O11

1K 167 30
                                    

SOSOK yang mengerikan itu berdiri, menjulang tinggi di hadapan Beomgyu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SOSOK yang mengerikan itu berdiri, menjulang tinggi di hadapan Beomgyu. Sorot matanya yang dingin dengan kilat amarah pun dapat ia tangkap. Beomgyu merasa kecil dan tak berdaya, ketakutan melingkupi jiwa sampai membuat tubuhnya menggigil tanpa alasan. Kedua tangannya memilin bagian bawah baju yang ia kenakan, menunggu respon apa yang diberikan Ayahnya setelah membaca ulangan hariannya hari ini.

"Salah lima?" Dua kata meluncur dengan nada mencekam. Beomgyu seketika berjingat kaget dan mengangkat kepalanya pelan-pelan. Choi Jinhyuk memandangnya dengan sebelah alis yang terangkat, pertanda malapetaka. Sabuk hitam sudah bergerak di kedua tangannya, tampak siap menciptakan luka baru di tubuh mungil Beomgyu.

"I-Iya, Ayah," jawabnya gugup. Beomgyu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat demi menahan airmata yang sudah menggunung. Ketika Ayahnya sudah mengambil langkah, tanpa sengaja kaki Beomgyu melangkah mundur. "Ayah, jangan."

Jinhyuk tidak mendengarkan, malah mengeratkan genggamannya pada sabuk yang ia pegang. Amarahnya seolah bertambah hanya karena Beomgyu mencoba melawannya. "Angkat tanganmu, Beomgyu." Namun, remaja berusia 16 tahun itu menggeleng takut. Genangan airmata yang ia tahan dengan sekuat tenaga akhirnya tumpah begitu saja, Beomgyu menangis terisak sambil menyembunyikan kedua lengannya di belakang punggung.

"Aku janji akan lebih rajin belajar. Aku janji tidak akan ada yang salah lagi. Jangan pukul aku, Ayah." Beomgyu berpikir dengan tangisan dan permohonan yang bersungguh-sungguh dapat membuat Ayahnya luluh, tapi tidak. Pria itu bahkan tidak bergeming dari tempatnya, seolah hatinya membatu.

Jinhyuk tersenyum miring seraya melepaskan sarung tangan kulitnya yang berwarna hitam pekat. Kepalanya terangkat untuk menatap wajah Beomgyu. Sedetik kemudian, sebelah tangannya yang besar dan kasar menampar wajah anak itu dengan telak. "Minggu lalu, kau juga mengatakan hal yang sama," ucapnya dingin. Tak peduli dengan Beomgyu yang sudah terduduk dengan sudut bibirnya yang berdarah. "Bangun! Berani-beraninya kau menangis!"

Hati Beomgyu remuk, pipi dan bibirnya perih bukan main. Tetap menundukan kepala karena menyadari kesalahannya. Seharusnya ia meminta maaf dan patuh, tidak menangis di hadapan pria tegap itu. Jinhyuk paling benci melihatnya menangis. Memang aku yang salah. Harusnya aku belajar lebih giat supaya Ayah tidak kecewa padaku.

Sialnya, terlambat. Jinhyuk murka hingga gelap mata melihat diamnya Beomgyu. Pria itu maju dan menarik rambut belakang anak itu kemudian menyeretnya tanpa belas kasih. Seolah tuli, tidak peduli dengan Beomgyu yang meraung-raung, berteriak dan merintih kesakitan karena tubuhnya diseret dan menabrak ujung ambang pintu.

"Ayah, ampun. Aku minta maaf." Walau Beomgyu memohon, jemari besar itu kian menarik kencang rambutnya, menambah kesakitan pada jiwa raganya. Tangisannya tak bisa berhenti meski Beomgyu berusaha menahannya sekuat tenaga.

Tubuhnya dilempar, menabrak dinding bak mandi. Ia digeret ke kamar mandi dan Jinhyuk menutup pintu tanpa melepaskan atensi darinya. Kesakitan pada punggung pemuda jelita itu bertambah akibat guyuran shower yang menyala di atasnya. Beomgyu menjerit penuh pilu, meminta permohonan pada Ayahnya agar siksaan ini segera berakhir.

『 Secret Admirer 』 ― TaegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang