Aku mengangkat kedua kelopak mataku yang semula tertutup. Masih dalam keadaan setengah sadar, aku melihat ke seisi kamar. Namun saat melihat sebuah kaus hitam dan kemejaku tergeletak dilantai, kesadaranku pulih sepenuhnya.
A-apa yang terjadi semalam?!
Aku ingin bangun, tapi gagal saat merasakan sebuah tangan yang kuat memeluk bagian bawah dadaku begitu erat. Aku menoleh, mendapati Greyson yang tertidur nyenyak dengan dagu berada di atas bahuku.
Di-dia shirtless!
Tidak. Tidak mungkin aku melakukannya, kan?!
Dengan jantung berdebar aku memberanikan diri menunduk. Aku tidak bisa mengatakan seberapa besar leganya aku saat menyadari kami berdua masih berpakaian. Kecuali dia shirtless—sudahlah!
Jadi, semalam itu ...?
Aku menunduk lagi. Beruntung saat sadar bahwa aku ternyata memakai tank top dengan celana selutut, sedangkan Greyson masih memakai celana jins-nya. Memang nyaman, ya, tidur memakai celana jins?
Aku mengabaikan fikiranku. Yang penting, aku merasa sangat lega karena kami tidak melakukan itu. Tapi saat teringat apa yang aku dan Greyson lakukan di tepi kolam sanggup membuatku merona malu. Kami tidak pernah ehm ... bermesraan seperti semalam. Kalau boleh jujur pun, aku menyukai apa yang Greyson lakukan padaku.
"Sekarang jam berapa?" Gumamku pelan. Aku berusaha meraih ponsel di atas meja sebelah kasur tanpa melepas pelukan Greyson padaku. Tapi sulit, karena ketika aku bergerak sedikit, Greyson mengeratkan pelukannya.
"Mmh ..." aku mendengar Greyson menggumam malas di samping telingaku. "Tidurlah, Anne ..."
Aku mengabaikan gumamannya. Setelah beberapa menit, aku berhasil mengambil ponselku.
Pukul sembilan?!
Ooh, ya. Sekolah kan, diliburkan karena persiapan pesta dansa di ball room di Plaza Hotel nanti malam.
"Greyson, ayo bangun," kataku sambil berusaha melepaskan tangannya dariku. Tapi kau tahu hasilnya: selalu gagal.
"Aku masih mengantuk."
"Oke ... tidurlah lagi tapi lepaskan tanganmu dariku."
"Tidak mau."
Aku mendengus. Aku menoleh ke belakang, dan spontan hidungku menempel di pipinya. Ini membuatnya terbangun, dan menatapku dari jarak yang sangat dekat.
"Bo-boleh aku bertanya sesuatu?" Tanyaku canggung.
"Apapun," Greyson melepaskan tangannya dariku untuk menutup mulutnya yang menguap.
"Semalam, kita ...?" Aku menatap Greyson penasaran, sekaligus malu.
Kedua mata Greyson menjuling ke atas, tampak berfikir. Beberapa detik kemudian Ia menyeringai. "Well, kita nyaris melakukan itu—"
Aku menelan ludah. Nyaris, ya? Syukurlah. Aku tidak bisa membayangkan di usiaku yang masih 16 tahun ini aku sudah kehilangan keperawananku.
"Lalu?" Aku bertanya dengan rasa malu yang menumpuk.
"Kau menolak. Kau bilang hanya ingin melakukannya di saat hari pernikahanmu," Greyson mencium pipiku lembut. Tapi aku masih terdiam, menunggu penjelasan lagi dari Greyson. "Dan aku tidak memaksamu. Aku merasa terharu karena kau memiliki fikiran bijak seperti itu."
Aku tersenyum malu. Membenarkan posisiku hingga berbaring dengan posisi miring agar berhadapan dengan Greyson. "Aku tidak mau menjadi perempuan murahan," kataku tanpa menatap Greyson, karena kini tatapanku tertuju pada dada bidangnya dan lengannya yang agak berotot. Aku mengusapnya pelan, dan dapat kurasakan tubuh Greyson seketika merinding.

KAMU SEDANG MEMBACA
COUNTDOWN
Fanfiction"Magic is real. Trust me." Kalau kau mengira bahwa sihir hanya ada dalam dongeng dan film yang tak masuk akal, itu berarti kau salah. Sihir itu memang ada, dan tanpa sadar, hal tersebut mungkin sudah ada pada dirimu. Breanne Corby, seorang yatim pi...