“Sesak rasanya liat orang yang kita sayangi menangis karena kesalahan yang kita lakukan. Apalagi, melihat orang yang menyayangi kita menangis karena sikap keegoisan yang seringkali kita lupakan”
-Adipati Albara Cakrayudha
“Kak Aira sakit, Bang. Sekarang lagi rawat jalan dirumah.”
“Sa—sakit?” Bara bertanya gelagapan.
“Tadi Bang Reano chat gue, katanya Kak Aira kena typus sama depresi ringan,” ujar Arga memberitahu.
“Kondisi Aira sekarang gimana, Ga?” raut wajah Bara kini berubah pias.
“Kondisi Kak Aira stabil Bang, sekarang ini,” imbuh Arga menjawab kecemasan Bara.
Tiba-tiba sebuah panggilan masuk membuat ponsel Bara bergetar. Cowok itu menilik layar ponselnya. Nama Gibran terpampang jelas disana. Dengan perasaan yang masih diselimuti kecemasan atas kabar yang Ia terima dari Arga perihal Aira, Bara menggeser icon answer pada ponselnya.
“Halo, Gib.” Bara mengawali percakapan.
“Halo, Bang Bara,” Gibran menyahuti.
“Gimana keadaan Bang Fadil?” Bara bertanya cemas.
“Alhamdulillah, Bang. Dokter bilang gak ada cedera serius sama luka-luka Bang Fadil. Cuma butuh rawat jalan aja Bang,” ucap Gibran memberitahu. Seutas senyum terbit dari wajah Bara, mendengar kabar bahwa Fadil baik-baik saja. Bara mengucap syukur dalam hati.
“Lo sekarang dimana, Bang?” Gibran bertanya.
“Gue, Leon, sama Arga ada di kafetaria rumah sakit, Gib. Kondisi Bang Fadil sekarang gimana?”
“Kondisi Bang Fadil aman, Bang. Stabil. Cuma belum bangun aja, Bang.”
“Yaudah kalo gitu, thanks ya, Gib.” Bara mengakhiri percakapan.
“Oke, Bang.” Gibran memutus panggilannya.
Bara menghambuskan nafasnya lega. Leon dan Arga memandang Bara dengan tatapan ingin tahu. Leon memutuskan untuk bertanya, melihat raut wajah Bara yang sepertinya baru saja mendengar kabar baik dari Gibran.
“Bang Fadil gimana, Bar?” Tanya Leon harap-harap cemas.
“Bang Fadil baik-baik aja, Le. Kata Gibran gak ada cedera serius yang di alami Bang Fadil. Sejauh ini konsisi Bang Fadil stabil, Cuma belum sadar aja, tuh, orang,” jelas Bara.
“Alhamdulillah.” Arga dan Leon mengucap syukur.
“Kalo gitu, kita samperin aja Bang Fadil sekarang, Bang,” ujar Arga. Cowok itu beranjak membereskan barang bawaannya, bersiap untuk meninggalkan tempat itu.
Bara terdiam sejenak. Cowok itu dilemma antara menjenguk Fadil atau segera pergi menemui gadis yang tengah dia khawatirkan keadaannya sekarang ini. Aira. Bara menghela nafasnya perlahan, kemudian berujar. “Kayaknya, kalian duluan aja. Gue masih ada urusan setelah ini.” dengan berat hati Bara mengatakan hal itu.
“Urusan apa, Bar,” Leon membeo.
“Kak Aira kan, Bang. Pasti Bang Bara mau nemuin Kak Aira,” ucap Arga menebak-nebak. Cowok itu seakan tahu apa yang tengah Bara pikirkan.
“Iya, Ga. Gue mau nemuin Aira habis ini. Gue mau minta maaf sama dia karena gue udah salah paham selama ini dan buat Aira sampai sakit. Gue mau perbaiki semuanya. Gue takut semisal kondisi Aira memburuk nantinya,” jelas Bara kemudian. “Sampein salam gue buat Bang Fadil kalo dia udah sadar. Maaf gak bisa disamping dia pas keadaan kayak gini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐋𝐁𝐀𝐑𝐀 ; 𝐓𝐇𝐄 𝐂𝐈𝐑𝐂𝐋𝐄 𝐎𝐅 𝐋𝐎𝐕𝐄
Novela Juvenil[ON GOING] "setau gue, kalo setan itu kakinya gak napak tanah. Tapi, kaki lo masih napak kok, gue liat. Jadi, lo bukan setan kan, ya?" "ish, Bara! Tega banget ngatain gue setan." Aira berseru kesal. "Lagian... mana ada setan secakep gue." * * * Alba...