Malam yang gelap sudah berubah menjadi pagi hari yang cerah. Sekarang para siswa maupun siswi SMA Angkasa sedang mengikuti upacara pengibaran bendera. Tetapi sayangnya, Mentari harus menghabiskan waktunya di UKS.
"Masa namanya Mentari, tapi kalo kena matahari lemes sih."
Itu suara Bumi, ia menemani Mentari di UKS pagi ini. Bumi mengambil obat dan segelas air putih, lalu memberikannya pada Mentari yang sedang terbaring lemas.
Mentari pun langsung meminum obat itu. Ia tak merespon ledekan Bumi, ia lebih memilih untuk memejamkan matanya saja. Karena kasur UKS yang lebar, Bumi ikut merebahkan tubuhnya di samping Mentari. Mentari lantas membuka matanya.
"Ngapain?" tanya Mentari.
"Sekalian ngadem, hehehe..."
"Dasar!"
Bumi menghadapkan tubuhnya ke arah Mentari, lalu mengelus rambut Mentari lembut.
"Cepet sembuh ya," katanya.
Jika saja Bumi tahu, sekarang ini jantung Mentari berdetak dua kali lebih cepat. Apalagi ketika Bumi tersenyum ke arahnya. "Hm." Mentari hanya mebalasnya dengan berdeham, ia sedang mengontrol dirinya.
Bumi selalu saja bersikap manis. Tentu itu bagus, Mentari juga menyukai hal itu. Namun, terkadang Mentari jauh lebih membenci sikap itu, alasannya karena sikap itulah yang membuatnya memiliki perasaan lebih pada lelaki yang sedang mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang itu.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara bising dari lapangan, itu tandanya upacara bendera telah berakhir. Mentari bangkit dan langsung menggunakan sepatunya, sedangkan Bumi? Ia masih bersantai di atas kasur UKS yang empuk.
"Mau ngapain, Tar? Bukannya kamu masih sakit?" tanya Bumi.
Mentari berdiri, kemudian ia menghadap Bumi. "Ya ke kelas lah, ayo!" ajaknya.
"Yah... padahal aku masih mau ngadem," jujur Bumi sambil berdiri.
Mendengar hal itu, Mentari memukul lengan kekar Bumi dengan keras. "Ih, dasar! Bukannya ikhlas nungguin aku, ternyata malah mau ngadem doang!"
"Aduh!" keluh Bumi kesakitan. "Enak aja! Aku ikhlas nungguin kamu, tapi ya sambil menyelam minum air gitu, hehehe..."
"Bodo amat!" Mentari meninggalkan UKS terlebih dahulu dan langsung menuju kelasnya. Bumi menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia sedang berpikir apa ia melakukan kesalahan atau tidak? Gadis yang satu ini memang sulit sekali ditebak.
Mentari berjalan menuju kelasnya, disusul oleh Bumi di belakangnya. Kebetulan mereka berdua berada di kelas yang sama, yaitu 12 MIPA 3. Saat ia masuk ke dalam kelas itu, seseorang gadis dengan poni seatas alis menghampirinya dengan raut wajah khawatir.
"Tar, kamu gak apa-apa, kan?" tanyanya memastikan. Mentari tersenyum, ia lantas menjawab pertanyaan salah satu sahabatnya itu, Gina.
"Iya, tadi sih cuma pusing dikit aja, Gi."
Gina mengangguk, lalu ia menuntun Mentari untuk duduk di sebelahnya. Baru saja mereka memulai percakapan, sudah ada saja yang mengganggu.
"Ih Mentari! Astaga, kamu baik-baik aja kan?" Haikal heboh.
Bukannya Mentari yang membalas, justru Haikal malah mendapatkan sebuah nyinyiran maut dari Gina. "Kamu telat nanyanya, bodoh!" Haikal lantas memasang wajah murungnya.
"Yah.. kok kamu gitu sih yang."
Gina bergidik ngeri saat mendengar ucapan Haikal. "Enak aja main panggil yang, palamu gundul!" katanya kesal, sedangkan Mentari hanya mampu tertawa melihat kedua temannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta dan Rahasianya || JenRina
FanfictionKisahnya sama seperti teori luar angkasa. Sebuah kisah klasik tahun 90-an tentang Mentari, Bumi dan Bulan. Bumi tidak mungkin bersinar tanpa Mentari, tetapi kamu juga harus ingat, bahwa Bulan juga merupakan satelit alami Bumi. Ketiganya saling memb...