1. Kantin sekolah

6 5 0
                                    

Ricuhnya suasana kantin pada jam istirahat adalah suatu hal yang biasa  terjadi. Siswa-siswi berebut untuk minta dilayani terlebih dulu, tak ada yang mau mengalah, semuanya berteriak dan saling menerobos antrian berharap pesanannya lebih dulu untuk dilayani.

Sedangkan para pedagang yang berjualan harus cepat bekerja untuk menyelesaikan permintaan pesanan para pembeli. Telinga, tangan, dan kaki harus gesit dalam melayani. Jika tidak suasana ricuh kantin tidak akan berakhir.

Sena yang melihat keadaan kantin menggeleng-gelengkan kepalanya. Jari telunjuknya ia gunakan untuk memijat pelipisnya yang berdenyut hebat, lihatlah orang-orang dihadapannya ini yang benar-benar seperti orang tidak makan selama bertahun-tahun, berteriak memesan makanan tanpa mengantri, benar-benar membuatnya pusing.

"Pusing kepala gue," ucap Sena dengan helaan nafas.

"Gak terbit banget," celetuk Adina yang baru saja datang.

"Si Fani sama Ruby mau banget ngantri di sana," Azel menunjuk ke arah pedagang bakso yang benar-benar mempunyai pembeli terbanyak.

Sedangkan disisi lain, ditempat pedagang bakso ada Ruby dan Fani yang duduk dengan santainya sembari menggunakan kipas yang tersedia. Tidak seperti murid-murid lainnya yang berdiri berteriak-teriak untuk memesan, ke dua nya tinggal duduk santai dan menunggu pesanan jadi.

"Arkh, enak banget kipasnya!" Seru Fani dengan membuka mulut ke arah kipas, rambutnya berterbangan ke sana kemari.

Ruby terkekeh lalu mematikan handphonenya. "Itu gunanya bergaul sama penjual di kantin, jadi gini kalau ramai, berasa VVIP." Ruby terkekeh lalu bangkit dari duduknya saat mang Setno, pedagang bakso memanggilnya.

"Udah jadi neng," ujar mang Setno yang membuat Ruby mengangguk.

"Ini mang, makasih banyak ya." Ujar Ruby kepada mang Setno.

.
.
.

Jendra mendongak menatap Atlas yang melempar buku padanya. Pulpen yang sedang digenggamnya ia letakkan dimeja perlahan, lalu menatap Atlas yang berdiri dihadapannya.

"Kenapa?" Tanya Jendra tenang, ia tidak mau terlibat masalah seperti kemarin.

Atlas yang mendengarnya terkekeh, diambilnya buku yang dilemparkannya tadi lalu kembali ia lemparkan ke Jendra yang tetap diam. "Anak mami kayak lo gak pantes megang jabatan sebagai kapten futsal! Jangan maruk lo semua mau lo milikin!" Teriak Atlas dengan mencekram erat kerah seragam Jendra.

Jendra terkekeh mendengarnya. Maruk mengambil semuanya? Apa yang diambilnya? Bukankah malah orang-orang yang selalu mengambil sesuatu dari dirinya?

Bugh

Setelah mendaratkan satu pukulan diwajah Jendra, Atlas kembali menarik kerah seragam Jendra yang masih diam duduk di kursinya. "Gue gak minat jadi kapten futsal, kapten basket buat gue udah lebih dari cukup!" Jendra melepaskan tangan Atlas yang mencekram kerah seragamnya.

Lalu ia bangkit dari duduknya dengan tersenyum. "Ambil kalau lo mau," ujar Jendra menepuk bahu Atlas beberapa kali lalu pergi meninggalkan kelas yang ramai.

"GAK USAH SOK BISA SEGALANYA LO!" Teriak Atlas yang tak ditanggapi oleh Jendra.

"Gue pastiin beberapa bulan sebelum ujian kelulusan lo pindah dari sini," Ujar Atlas dengan tersenyum.

.
.
.

Ruby sudah menduga hal seperti ini akan kembali terjadi. Hal yang benar-benar membuat dada nya seperti dihantam batu besar. Di depan sana tepatnya di ujung koridor ia melihat Karel sedang memeluk seorang wanita berambut pirang, wanita yang belakangan ini ia dengar sedang menjalin hubungan dengan Karel.

About RubyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang