2. Kesal

4 4 1
                                    

Suara dering dari jam bekernya membuat Ruby menggeliat diatas kasur, ditariknya selimut untuk menutupi seluruh badannya lalu mengambil bantal untuk menutup kepalanya, lebih tepatnya telinganya. Tangannya ia ulurkan untuk mematikan jam beker yang berada diatas nakas.

Setelah dirasa jam nya mati ia kembali menutup matanya, kembali menyelami alam mimpinya yang sempat tertunda akibat alarm jam berbunyi.

Namun baru saja ia kembali memasuki alam mimpi sebuah teriakan dari pintu yang dibuka dengan dibanting membuatnya terjengat kaget.

"Ruby!" Teriak Rachel menggema di seisi kamar Ruby.

Ruby yang terjengat menatap bundanya dengan kesal, bundanya ini sangat suka membangunkannya dengan cara seperti ini.

"Bunda aaaa Ruby ngantuk!" Protes Ruby mengguling-gulingkan badannya diatas kasur dengan selimut yang membukus badannya.

"BANGUN GAK KAMU?! BANGUN! SEKOLAH!" Teriak Rachel sembari menarik Ruby bangkit dari kasur.

"Bunda Ruby masih mau tidur," rengek Ruby saat Rachel menarik paksa dirinya ke kamar mandi.

"MANDI GAK KAMU?! MANDI RUBY! YA ALLAH," Rachel mencoba menarik Ruby yang memegang dahan pintu kamar mandi dengan erat.

"10 menit lagi dong bunda!" Ruby menawar dengan wajah berbinar, berharap belas kasih dari sang bunda.

"NGGAK! NGGAK ADA! MANDI SANA KAMU!" Ujar Rachel lalu menutup pintu kamar mandi saat ia berhasil mendorong Ruby sepenuhnya masuk ke kamar mandi.

"30 MENIT BELUM TURUN KE MEJA MAKAN BUNDA AMBIL KUNCI MOBIL KAMU SAMA ATM!" Teriak Rachel kemudian pergi dari kamar Ruby.

.
.
.

"Jendra pulang sekolah kamu jemput Kiran ke sekolahnya." Ujar Frans, papa dari Jendra.

"Jangan lupa kamu mampir beliin dia es krim dulu sebelum ke sekolahnya, dia kan suka es krim." Ujar Riri menyahuti.

"Jendra gak bisa pah, mah." Ia bangkit dari duduknya lalu menyampirkan tas di punggung.

"Jendra ada latihan basket," ujarnya sembari menyalimi papa dan mamanya.

"Bisa kan jemput Kiran dulu baru latihan? gak lama juga kamu jemput dia," Frans meletakkan sendok dan garpu ke piringnya lalu menatap Jendra.

"Kiran lebih penting Jendra," Lanjut Frans.

"Jendra gak bisa seenaknya izin cuma buat jemput Kiran pah, maaf Jendra gak bisa." Ujar Jendra melangkahkan kakinya meninggalkan meja makan.

"Kamu kenapa makin lama makin gak nurut sama papa mama? Udah ngerasa dewasa kamu?" Tanya Frans dengan nada tak suka.

Sedangkan Jendra tersenyum lalu membalikkan badannya menatap papa dan mamanya. Lihatlah untuk hal seperti ini saja ia harus menuruti ke dua orang tuanya, bahkan suatu hal yang penting baginya harus ia tinggalkan hanya untuk suatu hal yang menurut ke dua orang tuanya jauh lebih penting.

"Apa cuma karena hal gini aja Jendra harus ninggalin latihan basket lagi?" Tanya Jendra menatap Riri dan Frans bergantian.

"Jendra gak bisa seenaknya izin mah pah, seminggu lagi disekolah Jendra bakal ngadain tanding. Jendra gak bisa izin cuma buat jemput Kiran. Jendra minta maaf," ujar Jendra lalu benar-benar pergi meninggalkan ruang makan, mengabaikan teriakan papanya yang memanggilnya.

.
.
.

"Al, nanti pulang jemput gue ya," Pinta Ruby dengan wajah memelas.

Alaka yang melihat wajah memelas adiknya mengangguk mengiyakan. "Jam 5, gue mau nganter Livi ke Gramedia dulu," ucap Alaka setelah melirik jam hitam dipergelangan tangannya.

About RubyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang