini, wanita itu kembali hanya untuk pekerjaanya. Terlihat dari seberapa tekun ia menatap layar laptop juga map-map yang menumpuk di atas meja sana. Atau dari tatapannya yang bahkan tidak mengenali Junior ketika mata mereka bertemu sekilas.
Mata itu masih sama, tapi terasa asing...
Junior ikut bergerak saat wanita itu beranjak sambil tersenyum ke arah pintu masuk. Ia cukup terkejut saat lelaki jangkung dengan seragam sekolah muncul dari balik pintu, berjalan menghampiri wanita itu. Di saat wanita itu merengkuh tubuh anak laki-laki itu, tangan junior mengepal.
Peluk yang selalu ia rindukan, hangat yang sangat ia dambakan begitu mudah anak laki-laki itu dapatkan. Ada sesuatu yang mengganjal di benaknya, sesuatu yang membuat matanya memanas, sesuatu yang membuat Junior menunduk dan kembali duduk karena lututnya yang melemas.
"Ngapain dia disini? ada hubungan apa mereka?"Gumamnya pada diri sendiri.
Tidak sampai disitu, karena Semesta selalu punya kejutan-kejutan tak menyenangkan akhir-akhir ini. Rasanya Junior ingin berlalu lalu bertanya pada siapa saja yang mampu menjawab kebingungannya. Ketika seorang gadis berambut sebahu berjalan ke arah mereka, Junior tidak bisa menahan reaksi tubuhnya yang langsung menegang.
"Nana?" Junior cukup yakin, jika suaranya tidak sampai ketelinga mereka. Karena ketiganya masih asik berbincang sambil sesekali tertawa. Kecuali Jojo, lelaki itu tidak pernah menunjukkan ekspresi apapun.
"Kenapa mereka di sini?"
Alih-alih mencari tahu, Junior masih tetap duduk disana, dengan jari-jarinya yang sesekali mengetuk paha. Lalu setelah lima belas menit berlalu. Ketika tawa Nana terlihat semakin nyata, Junior beranjak. Keluar dari bangunan yang membuatnya sesak.
Tapi meski keluar darisana, udara masih belum mampu masuk ke paru-parunya. Jadi ia kembali bergerak menaiki motor, lalu mulai melaju menuju ke sebuah tempat. Tempat yang mungkin bisa memberinya informasi yang terjadi hari ini. Tempat yang meski terasa menyakitkan tapi mungkin bisa menjawab semua pertanyaannya.
Tentang..
Hubungan mereka?
****
Saat Jojo berkata bahwa ia ingin Nana bertemu Ibunya, Nana kira itu hanya bercanda. Tapi setelah yang terjadi hari ini, di saat lelaki itu membawanya ke sebuah cafe, bertemu seorang wanita paruh baya, Nana tidak bisa berkata-kata.
Bukankah ini terlalu cepat? Maksud Nana, ini sangat mengejutkan. Ia tidak punya persiapan apapun, apalagi wanita yang ia temui adalah pengacara ternama yang sedang banyak di perbincangkan akhir-akhir ini. Nana gugup. Ia bahkan beberapa kali ke toilet untuk mencuci tangan. Nana memang punya kebiasaan seperti itu di saat gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Maze.
Teen Fiction"Tidak memiliki rasa takut, bukan berarti pemberani."-Jojo "Gak apa-apa kalo lo gak ngerasa sempurna. Di dunia yang terlihat sempurna ini, selalu ada keping-keping yang hilang, yang hanya bisa lo temukan ketika lo mampu menerima."-Nana