"Trying to forget really doesn't work. In fact, it's pretty much the same as remembering. But I tried to forget anyway, and to ignore the fact that I was remembering you all the time." —Rebecca Stead.
.
Setelah sesi foto untuk sebuah iklan parfum selesai, Shilla tertidur pulas di meja kerjanya. Jarum jam baru merangkak ke angka 11 pagi, tapi ia benar-benar mengantuk. Ia bahkan sampai lupa untuk melepaskan tali penyangga kamera DSLR yang masih menggantung di lehernya.
Akhir-akhir ini, studio foto tempatnya bekerja memang sedang kebanjiran job, tapi tidak semua fotografer bisa stand by di studio dan melakukan pekerjaannya. Terpaksalah fotografer-fotografer lainnya (termasuk Shilla) menjadi tumbal. Mereka harus lembur dan melakukan shoot sampai tengah malam.
Di tengah mimpinya tentang film lama Happy Feet (film yang benar-benar ingin ia tonton), tiba-tiba ponsel di mejanya berdering, membuatnya terbangun dengan kaget dan mata merah. Sebenarnya ia ingin meng-ignore panggilan itu lalu lanjut hanyut dalam mimpi, tapi begitu membaca nama Putri di ID Caller, ia terpaksa mengangkatnya. Yeah, kalau tidak diangkat, Putri pasti akan menerornya hingga minggu depan. "Hmm? Apaan, Put?"
"Ayo makan siang bareng!" Di seberang sana, suara Putri terdengar antusias. "Mumpung Olga ada waktu! Kapan lagi kita bertiga bisa seru-seruan bareng?"
Olga adalah pacar Putri sejak mereka masih SMA, sekaligus sahabat Shilla.
Shilla memutar bola mata. Diam-diam ia menyesal telah mengangkat sambungan telepon itu. "Nggak, ah. Tadi malam gue lembur. Sekarang gue nggak punya tenaga untuk ninggalin meja sekaligus tempat tidur gue ini."
"Pokoknya gue nggak mau tahu!" tegas Putri. "Setengah jam lagi, gue tunggu di lo di gerai donat Y CO. Harus dateng!"
Shilla menguap. "Nggak."
"Bodo amat," ucap Putri keras kepala. Kemudian sambungan telepon diputus, meninggalkan Shilla yang masih terkantuk-kantuk dengan puluhan bunyi tut yang panjang dan membuat telinganya ngilu.
Shilla mendengus dan mengutuk dalam hati kenapa Olga, sahabat dodolnya yang bekerja sebagai wartawan dan baru pulang dari Prancis itu, baru punya waktu untuk nongki-nongki saat ia dikejar job dan diawasi oleh bos supergalak. Huh. Dasar.
Sebenarnya Shilla ingin tidur lagi, tapi karena Putri terus membombardir ponselnya dengan chat agar ia datang ke Y CO, akhirnya Shilla menyerah. Ia meraih jaket denim yang tergantung di gagang pintu kayu untuk melapisi kemeja kotak-kotak birunya, lalu turun ke lobby dan meminta tolong pada resepsionis untuk mereservasi taksi.
.
Gerai donat terkenal Y CO yang bernuansa cokelat sudah ramai begitu Shilla tiba. Sekarang memang sudah jam makan siang, sehingga banyak orang dewasa berseragam kerja yang menyesap secangkir kopi ditemani oleh beberapa buah donat beraneka-rasa, laptop, gadget, atau malah rekan-kerjanya sendiri.
Begitu melihat Shilla memasuki gerai, Putri kontan melambaikan tangan dari meja berkursi tiga yang terletak di pojokan sembari memanggil Shilla. Di hadapan Putri, sudah ada Olga yang masih mengenakan seragam wartawan koran nasional tempatnya bekerja.
Sambil menahan kantuk dan sesekali menguap, Shilla berjalan menghampiri dua sahabatnya itu, duduk di salah satu kursi kayu bercap 'Y CO's property', lalu berkata sarkas. "Kalian berdua berhasil membuat iler gue berceceran di jok beludru taksi. Great."
Putri mendelik, seolah mengatakan 'jijay banget', sementara Olga nyengir dan berujar. "Tambah kucel aja lo."
Shilla tidak membantah. Ia memang kelihatan seperti gembel. Tadi pagi, ia tidak sempat mandi dan kemeja kotak-kotaknya yang sudah lusuh ini tidak disetrika. Kegembelannya itu juga ditambah oleh kantung mata yang menghitam dan setitik belek di ujung matanya. "Yeah. Banyak job."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Teen Fiction8 tahun setelah Shilla dan Raka berpisah tanpa sempat menyatakan perasaan masing-masing, mereka berdua menjalani hidup tanpa kehadiran satu sama lain. Shilla bekerja sebagai fotografer--cita-cita impiannya--di sebuah studio ternama Indonesia, sement...