Beberapa hari telah berlalu, tetapi Bumi masih saja menyembunyikan salah satu rahasianya, yaitu mengagumi Bulan. Bahkan Mentari saja tidak tahu akan hal itu. Yang Mentari tahu, Bumi hanya berubah akhir-akhir ini."Tar, jadi pulang bareng?"
Itu suara Bumi, saat bel pulang sekolah telah berbunyi ia menghampiri Mentari untuk mengantar Mentari pulang ke rumah. Namun, kali ini ada hal istimewa lain, yaitu sekaligus melihat Bulan dari dekat.
"Jadi dong!" Mentari bersemangat.
Mentari berdiri dari tempat duduknya, lalu berpamitan dengan Gina dan Bulan. "Duluan ya!" Keduanya mengangguk meng-iya kan.
"Duluan ya Lan," kata Bumi.
Bulan mengangguk sambil tersenyum, dibalas senyuman juga oleh Bumi. Sedangkan Gina, ia memutar bola matanya malas. "Oh gitu ya, Bum. Bulan doang, iya?"
"Hahaha! Iya, bawel. Duluan ya jelek."
Tangan Gina sudah bersiap untuk memukul Bumi, tapi sayangnya Bumi langsung menghindar. Bumi menjulurkan lidahnya meledek lalu berlari keluar kelas, diikuti juga oleh Mentari.
Plak!
"Jail banget, sih!" Mentari mewakilkan Gina.
Bumi memegang pundaknya yang dipukul Mentari tadi. "Kok kamu lebih belain Gina sih!" Sedangkan Mentari hanya tertawa saja.
"Malah ketawa. Udah ah, yuk!" ajak Bumi sembari menaiki motornya, Mentari ikut duduk di belakang jok motor.
Perjalanan dari sekolah menuju rumah Mentari memang tak begitu jauh, tetapi kini perjalanan menjadi terasa lebih jauh karena motor yang mereka kendarai mogok di jalan, akibatnya mereka harus mendorong motor itu.
"Parah kamu Jenki! Perasaan kemaren baru aja isi bensin, sekarang udah haus lagi," umpat Bumi sambil memukul motornya yang ia beri nama 'Jenki' itu.
"Udah ih, dari tadi di katain mulu si Jenki, nanti kalo ngambek aja, tau rasa," tanggap Mentari.
"Iya deh iya, Jenki emang selalu kamu belain."
Mentari tertawa, Bumi selalu saja cemburu dengan hal kecil jika sudah bersangkutan dengannya. Tiba-tiba saja, ia mengingat sesuatu. Selagi ia ada waktu dengan Bumi, lebih baik ia tanyakan saja mengapa akhir-akhir ini sikap Bumi berubah?
"Bumi!" panggil Mentari.
Bumi yang dipanggil pun menoleh. "Iya?"
"Kamu kenapa sih, akhir-akhir ini berubah?" tanya Mentari tanpa konteks. Bumi mengernyit heran. "Berubah gimana maksudnya, Tar?"
"Lebih sering tebar pesona sama cewek, jaim dan gak jelas gitu deh." Bumi tersenyum mendengar ucapan Mentari, ia menatap sahabatnya yang terlihat belum menyelesaikan kalimatnya itu.
"... lebih jarang nge-sms aku juga," tambah Mentari sambil menengok ke arah lain.
Senyum Bumi makin melebar, kini ia menaikkan salah satu alisnya untuk menggoda Mentari. "Kamu cemburu, Tar?"
"Enggak."
Jawaban singkat itu keluar dari bibir cantik Mentari. Namun, jelas saja tingkah dan jawabannya seratus persen berbeda. Bumi gemas melihatnya, hingga akhirnya ia mencubit pipi sang sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta dan Rahasianya || JenRina
FanfictionKisahnya sama seperti teori luar angkasa. Sebuah kisah klasik tahun 90-an tentang Mentari, Bumi dan Bulan. Bumi tidak mungkin bersinar tanpa Mentari, tetapi kamu juga harus ingat, bahwa Bulan juga merupakan satelit alami Bumi. Ketiganya saling memb...