🍃 12 - Apartment

242 40 6
                                    

12 - Apartment

Keadaan Resya sudah jauh lebih baik setelah makan bubur dan minum obat yang disiapkan Jihan. Awalnya ia memaksa akan berangkat kuliah karena tak mau mati kebosanan di apartmen, tapi Jihan melarang dan mengancam tidak akan merawatnya lagi jika nanti ia kembali sakit.

Apartmen terasa sepi tanpa seseorang yang menemani. Resya bangkit dari tidurnya. Ia haus dan botol minum di kamarnya sudah kosong.

Ia melirik jam dinding di ruang tengah membuatnya mendesah kecewa karena Jihan masih lama di kampus. Resya yakin dirinya akan mati kebosanan jika hanya diam di dalam kamar.

Selain haus Resya juga mulai lapar. Ia membawa gelas minumnya ke sofa lalu menyalakan TV meski tak ada tayangan menarik di dalamnya.

"Bosen banget!"

Pada akhirnya Resya kembali ke kamar. Mungkin rebahan sambil main handphone akan sedikit mengusir rasa bosannya.

Kalau dipikir-pikir sakit tidak seburuk itu. Resya bisa beristirahat dari kesibukannya sebagai mahasiswa walau dengan kepala pening dan badan yang terasa panas. Ia juga bisa tidur nyenyak saat malam hari tanpa perlu memikirkan tugas, dan yang paling penting mimpinya tentang Aresh tadi malam terasa sangat nyata.

"Gue kangen sama om Aresh, tapi gak punya alasan buat ketemu huaa!" Ia menendang selimut dengan kakinya. Saat ia berguling ke samping, ada sesuatu yang aneh.

"Kok kaya wangi parfumnya om Aresh ya?" Ia mengendus space kosong di sampingnya.

"Iya deh, ini kaya wangi om Aresh, apa Arkha pake parfumnya om Aresh ya?"

Saat masih sibuk memikirkan tentang Aresh suara bel apartmen berbunyi. Tadi pagi Arkha menanyakan keadaannya dan berkata akan membawakan cemilan kesukaannya jika datang menjenguk. Tapi jam segini harusnya Arkha masih di kampus.

Resya memilih mengabaikan tamu tak diundang itu. Mungkin saja hanya orang iseng. Jika itu Arkha, pasti pemuda itu akan menelponnya. Jika itu Jihan, pasti langsung masuk tidak mungkin repot-repot menekan bel, toh Jihan tahu password apartmen mereka.

Tapi sepertinya itu memang bukan orang iseng, terbukti bel kembali berbunyi. Dengan segenap tenaga yang tersisa Resya berjalan membuka pintu. Dirinya harus dibuat terkejut mendapati seseorang tak terduga berdiri di depan pintu.

"Kak Ardan?"

"Hallo Caca, apa kabar?"

"Aku ba---" Resya yang semula menyapa semangat mendadak lesu. "Aku lagi sakit, Kak ini baru mendingan."

"Bagus kalau udah mendingan. Oh iya, saya bawain makanan buat kalian." Ardan mengangkat paperbag di tangannya.

"Wah, kebetulan aku lagi laper sih, Kak hehe ... masuk, Kak!"

Tanpa diminta, Ardan langsung ke dapur untuk mengambil piring makan dan meletakan makanan yang ia bawa di meja.

"Mau makan di sini apa sambil nonton TV, Ca?" tanyanya sedikit agak keras agar terdengar oleh Resya yang kini duduk di sofa depan TV.

"Boleh minta tolong bawa ke sini gak, Kak?"

Ardan membawa makanannya ke meja depan.

"Udah lama banget gak mampir, Kak. Sibuk banget ya ngurusin pasien?" tanya Resya basa-basi.

Ardan terkekeh pelan. "Lumayan sibuk, Ca. Ini juga nyari waktu pengen mampir ke sini nengokin kamu."

Resya menatapnya tak enak hati. Ia pikir Jihan tak memberitahu Ardan tentang keadaannya.

"Coba sini saya periksa." Ardan menempelkan punggung tangannya di dahi Resya. Memeriksa suhu tubuh yang lebih muda.

"Aku gak papa, Kak cuman kecapekan aja kayanya, sama lupa makan siang kemarin."

Om GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang