"Anda tidak akan pernah belajar sabar dan berani jika di dunia ini hanya ada kebahagiaan." — Helen Keller
9 - Kehancuran?
"Lo kesini bareng Dewi waktu itu?" tanya Adel seraya menatap foto-foto dari kamera yang baru saja Sekar dapatkan kembali setelah lima tahun lamanya.
Untung saja toko yang dulu ia pinta untuk mencetak foto-fotonya belum tutup.
Sekar mengangguk fasih, "i-iya."
"Ada sesuatu waktu itu?" tanya Adel merasa jawaban Sekar sedikit tak yakin.
"Please, ceritain sesuatu. Lo tau kan kasusnya dulu ketutup gitu aja yang bahkan gue sendiri sampai sekarang gak tau siapa yang nabrak gue," pinta Adel.
"Waktu itu Dewi tiba-tiba ngajak gue jalan. Awalnya gue nolak tapi dia ngancam gue," ujar Sekar benar-benar akan membuka sesuatu yang lama ia pendam sedari dulu.
"Gue ngaku kalau dulu gue hanyalah seorang babu bagi Dewi, tapi semua ancaman yang dia lakuin ke gue benar-benar buat gue gak bisa milih apapun."
"Seandainya Sesi masih ada, dia tahu persis gimana gue dulu. Gue yang tunduk di bawah kuasa uang tentunya," Sekar tersenyum miris.
"Gue ketemu Dewi sejak SMP dan hingga SMA gue benar-benar ngelakuin semua yang orang itu perintahkan."
Adel tersenyum, "gue tau dia ga sebaik kelihatannya," ujar Adel.
Flashback on
"Sekar jalan-jalan dong, gue belanjain apapun yang lo mau asal hari ini lo full dengan gue dan nurutin apa yang gue mau," ujar Dewi dengan entengnya, seolah uang adalah segalanya. Dan sialnya memang begitu.
"Gue gak bisa, gue udah capek banget Wi sama kelakuan lo. Lo yang berbuat dan gue yang kena," balas Sekar.
"Gak boleh gitu, lo harus tetap jadi boneka gue sampai gue bosan dengan lo," ujar Dewi membuat Sekar benar-benar tidak habis pikir dengan gadis itu.
"Cukup Wi. Nama lo doang yang Dewi, tapi sifat dan sikap lo sama sekali gak mencerminkan sebagai seorang Dewi," ujar Sekar mundur beberapa langkah.
"Sekar, Sekar, gak semua Dewi seperti yang lo fikirin asal lo tau. Lagipula kita imbang, gue biayain keluarga lo dan lo ikutin apa yang gue mau."
"Oke-oke Dew, gue ikutin apa yang lo mau. Jangan libatin keluarga gue," ujar Sekar.
"Ck. Lo ga tau aja kalau ibu lo kerja di rumah gue. Dengan begitu lo benar-benar di genggaman gue," ujar Dewi seenak jidat.
Sekar terdiam, dia sama sekali tak tahu dengan itu. Ia kira Ira bekerja di tempat lain, tahu-tahu di rumah iblis satu ini.
"Udah jangan banyak mikir," Dewi menarik Sekar menuju mobilnya.
Kedua gadis itu benar-benar bersenang-senang, ralat maksudnya Dewi sangat bersenang-senang dengan kegiatannya sekarang.
"Play," ujar Dewi membuat Sekar menoleh pada gadis itu.
"Kita ngapain di sini?" tanya Sekar menatap jalan di hadapannya.
Dewi tersenyum kemudian menatap gadis itu, "turun gih. Cuci foto kita tadi di depan sana, gue tunggu lo di sini," ujar Dewi menunjuk ke depan di mana sebuah toko dengan berbagai kamera terlihat di dalamnya.
"Kenapa kita gak bareng?"
"Turun aja napa sih?! Gue ada urusan," volume suara Dewi meningkat, hal itu membuat Sekar buru-buru turun dari mobil gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH 2 || After You Go
Teen Fiction[only up pas libur] Perlihatkanlah padaku, seperti apa bentuk bahagia. Hingga semua manusia sibuk mencari di mana letak kebahagiaan. [Misi pengungkapan kejadian masa lalu] From RAPUH ⚠️ Dilarang mengcopy dan semacamnya. ⚠️ Fiksi, murni karangan send...