Smile

636 101 5
                                    

Tobio menggeleng dan menunduk. Ia masih irit bicara. Atsumu meraih kepingan cermin tadi lalu menggoreskan benda tajam itu ke lengannya sendiri.

"Apa yang kau lakukan?!" Mata Tobio terbelalak melihat darah mulai mengalir dan menetes ke lantai. Omega itu mendekat, memegang tangan Atsumu, berusaha menghentikan pendarahan ringannya.

"Aku duluan yang bertanya. Apa yang mau kau lakukan tadi?"

Tobio menggeleng sampai perlahan Atsumu menangkup dagunya, membuat sang omega menatapnya sedih. Mata biru itu terlihat redup dan penuh luka. Tidak ada kata diantara mereka. Hanya dua orang yang sama-sama memiliki trauma besar sedang saling berpandangan.

Suara hujan kembali deras berbunyi menggelegar di luar. Atsumu pun merogoh kantung celananya dengan tangan yang lain, mengulurkan sebuah coklat snickers.

Tuk.

Alpha itu menutukkannya pelan ke kepala Tobio. "Ambillah.. Aku mau tidur.."

Tobio mengambil snickers itu dan Atsumu keluar. Saat melihat-lihat bungkusnya, terdapat sebuah note yang ditempel bertuliskan sebuah quote.

"The bravest thing I ever did was continuing my life when I wanted to die. Juliette Lewis"

(Hal paling berani yang pernah ku lakukan adalah tetap melanjutkan hidup disaat aku ingin mati.)

Mata Tobio berkaca-kaca. Ia merosot pelan, mulai sesenggukan. Di balik pintu Atsumu tidak benar-benar pergi, dia masih diam berdiri dan diam-diam sangat peduli.

.
.
.

"Samu, apa kau bisa mencium feromon omega itu?"

Mentari telah terbit dan langit terlihat mendung di luar. Pria bermata abu mengangguk. "Ya, kenapa?"

"Kalau begitu kita harus tetap bergerak, kemungkinan mereka juga bisa mencium feromon si omega dan akan segera menyusul."

Korai sedikit melotot. "Bukankah kalau terlalu jauh juga tidak akan tercium? Perutku sangat lapar, kalau tidak diisi makanan sepertinya akan mati siang ini."

Atsumu melirik. "Baiklah kita cari makanan dulu di kota mati ini." Selagi mereka berkemas-kemas tampak Tobio masih tidur. Wajahnya yang polos masih lelap dan terlihat sangat damai.

"Tuan putri aku tidak akan menggendongmu lagi hari ini, bangunlah.." Atsumu menyenggol kaki Tobio dengan ujung kakinya.

Si blueberry akhirnya bangun, ia mengusak wajahnya lalu turun mengikuti Atsumu keluar.

"Apa tidak sebaiknya perkenalan, wajahnya selalu terlihat bingung jika menatap kita.." Ujar Sachi.

Mereka membuat lingkaran diluar, Atsumu menghela napas lalu menganggukan kepala. "Baiklah, kau mulai duluan."

"Ah baik, aku Sachiro Hirugami.." Pria coklat itu tersenyum. "Kau bisa memanggil nama depanku itu sama sekali tidak masalah."

Korai menyenggol hingga pandangan mata Tobio berubah kearahnya. "Aku Korai Hoshiumi, kau bisa memanggilku apapun juga, pacar juga bole—"

"Dia masih dibawah umur dasar om pedofil!" Celetuk Motoya dengan dua tangan berkacak pinggang, mengingatkan jarak usia mereka cukup jauh. Korai merengut. Motoya pun menatap Tobio. "Aku Komori Motoya, ini sepupuku Kiyoomi Sakusa."

"Aku Rintaro Suna." Si rubah hitam melambai kecil. "Terima kasih untuk lilitan kainnya kemarin." Senyumnya tersungging tipis.

"Osamu Miya."

"Atsumu Miya."

Si kembar menyebut nama mereka bersamaan. Tobio mengamat-amati mereka semua. "Kageyama.."

Somewhere We Call Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang