Ruby menatap jengkel kumpulan pria yang berdiri tak jauh darinya. Dapat Ruby pastikan bahwa cowok-cowok itu akan kembali mengadakan balap motor. Niat hati ingin berjalan-jalan sembari memotret sekitar malah berakhir bertemu cowok-cowok menyebalkan itu. Ruby sangat tau jika mereka sudah berkumpul dipinggir jalan seperti itu berarti sebentar lagi balapan antar gang akan dimulai.
Ia sendiri sebenarnya heran dengan cowok-cowok didepan sana, sebenarnya apakah keuntungan dari balapan antar gang ini? Untuk memperebutkan apa sebenarnya? Dan dampak positifnya itu apa?
Ruby mendengus saat melihat Karel menyadari kehadirannya. Memilih tak membuat emosinya kembali tersulut karena cowok itu, ia memilih membalikkan badan lalu kembali berjalan di jalanan yang sepi. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, namun ia masih nekat ingin mencari udara segar diluar seperti sekarang.
Padahal ia tau jelas Alaka, kakaknya pasti akan mengamuk jika tau di jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam seperti ini Ruby masih berkeliaran di jalanan seorang diri. Namun untungnya cowok itu sedang ada di Bogor akibat nenek mereka yang sedang sakit, maka dari itu Alaka harus mengantar bunda-nya ke bogor dikarenakan ayahnya yang sedang dinas ke luar kota.
Ruby menyipitkan matanya saat melihat seorang pria dengan seragam abu-abu berdiri dijembatan. Gadis itu menajamkan pengelihatannya untuk memastikan apakah yang ia lihat adalah manusia atau bukan. Sadar itu manusia terlebih lambang diseragam cowok itu adalah lambang sekolahnya membuat Ruby membulatkan matanya.
Siapa gerangan anak sekolahnya yang berdiri dipinggir jembatan dengan seragam putih abu-abu dijam semalam ini?
"Kak Jendra?" Ruby mengedipkan matanya beberapa kali saat sadar itu adalah Jendra. Cowok yang ia tau suka menyendiri itu kini malah naik ke tiang pembatas jembatan.
Disisi lain, Jendra menundukkan kepalanya melihat aliran sungai yang sangat deras dibawah sana, sebuah senyuman pahit terbit di bibirnya dengan getir, akhir hidupnya ternyata seperti ini, benar-benar menyedihkan.
Cekrek
Suara jepretan kamera membuat Jendra menundukkan kepalanya, matanya menyipit melihat seorang gadis dengan bandana merah bunga-bunga sedang memotretnya.
Dahinya berkerut menatap gadis yang fokus pada hasil jepretannya, tak lama gadis itu mendongak menatapnya dengan tersenyum.
"Bagus fotonya, lumayan kalau gue jual ke temen gue yang gila cogan," Ujar gadis itu dengan tersenyum lalu memperlihatkan hasil jepretannya.
Gadis itu menunduk melihat aliran sungai lalu kembali mendongak menatap Jendra. "Gue rasa lo gak bakal mati kalau mau bunuh diri di sini, rel kereta api pasti lebih mantep!" Ujarnya menggebu.
"Btw good luck!" Lanjutnya dengan tersenyum lebar, tangannya ia gunakan menepuk punggung Jendra.
Setelah mengatakan itu ia pergi melenggang begitu saja namun, baru tiga langkah ia berhenti lalu menoleh ke belakang, ke arah Jendra yang masih memperhatikannya. "Thankyou fotonya." ujarnya lalu benar-benar pergi meninggalkan Jendra yang memasang wajah datar.
"Stress!" Hardik Jendra. Pandangannya kembali ia arahkan ke arah sungai dibawahnya, satu helaan nafas berat keluar dari bibirnya yang bergetar, ke dua tangannya semakin erat mencekram pembatas jembatan.
Pikirannya melalang buana pada kejadian beberapa jam lalu yang benar-benar cukup menjadi alasannya untuk mengakhiri hidup.
"Pah, mah please berhenti ngatur hidup Jendra, Jendra capek cuma jadi boneka kalian! Nurutin semua kemauan kalian tanpa henti! Jendra juga punya pilihan sendiri," sorot matanya menatap sendu ke dua orang tuanya yang ia tau sedang emosi, namun ia juga juga lelah terus diatur dan dikekang seperti hewan.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Ruby
Teen FictionEntah sejak kapan dunia Jendra benar-benar terasa hancur katakanlah dunianya sudah kiamat. Menjadi anak tunggal dari keluarga berpendidikan membuat Jendra dituntut harus lebih dan bisa dalam segala hal. Sejak menginjak bangku kanak-kanak ia selalu d...