Suasana hening begitu Hyunjin menyelesaikan kalimat. Raut wajahnya tidak berubah sedikitpun, tetap tenang dengan netra menatap tajam lawan bicara.
"Kenapa? Masih mau coba sentuh?" Tanya pria bersurai pirang itu begitu Tuan Kim masih dalam posisi sama. Akhirnya ia menarik tangan pelan dari cekalan Hyunjin, menatapnya dan Jeongin bergantian dengan raut wajah tak terbaca.
"Oh Tuhan...." Pria itu masih sedikit denial. "Kau bercanda?"
"Apa wajahku terlihat sedang bercanda?" Hyunjin balik bertanya dengan wajah datar andalannya. Ia menarik pinggang jeongin yang masih linglung mendekat.
"Dia tidak sengaja menjatuhkan lukisan bodoh itu untuk melindungiku. Perjanjian kita hanya sebatas menyerahkan anak buah yang melakukan kecerobohan. Tapi dia kekasihku. Perjanjian kita tidak berlaku." Hyunjin sengaja menekan kata 'kekasih', membuat Felix yang mendengarnya sedikit terjengkang ke belakang tanpa sadar.
Tuan Kim diam. Raut wajah menyiratkan rasa tidak rela melepaskan mangsa yang terlampau manis. Namun dari semua itu, ia masih menghormati Hyunjin sebagai rekan bisnis yang paling dekat dengannya.
"Maafkan sikap kurang ajarku barusan." Ia menundukan kepala, senyum ramah kembali terbit. "Kata-katamu benar. Aku tidak akan mengusik milikmu, tentu saja."
Hyunjin tersenyum miring, kesal karena si pak tua masih berani playing victim setelah semua yang terjadi.
"Jangan kira aku tidak tahu akal busukmu selama ini. Aku hanya berbaik hati mengikuti permainanmu."Tuan Kim tersenyum misterius, tidak heran dengan tamunya yang terang-terangan memojokan. Padahal menginjakkan kaki ke kediamannya sudah merupakan prestasi besar. Justru karena kekurangajaran Hwang Hyunjin lah ia jadi menaruh hormat.
"Lewat sini." Pria itu tidak mengindahkan kalimat Hyunjin barusan. Ia kembali pada inti awal pertemuan hari ini, mendahului berbalik ke ruangan, diikuti Hyunjin berjalan tepat di belakang.
Rengkuhan pada pinggang Jeongin beralih genggaman lembut pada jemarinya yang sedingin es. Tanpa kata, pria bersurai pirang itu mengusapkan ibu jarinya pelan pada punggung tangan yang lebih muda, menuntun Jeongin seperti sedang menuntun anak kecil.
Jeongin mengeratkan genggaman sang Tuan. Sesungguhnya ia takut membayangkan hukuman macam apa yang menanti sampai di rumah. Untuk sesaat ia melupakan rasa takut. Perlakuan kecil yang ia dapat justru membuatnya merasa dilindungi.
Pertamakali terjadi dalam sejarah, Felix yang berjalan di belakang mereka berdua tidak berkedip sedikitpun. Dengan mulut menganga dan mata melotot, ia mengamati tiap inci tindak tanduk sang Tuan.
"Oh Tuhan..." Desis Felix sembari menutup mulut dengan satu tangan. Niat untuk memukul belakang kepala Tuannya semakin besar. Siapa tahu dengan itu bisa mengembalikan sekrup otak Hyunjin yang bergeser.
Di ujung lorong, langkah mereka berbelok ke kiri. Tidak bertemu ruangan, justru sebuah lift yang membawa turun ke lantai dasar. Begitu pintu terbuka satu lantai berisi ratusan senjata beserta perlengkapan menyambut kedatangan mereka. Tak tanggung -tanggung, di sudut ruangan ada dua meriam dan sebuah rudal balistik terpajang. Entah untuk apa benda-benda itu ada disini. Hyunjin dan Felix sudah biasa dengan tabiat Tuan Kim mengoleksi benda aneh, lain hal Jeongin. Masih menggenggam tangan Hyunjin, bola matanya melotot dengan mulut menganga lucu.
"Koleksi mu bertambah banyak huh?" Hyunjin menelisik ruangan super luas itu. Tuan Kim terkekeh pelan.
"Ini belum seberapa. Anak buahku masih berusaha mendapatkan senjata keluaran terbaru dari Jerman. Teknologi yang menghabisi musuh tanpa jejak hanya dengan laser."
Pria itu menuju rak kaca panjang di sebelah kiri, mengambil sebuah kotak dari sana.
"Proyektil peluru yang kau cari." Ia menunjukan peluru yang Hyunjin butuhkan beserta beberapa komponen.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENDER [HYUNJEONG]
Fanfic[END] Ia hanya ingin bertahan hidup. Dunia kejam penuh pembunuhan dan bau mesiu bukan sesuatu yang Ia harapkan. Di tengah keputusasaan, Jeongin ingin hidup tanpa penyesalan. Meskipun itu berarti mengotori tangannya dan mengabdi sepenuhnya kepada...