Enam

454 80 3
                                    

Bumi menyisir rambut hitamnya saat berada di depan rumah Bulan. Pada sore hari yang indah ini, ada sepasang insan yang sedang ingin berkencan, keduanya tampak dibuai asmara.

"Ayo!"

Ajakan itu membuat Bumi refleks menaruh sisir kecilnya ke dalam kantong celananya. Bumi menatap Bulan dari ujung rambut hingga ujung kaki, senyuman manis terukir indah di bibirnya.

"Cantik."

Bulan tersipu malu, pujian itu membuatnya semakin tertarik dengan sosok lelaki tampan bertubuh kekar dengan hati yang lembut itu, siapa lagi jika bukan lelaki yang sedang berdiri tegak tepat di depannya, Bumi Pradipta Adiyaksa.

"Makasih, hehe..."

Dengan tanpa permisi, Bumi memakaikan helm coklat miliknya pada Bulan sambil tersenyum. "Udah siap?" tanya Bumi lembut. Bulan membalasnya dengan sebuah anggukan antusias, artinya ia juga tidak sabar untuk menikmati kencan pertama mereka ini.

Bulan lantas menaiki jok motor Bumi, ia mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, saat Bumi terang-terangan bicara bahwa ia sengaja melakukan rem mendadak agar dirinya dapat memeluk perut Bumi.

"Aku harus rem mendadak lagi gak nih?" goda Bumi sembari melihat sang pujaan hati dari kaca spionnya.

"Hahaha, enggak perlu kali!" balas Bulan sambil tertawa.

Dengan perasaan malu, Bulan melingkarkan kedua tangannya di perut Bumi, secara tak langsung ia memeluk hangat Bumi dari belakang. Orang yang dipeluk itu tersenyum salah tingkah, hingga akhirnya ia mulai menjalankan sang motor kesayangan.

Di perjalanan menuju tempat tujuan, keduanya berbicara tanpa henti, mereka benar-benar memiliki selera yang sama. Benar kata Mentari, bahwa mereka berdua sangat cocok.

Hari ini rencananya mereka akan makan di restoran yang sedang populer di kalangan remaja, restoran sederhana dengan pemandangan pantai yang indah. Bumi dan Bulan sudah sampai di tempat tujuan mereka, yaitu restoran bakmi favorit dan populer di daerah Jakarta Utara.

"Enak?"

Bulan mengangguk sambil mengunyah bakmi yang ada di dalam mulutnya. "Enak!" katanya setelah menelan bakmi dengan tambahan daging ayam di atasnya.

"Mau tambah saus sambal?" tanya Bumi perhatian.

"Boleh," jawab Bulan sembari menyerahkan mangkuknya kepada Bumi. Dengan sifat usilnya, Bumi menaruh banyak saus sambal di mangkuk milik Bulan, hingga sang pemilik mengeluarkan ekspresi lucu.

"Ih, Bumi! Kok banyak banget sih, sengaja ya?!"

Bumi tertawa puas saat melihat ekspresi seorang perempuan yang ia sukai itu, Bulan sangat menggemaskan menurutnya, ia suka ekspresi itu.

"Hahaha! Iya maaf, yaudah sini kasih ke aku kalo kamu gak suka," ujar Bumi sambil tertawa.

Dengan ekspresi cemberutnya, Bulan memindahkan saus sambal itu ke mangkuk milik Bumi, tetapi tak hanya saus sambal itu yang ia pindahkan, melainkan dengan setengah porsi bakmi miliknya juga.

"Kok curang!"

Kini berbalik, Bulan yang tertawa. "Biarin aja, wle!"

Bumi membuang napasnya pelan. "Untung sayang."

Ukhuk... ukhuk!

Mendengar pernyataan Bumi beberapa detik yang lalu, membuat Bulan refleks batuk karena terkejut akan pernyataan yang keluar dari mulut Bumi, Bulan tidak mungkin salah dengar, bukan?

"Maksud kamu?"

"Emangnya aku ngomong apa?" Bumi membalikkan pertanyaan. Lelaki yang satu ini benar-benar menyebalkan bukan?

Semesta dan Rahasianya || JenRinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang