Jeongin sakit.
Sejak pulang dari misi penyamaran dua hari lalu dan Hyunjin memintanya menginap, Jeongin tidak pernah terlihat lagi.
"Demam tifoid." Dokter Bang menyimpulkan usai pemeriksaan.
"Suhu tubuh lebih tinggi di sore hari, hilang nafsu makan, nyeri otot, adalah beberapa gejala biasa penyakit ini." Ia menjelaskan pada Hyunjin dan Felix yang mendengarkan saksama.
"Kenapa bisa tifoid? Memang apa penyebabnya?" Sebelah alis Felix terangkat. Agaknya ia meragukan diagnosa dokter.
"Macam-macam." Jawab Bang Chan sembari memasukkan stetoskop dan termometer ke dalam tas. "Makanan dan air yang terkontaminasi, bisa juga kontak dengan penderita. Untuk kasus Jeongin mungkin karena kelelahan dan daya tahan tubuhnya sedang tidak bagus."
Felix memicing curiga pada sang Tuan usai mendengar penjelasan dokter Bang.
"Apa?" Hyunjin yang peka ditatap oleh anak buahnya, lebih dulu bertanya dengan wajah datar andalan.
"Tuan....kau tidak melakukan hal-hal aneh dengan Jeongin seharian sampai dia kehabisan tenaga kan?"
Felix dan mulutnya adalah malapetaka yang tidak bisa dipisahkan.
"Uhuk,uhuk!" Bang Chan tersedak ludah. Sementara Hyunjin hanya memandang tajam Felix. Padahal....yah....memang fakta......
"Sudah, jangan ribut." Dokter Bang menengahi sembari menyerahkan tiga jenis obat pada Hyunjin. "Sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium sudah ku ambil. Jeongin harus istirahat penuh. Dia harus makan bubur dan minum air putih yang banyak. Hubungi aku jika ada apa-apa." Pria itu menepuk pelan pundak Hyunjin sebelum pergi meninggalkan kamar diantar Felix.
Sang bos mafia mengamati obat dalam genggaman, kemudian beralih pada Jeongin yang tertidur lelap. Ia mendekat, duduk di tepi tempat tidur.Wajah pucatnya benar-benar membuat hati Hyunjin bagai diremas. Tangannya terulur menyentuh dahi sang kekasih kemudian membubuhkan satu kecupan saat tiba-tiba kelopak mata pemuda manis itu membuka pelan.
Hyunjin membiarkan wajahnya hanya berjarak tiga senti dari Jeongin, membuat hembusan napas bahkan terasa pada kulit wajah sang kekasih.
"Selamat pagi." Bisiknya seraya menyunggingkan senyum tipis. Jeongin mengerjap pelan, membalas senyum lemah. Kepala masih terasa pusing, namun rasa haus mendorongnya untuk membuka mata.
Seolah paham, Hyunjin mengambil gelas air di atas meja. Ia menuntun Jeongin duduk, menyangga punggungnya dengan satu lengan sementara tangan yang lain membantu pemuda manis itu minum.
"Bagaimana perasaanmu?" Hyunjin bertanya usai sang kekasih menandaskan isi gelas. Tentu saja berbagai keluhan masih dirasakan. Namun ia tidak mungkin mengatakan itu semua.
'Lebih baik.' Gumamnya bohong. Jeongin hanya tidak ingin membuat Hyunjin khawatir.
Pintu kamar terbuka, menampilkan Felix yang masuk dengan semangkuk bubur di tangan. Ia tersenyum kecil melihat rekannya bersandar pada dada sang Tuan.
"Semua baik-baik saja?" Tanya pria itu dibalas anggukan lemah oleh Jeongin.
'Maaf sudah merepotkan kakak.'
Felix terkekeh seraya memberikan mangkuk bubur pada Hyunjin.
"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, istirahatlah dengan baik. Tuan akan menjagamu." Felix mengusak surai Jeongin sekali, kemudian mengerling centil pada Hyunjin dan dibalas datar. Ia segera melesat keluar untuk menjalankan tugas dari sang Tuan selanjutnya: membeli bunga.
Kenapa bunga?
Tentu saja persembahan untuk kekasih tercinta yang sedang sakit. Dari primbon terpercaya dan tidak diragukan kebenarannya oleh Hyunjin (wikipanda, of course), bunga diberikan sebagai harapan agar seseorang cepat sembuh. Maka sejak kemarin, Tuan memerintahkan Felix untuk memajang jambangan di meja samping tempat tidur Jeongin dan menggantinya tiap hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENDER [HYUNJEONG]
أدب الهواة[END] Ia hanya ingin bertahan hidup. Dunia kejam penuh pembunuhan dan bau mesiu bukan sesuatu yang Ia harapkan. Di tengah keputusasaan, Jeongin ingin hidup tanpa penyesalan. Meskipun itu berarti mengotori tangannya dan mengabdi sepenuhnya kepada...