18 - Patah Hati Lagi
Arkha hanya bisa diam membiarkan Resya menangis tersedu di pelukannya. Membiarkan bahu dan kemejanya terkena air mata atau mungkin ingusnya.
Semua berawal sejak 20 menit yang lalu saat Resya tiba-tiba menelponnya menyuruh ke apartmen dengan suara serak. Awalnya Arkha hendak menolak, ia belum sanggup jika nanti harus bertemu Jihan, tapi suara parau Resya malah membuatnya khawatir. Mau tak mau Arkha tetap pergi.
Sesaat setelah sampai di depan apartmen, Resya langsung membukakan pintu lalu tiba-tiba menangis. Arkha kaget? Jelas. Ia tak tahu kenapa sahabatnya yang galak ini tiba-tiba menangis. Dengan inisiatifnya, ia mengajak Resya duduk di sofa lalu menariknya ke dalam pelukan.
Hal yang membuat Arkha khawatir adalah--- Resya tidak pernah menangis, apa lagi sampai terisak hebat seperti ini. Bahkan saat ayah dan ibunya bercerai dua tahun lalu, gadis itu tak menangis sedikitpun. Terakhir kali Resya menangis hebat seperti ini sekitar 4 tahun lalu saat ditinggal nikah oleh Aresh.
Apa mungkin ini ada hubungannya juga dengan om Aresh? Tapi 'kan mereka lagi deket dan baik-baik aja.
Arkha bingung dan tak bisa menyimpulkan jadi ia memilih diam dan menahan semua pertanyaan yang hendak ia lontarkan.
Sudah 10 menit dan Resya masih belum puas juga menangis. Arkha mengangkat sejenak wajah Resya dari bahu kanannya, mengelap air mata dan ingus si gadis dengan tisu lalu berpindah duduk dan kembali menyandarkan kepala Resya di bahu kirinya.
Biarlah Arkha relakan kedua bahunya menjadi sandaran, juga bajunya yang menjadi kotor dan basah asal Resya bisa mengeluarkan semua tangis yang sedari tadi ia tahan.
Arkha tahu Resya bukan orang yang mudah mengeluarkan air mata selain di depan orang-orang terdekatnya. Jadi Arkha paham.
"Om Aresh---" Suara Resya yang tersendat-sendat berhasil mengucapkan satu nama.
Sudah Arkha duga, semua ini pasti ada hubungannya dengan Aresh. Sahabatnya yang galak ini tidak mungkin menangis sehebat ini jika tidak ada hubungannya dengan Aresh.
"Kenapa sama om Aresh?" tanya Arkha pelan.
"Dia ... dia ci-ciuman huaa~" Resya kembali menangis. Sedangkan Arkha justru diam. Mulutnya bungkam mendengar fakta mengejutkan itu.
Setahunya Aresh adalah pemuda sopan yang sangat menghargai wanita. Pamannya tidak mungkin asal cium wanita seenaknya.
"Emang lo lihat di mana? Salah orang kali."
Gelengan kepala Resya terasa di bahunya. "Gue gak salah orang. Gue lihat sendiri pas gue pergi ke kantornya tadi."
Arkha menghembuskan nafas kasar ke udara. Tangannya terangkat untuk kembali menepuk punggung sempit itu pelan.
"Lo tahu siapa ceweknya?"
Lagi-lagi Resya menggeleng. "Gue gak tahu. Gak kenal."
Ya tidak mungkin juga Resya kenal dengan gadis yang dekat dengan Aresh. Jangankan kenal, saat dulu Aresh menikah saja ia tak mau melihat foto pernikahannya karena tak ingin melihat wajah wanita lain yang tersenyun bahagia menjadi pendamping Aresh.
"Bukan Zui?" tebak Arkha. Satu-satunya saingan yang selama ini Resya waspadai hanya si general manager di kantornya.
Dan Resya kembali menggeleng sebagai jawaban. "Bukan, gue tahu muka Zui, tapi itu bukan Zui."
Arkha kembali menghembus nafas kasar ke udara. Sebenarnya dengan siapa sih pamannya itu berciuman?
"Terus kalau udah tahu ceweknya lo mau apa? Mau lo labrak? Atau lo mau nyerah aja buat dapetin hati om Aresh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Ganteng
Ficção AdolescentePernah merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama ke pada seseorang? Resya pernah merasakannya, merasakan euforia jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi sayang beberapa detik setelahnya ia terpaksa harus merasakan patah hati untuk pertama kaliny...