Jeongin membuka mata lemah, saat tangisan sayup-sayup memasuki telinga. Hapal betul suara tergugu Felix menyebut namanya. Hendak menggerakkan tubuh, ia tidak kuasa karena dua lengan kekar mendekap erat, nyaris memutus napas.
"Jeongin sadar!" Seungmin di balik kemudi tak sengaja mengintip spion. Ia memekik lega, membuat Hyunjin yang daritadi memangku sang istri, mengangkat wajah sembab.
"Ai...." Bisiknya parau. Jeongin mengerjap mendapati Hyunjin sangat frustrasi. Terlebih saat bersibobrok dengan Felix. Pria itu mengulas cengiran senang, walau air mata dan ingus meleleh kemana-mana.
'Aku...baik.' Jeongin bergumam lemah, iba mendapati kondisi dua orang yang terguncang.
Felix melanjutkan isak tangis. Ia benar-benar didera trauma akibat penyiksaan Jeongin. Tergugu, pria itu menyodorkan botol air pada Hyunjin.
"Tu...Tuan. Ini."
Sang Tuan meraih botol, membantu Jeongin minum perlahan. Tidak banyak cairan direguk pemuda manis itu. Hyunjin mengembalikan pada Felix, menyeka sudut bibir sang istri setelahnya.
"Felix bilang kau sudah merasakan kontraksi." Ia meletakkan tangan di atas perut Jeongin. "Sakit?"
Jeongin menggeleng, saat ini memang tidak merasakan nyeri. 'Aku baik-baik saja.' Gumamnya tertahan...teringat sesuatu.
'Kak.'
"Iya?"
'Bayi kita....akan lahir prematur?'
Dalam keadaan lemah, Jeongin masih memikirkan nasib jabang bayi. Ia mengusap perut, takut. Tidak ingin hal buruk terjadi pada sang anak mengingat waktu persalinan seharusnya 2 minggu lagi, namun sekarang sudah timbul kontraksi.
"Prematur demi keselamatan kalian, lebih baik." Hyunjin berbisik getir, merasakan kegelisahan sang istri. Bayi tidak berdosa harus berkorban karena ego seorang ayah di masa lalu.
"Maaf...sudah membiarkan hal buruk terjadi. Aku berjanji....tidak akan lagi." Pria itu erat memeluk, meredakan kekhawatiran. Jeongin hanya diam, bersiap karena gelombang kontraksi kembali menghantam. Ia menyandar lelah pada dada bidang Hyunjin, mengatur napas. Kemeja sang suami diremat kuat.
Gelagat tersebut membuat Felix mengode sang Tuan mengusap-usap punggung Jeongin. Rematan makin kencang, pertanda nyeri makin hebat. Felix mengangsurkan saputangan baby blue miliknya.
"Tuan, biarkan Jeongin menggigit ini."
Pelan, Hyunjin memasang di mulut sang istri, membiarkan Jeongin melampiaskan sakit dengan menggigiti saputangan sementara.
"Ssshhh...maafkan aku..." Sang bos mafia berbisik, mengusap punggung Jeongin. Hatinya lemah, berharap semua berakhir dengan baik. Ia tidak sanggup jika harus menanggung hal buruk terjadi pada orang yang dicintai.
Mobil memasuki pelataran rumah sakit. Dokter Bang dan Dokter Yu Bin sudah menunggu di depan IGD, siap dengan brankar.
"Apa...ini?" Bang Chan mengernyit mendapati rembesan darah dari kain pembebat lengan Jeongin.
"Ceritanya panjang." Seungmin menjawab serak. Chan tidak bertanya lagi. Mereka menuju bilik kosong IGD. Dokter Yu Bin memasang kardiotokograf pada perut Jeongin sementara Dokter Bang menggeret troli peralatan. Kain yang melilit lengan dibuka, tampak goresan-goresan mengerikan menganga lebar.
"Brengsek." Umpat dokter Bang geram seraya membersihkan luka. Membayangkan Jeongin dalam keadaan hamil disiksa sedemikian rupa, bonus 9 sayatan harus dijahit.... bagaimana ia bisa menahannya?
Bang Chan menatap Hyunjin, meminta izin.
"Lakukan yang terbaik." Gumaman tanpa suara, dokter Bang paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENDER [HYUNJEONG]
Fanfiction[END] Ia hanya ingin bertahan hidup. Dunia kejam penuh pembunuhan dan bau mesiu bukan sesuatu yang Ia harapkan. Di tengah keputusasaan, Jeongin ingin hidup tanpa penyesalan. Meskipun itu berarti mengotori tangannya dan mengabdi sepenuhnya kepada...