🍃 7 - Inikah Kencan

271 53 20
                                    

7 - Inikah Kencan

Peluh membanjiri sekitar dahi juga pelipis, tapi Arkha tidak berhenti menikmati kegiatannya meski diiringi dengan suara terengah sekalipun.

"Ini ... enak banget." Juga masih menyempatkan untuk berkomentar ditengah suapannya.

Jihan tertawa pelan, mengambilkan tisu untuknya. "Lap dulu keringet lo, Kha."

Dengan senang hati Arkha mengambil tisu tersebut. "Thanks."

"Hm." Jihan memperhatikan Arkha yang masih kepedasan walau sudah meminum jus jeruknya.

"Lo gak suka makanan pedes ya, Kha?"

"Hah? Suka kok. Ini buktinya gue makan."

"Berhenti dulu makannya, lo sampe keringetan gitu."

"Hehe ... gue jarang makan makanan pedes sih, jadi sekalinya makan udah kaya abis lari maraton. Tapi serius ini enak, gue suka."

Jihan tersenyum, kembali mengambilkan tisu lain di meja. Kali ini tangannya sendiri yang terulur mengelap keringat di pelipis Arkha. "Gue bantuin."

Dua kata yang membuat Arkha mematung di tempatnya. Usapan tangan Jihan begitu lembut di kulitnya. Bahkan Arkha bisa mencium wangi parfum dari pergelangan gadis itu.

Ini gila. Arkha tidak bisa untuk tidak semakin jatuh cinta pada gadis di depannya.

"Lain kali jangan banyak-banyak sambelnya, gue gak tanggung jawab ya, Kha kalau abis ini lo sakit perut."

Arkha tersadar dari lamunannya lalu mengangguk. "Gak akan, tenang aja. Oh iya, lo udah sering ke sini ya? Tadi pelayannya sampe kenal sama lo, Ji."

"Iya. Gue sering ke sini---" Jihan sedikit menunduk, mengisyaratkan Arkha untuk melakukan hal yang sama lalu berbisik pelan. "Sebenernya gak cuma ke kedai ini, gue sering hunting kuliner ke banyak kedai makanan kalau lagi gabut. Makanya para pedagangnya pada kenal gue." Kekehan kecil mengakhiri jawabannya membuat Arkha ikut terkekeh gemas. Bagaimana bisa dahulu ia berpikir kalau Jihan itu sulit digapai, buktinya sekarang gadis itu sangat asik diajak ngobrol bahkan saat tengah makan sekalipun.

Mereka kembali menegakan tubuh, tak lagi menunduk seperti tadi.

"Lo biasa hunting kuliner sendiri apa bareng temen?"

"Biasanya sih bareng Haekal, pernah juga beberapa kali bareng Caca. Tapi lebih seringnya sendiri soalnya gue gak punya temen yang doyan makan kaya mereka."

"Lo deket ya sama Haekal?" Pertanyaan ini sudah coba Arkha tahan dari lama. Tapi rasa penasarannya tidak bisa diajak kompromi.

"Bukan deket lagi, kita temenan udah dari lama. Dia pernah nembak gue juga dulu."

"Hah?" Arkha kaget? Tentu.

"Kok kaget gitu?"

"Eh? Enggak, em dia gak marah lo bareng gue sekarang?"

"Kenapa harus marah?"

Arkha jadi bingung dengan ucapan Jihan.

"Kalian pacaran 'kan?" tanyanya memastikan.

Tawa geli menjadi respon pertama yang Jihan berikan. "Ya kali pacaran sama Haekal."

"Kata lo dia pernah nembak lo."

"Hahaha ..." Jihan tidak bisa menahan tawanya. "Arkha, maksud gue nembak yang bener-bener nembak pake pistol."

"Hah?" Arkha kembali terkejut. "Serius lo, Ji?"

"Iya." Gemas dengan reaksi Arkha yang masih clueless, Jihan menyimpan sendok makannya. Bersedekap dada menatap Arkha. "Serius gue, Kha."

"Kok  ... bisa?"

Om GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang