Di kamar yang hanya ada mereka, Felix sibuk merawat luka pada lengan Jeongin. Pria itu sesekali mengamati reaksi rekannya yang menggigiti bibir bawah menahan perih. Jika sudah begitu, ia akan melembutkan tekanan kapas.
"Masih sedikit basah, tapi sudah lebih baik." Ujar Felix menenangkan. Terakhir ia memasang kasa dan plester penutup.
"Akan kulaporkan pada dokter Bang. Sepertinya jaritan baru bisa diangkat dua hari lagi." Pria bersurai perak itu meletakkan peralatan pada nakas, memandang Jeongin yang duduk di pinggir tempat tidur serius.
"Kau yakin bisa melakukannya?"
Pemuda manis itu tersenyum kecil. Memang lukanya tidak sesakit beberapa hari lalu. Namun keretakan tulang yang dialami menyebabkan Jeongin harus ekstra hati-hati menggunakan lengan rantingnya. Terlihat rapuh sekali.
'Aku masih bisa.'
Gumamnya.Felix mengangguk. Seminggu terakhir ia menemani Jeongin melatih tangan kirinya untuk menembak. Memang terlihat lancar, walau di awal agak susah. Namun Felix tetap menyimpan kekhawatiran.
Setelah Tuan memberitahukan tentang misi mendadak dari Tuan Kim, tanpa pikir panjang Jeongin langsung menyanggupi. Kompensasi istirahat ia gunakan untuk berlatih di gudang senjata. Hyunjin memberi kebebasan akses keluar masuk, mempercayakan Felix dan Minho untuk bergantian mengawasi.
Persiapan mereka selesai. Felix membantu memanggul ransel senapan Jeongin setelah menyiapkan belati khusus serta mengisi penuh pistol miliknya dengan peluru. Mereka berjalan beriringan, menuju beranda depan tempat Hyunjin dan Seungmin menunggu.
Di ujung lorong, Felix mendengus kesal setelah melihat penampilan dua orang yang sudah menunggu mereka.
"Ini diskriminasi!" Ia bersungut-sungut. Wajahnya sepat begitu tatapan bersibobrok dengan Hwang Hyunjin dan Seungmin yang sedang bicara serius. Mereka berdua terlihat tampan dan berkelas dengan setelan kemeja dan jas mahal, ciri khas busana makan malam dengan tamu penting. Manik Felix makin memicing meneliti atas bawah sang Tuan.
Kemeja hitam dengan luaran jas hitam membungkus tubuh atletis Hyunjin, surai pirang panjang disisir klimis ke belakang, dan anting hitam pemberian Jeongin yang kontras dengan surai pirangnya juga dipakai. Sang Tuan terlihat bagai pahatan masterpiece alias sempurna tanpa cacat, kecuali tingkah lakunya.
Felix mengalihkan tatapan pada pakaian yang dikenakannya dan Jeongin. Kaus hitam, celana panjang hitam, sepatu hitam. Kurang penutup kepala hitam maka mereka pantas diteriaki pencuri.
Jeongin tertawa dalam hening mendengar gerutuan panjang pendek pria bersurai perak itu.
'Kita dalam misi kak. Pakaian mencolok akan menarik perhatian.'
Tulis Jeongin pada ponsel."Ya ya, aku tahu. Hanya ingin sedikit berkeluh kesah." Felix mengendurkan bahu pasrah, mendekat kepada Hyunjin dan Seungmin.
"Yo, menunggu lama?" Sapanya santai. Dua orang itu menoleh.
"Sudah selesai? Bagaimana luka Jeongin?" Itu Seungmin yang bertanya.
"Tidak apa, masih sedikit basah namun sudah membaik." Felix jawab remeh temeh sambil mengibaskan tangan.
"Kau yakin?" Kali ini Hyunjin menyambar cepat. Wajahnya nyaris tanpa ekspresi.
"Tentu saja Tuan. Sudah kulaporkan juga pada dokter Bang." Felix mengerling centil ke arah Seungmin yang dibalas tatapan maut.
"Aku tidak bicara denganmu." Sang Tuan mengabaikannya, membuat Felix mengkerut sebal. Tatapan Hyunjin ternyata ditujukan pada Jeongin yang sedari tadi menunduk melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENDER [HYUNJEONG]
Fanfic[END] Ia hanya ingin bertahan hidup. Dunia kejam penuh pembunuhan dan bau mesiu bukan sesuatu yang Ia harapkan. Di tengah keputusasaan, Jeongin ingin hidup tanpa penyesalan. Meskipun itu berarti mengotori tangannya dan mengabdi sepenuhnya kepada...