14. Riko dijemput

4.7K 319 88
                                    


Sebelum ke ceritanya gue mau nanya dulu deh, ni di antara readers ada yang belum follow akun gue?
Sekedar mengingatkan aja, kalau masih ada yang belum follow, alangkah baiknya difollow sekarang juga.

Hari ini terakhir Riko berada di kediaman Kevin. Karena pagi tadi Tia menelepon dan mengatakan jika ia akan menjemput Riko.

"Ok deh Riko udah wangi, udah mam juga," ujar Roy gemes sambil mencubit pipi Riko.

"Terus besok kamu mau masuk kantor yang?" Tanya Kevin.

"Iyalah, kan aku libur karena ada Riko. Kalau Riko udah dijemput ya aku masuk lagi," jawab Roy.

Ditengah-tengah perbincangan, tiba-tiba Tia datang bersama suaminya.

"Rikoooo!" Teriak Tia dari ambang pintu. Tia pun langsung berlari dan menggendong Riko.

"Anak mama wangi banget, abis mandi ya? Dimandiin sama om Roy? Ya iyalah mana mungkin om Kevin yang mandiin kamu," ujar Tia yang awalnya manis dan endingnya pait wkwk.

"Makasih banget ya Roy udah jagain Riko, ini aku bawain oleh-oleh buat kamu."

"Wah kakak repot-repot banget, btw makasih ya kak," ujar Roy.

"Buat gue? Mana?" Tanya Kevin dengan tampang polosnya.

"Ga ada," ujar Tia cuek lalu mencium pipi Riko yang gembul seperti bakpao.

"Ck! Adek luchnut lu!"

"Hahaha, ngomong jujur amat. Itu berdua sama Roy, yaudah aku pulang duluan ya, pamit dulu nak sama om," ujar Tia.

"Dadahhh om makasih udah jagain aku," ujar Tia menirukan suara anak kecil.

"Yaudah bang, kalau gitu saya sama Tia pamit pulang," ujar Suami Tia.

Dan mereka pun pulang. Rumah kembali sepi. Yang biasanya ada tangisan Riko, sekarang udah sepi. Hmm, tapi tenang, masih ada tangisan Kevin kok wkwk.

"Yah rumah sepi lagi deh," ujar Roy lesu.

"Nah makanya yang aku pengen punya anak karena kan bisa bikin rumah kita rame. Terus kamu ada teman mainnya juga, pasti seru banget," ujar Kevin panjang lebar yang tak sadar bahwa kalimat yang ia lontarkan membuat hati Roy sakit.

"Em maksud aku, maksud aku bukan gitu yang, aku-"

"Udah aku capek, jangan ganggu aku dulu," ujar Roy lesu lalu pergi ke atas meninggalkan Kevin.

"Bangsat! Kok gue bisa keceplosan anjing!" Batin Kevin geram.

Setibanya di kamar Roy mengunci pintu kamar. Entah kenapa hatinya sesak ketika mendengarkan Kevin yang begitu mengharapkan mempunyai anak.

Padahal Kevin tau, bahwa dirinya tak mungkin hamil. Kevin tau itu, tapi kenapa Kevin terus membahasnya? Anak yang Kevin maksud dari mana? Anak dari wanita lain? Atau anak adopsi?

Perlahan mata Roy berair. Air mata tak dapat lagi dibendung. Sungguh saat ini ia dihadapkan dengan situasi yang membuatnya benar-benar bingung. Apa yang harus ia lakukan?

Roy juga tak mau di anggap egois, tapi memang ini keadaannya. Dia itu seorang laki-laki dan mustahil untuk hamil!

"Sayang buka pintunya yang," ujar Kevin di luar sambil menggedor-gedor pintu kamar.

"Maksud aku bukan gitu yang, dengerin penjelasan aku dulu."

"Aku capek," jawab Roy singkat.

"Aku mohon buka dulu pintunya."

Ceklek

Kevin pun langsung memeluk Roy seerat-eratnya. Sungguh Kevin menyesal berkata seperti tadi.

"Yang aku gak bermaksud-"

"Iya aku ngerti," potong Roy.

"Aku mengerti keinginan kamu, tapi kamu tau kan aku ini seorang laki-laki, aku mustahil untuk hamil. Tapi kalau memang kamu ingin punya anak, kamu," suara Roy tercekat karena menahan tangis.

"Kamu bisa cari wanita lain," lanjut Roy dengan derasnya air mata.

"Ngga yang, aku gamau. Maafin aku hiks," ujar Kevin menggeleng ribut dan menangis.

"Maaf sayang hiks hiks, aku minta maaf huwaaa," dan tangisnya pun semakin deras.

Keduanya pun berpelukan sambil menangis. Yang satu menangis karena menyesal telah keceplosan, dan yang satunya karena bingung bagaimana untuk memenuhi permintaan pasangannya.

"Aku capek, pengen tidur," ujar Roy melepas pelukannya.

"Iya aku juga capek, aku ikutan tidur ya sayang, boleh kan?" Ujar Kevin bertanya dengan tampang polosnya.

"Iya boleh," ujar Roy mengangguk.

Saat ini Roy sedang menuju perjalanan ke kantor. Hari ini ia sudah masuk kantor, dan Kevin pun sudah berangkat ke markas.

Roy mengemudikan mobil dengan tidak fokus sehingga menabrak seseorang.

Brakk!

Srett!

Roy yang panik pun segera turun dan mengecek keadaan orang terus.

"Ayo saya bantu," ujar Roy berusaha memapah orang tersebut. Betapa terkejutnya Roy ketika melihat wajah siapa orang tersebut, ternyata ia Roni. Abang yang telah mengusirnya 2 tahun yang lalu.

"Bang Roni," ujar Roy kaget.

"Roy?" Ujar Roni tak kalah kaget.

"Ayo bang kita kepinggir dulu."

Roy pun meminggirkan mobilnya dan dan membawa Roni duduk di sebuah bangku taman di pinggir jalan.

"Bang? Kenapa keadaan Abang bisa gini?" Tanya Roy. Keadaan Roni sungguh memprihatinkan menurut Roy.

"Perusahaan papa bangkrut, mama jatuh sakit. Dan semua aset sudah gue jual untuk pengobatan mama," ujar Roni menunduk.

Roy baru ingat pertemuannya beberapa Minggu yang lalu dengan Aulia. Aulia sudah menceritakan semuanya.

"Terus gimana keadaan mama sekarang?" Tanya Roy.

"Kondisi mama semakin parah, gue udah ga ada uang lagi buat membiayai rumah sakit mama."

"Ayo kita ke rumah sakit, kita obati mama sampai sembuh." Ujar Roy semangat.

"Gue malu Roy, gue malu sama lu. Gue, mama dan papa udah ngusir lu. Tapi kenapa lu tetap baik?"

"Bang, bagaimanapun mama sama papa adalah orang tua aku. Dan kamu adalah Abang kandung aku. Aku sudah ikhlas bang, aku ikhlas kalau memang harus terbuang, aku ikhlas kalau memang di anggap sampah masyarakat, aku ikhlas kalau hanya dipandang sebelah mata," entah kenapa rasa sakit 2 tahun lalu muncul kembali. Roy pun menangis ketika mengingat mamanya meneriakinya sebagai sampah masyarakat.

"Gue minta maaf Roy, gue minta maaf atas kejadian 2 tahun lalu," ujar Roni menyesal.

"Ngga bang, ga ada yang perlu dimaafin. Jauh sebelum Abang minta maaf, aku sudah memaafkan semuanya. Aku tau bang jika aku hanya beban dan bikin malu keluarga. Aku-"

"Nggak Roy, lu bukan beban, lu juga gak bikin malu keluarga. Sekali lagi maafin gue, jangan bikin gue tambah merasa bersalah," dan akhirnya Roni pun ikutan menangis.

"Yaudah sekarang kita ke rumah sakit ya bang, kita obati mama sampai sembuh," ujar Roy sambil menghapus air matanya.

"Iya, makasih banyak ya."

Dendam yang sempat ada pun sudah terhapus. Menurut Roy, dendam tidak akan menyelesaikan masalah. Malah akan membuat masalah semakin rumit.

Belajar memaafkan adalah jalannya. Bagaimanapun itu Hanif dan Reni adalah orang tuanya. Mereka yang sudah merawat Roy dari kecil hingga dewasa. Dan tak pantas seorang anak menyimpan dendam kepada orang tuanya.

Bersambung!

Tembus 50 komen baru lanjut!
Ingat ya! 50 komen baru LANJUT!

Mafia KejamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang